Mohon tunggu...
Boyke Pribadi
Boyke Pribadi Mohon Tunggu... Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten -

menulis berbagai hal dalam kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harap-harap Cemas

10 April 2014   16:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Usai sudah salah satu tahap proses pesta demokrasi. Proses pemungutan suara yang dilakukan kemarin merupakan salah satu tahapan untuk memilih wakil rakyat yang hendak membawa aspirasi masyarakat sehingga wujud sebagai bagian dari kebijakan pembangunan, yang idealnya akan akan diperuntukan untuk kepentingan masyarakatnya.

Bagi para caleg, tahap pemungutan suara merupakan batu ujian sebagai sarana untuk membuktikan hasil operasi peraupan suara yang sudah dilakukan sejak beberapa waktu lalu dan di-intensifkan beberapa bulan menjelang pemilu digelar, terutama pada masa kampanye. Bahkan tim sukses caleg masih bekerja hingga beberapa jam sebelum pencoblosan suara dilakukan. Adapula timses yang sampai proses pencoblosan bekerja untuk memastikan agar suara sang caleg yang dikawal tidak mengalami perubahan, bahkan kalau perlu di cari peluang untuk menambah suara perolehan melalui berbagai cara yang memungkinkan.

Terlepas apapun cara dan berbagai upaya yang dilakukan, tidak mungkin semua caleg menjadi anggota legislatif, karena rata rata persaingan kursi perebutan legislatif adalah 1 banding 11 orang, maksudnya untuk merebut satu kursi di legislatif pada berbagai tingkatan, seorang caleg pemenag akan mengalahkan sedikitnya 10 pesaing lainnya. Sehingga untuk satu kursi akan menyebabkan 10 orang yang gigit jari karena tidak terpilih sebagai anggota legislatif. Artinya sejak hari ini hingga beberapa minggu kedepan akan banyak orang yang harap harap cemas menanti hasil penghitungan suara yang dilakukan lembaga resmi penyelenggara pemilu.

Dugaan penulis, akan ada kebocoran informasi tentang hasil perolehan suara pada tiap tingkatan yang akan menyebabkan calon tertentu yang mendapatkan suara tidak sesuai harapan akan melakukan upaya mencari kambing hitam. Terlebih bila sang calon sudah berusaha habis-habisan hingga menyewa tim sukses yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Sehingga manakala mendapat kabar bahwa hasil perolehan suaranya mengecewakan maka yang bersangkutan akan mulai mencari kesalahan dari pihak lain. Misalkan mengadukan pihak pihak yang diduga melakukan permainan yang menyebabkan perolehan suaranya tidak sesuai harapan. Terlebih hasil prediksi beberapa lembaga survey ternama sudah mulai di rilis dengan hasil yang biasanya tidak jauh berbeda satu sama lain. Bagi partai politik yang mendapat perolehan prosentase suara bagus dalam hasil survey tentunya akan segera meng-amin-kan dan berharap bahwa hasil prediksi tersebut sesuai dengan hasil nyata perhitungan suara oleh lembaga resmi penyelenggara pemilu. Tapi tentunya bagi partai yang menurut lembaga survey hasilnya jeblok, tentunya berharap bahwa hasil itu tidak sesuai dengan hasil hitungan nyata yang mereka anggap akan menghasilkan perolehan suara yang jauh lebih baik.

Hal seperti itu harus dapat diantisipasi oleh seluruh jajaran yang bertanggung jawab atas kesuksesan pelaksanaan pemilu. Karena bukan mustahil hal tersebut bisa terjadi mengingat hal yang sangat manusiawi, yaitu kekecewaan banyak pihak yang kurang beruntung karena tidak berhasil meraup suara yang diharapkan.

Termasuk hal yang manusiawi adalah rencana beberapa rumah sakit jiwa yang akan membuka ruangan perawatan khusus untuk menangani pasien yang stress akibat pesta demokrasi 5 tahunan tersebut. Karena pada dasarnya tidak semua caleg memiliki sikap mental yang kuat dalam menghadapi keadaan yang tidak terduga. Karena banyak sekali caleg yang percaya diri bahwa akan meraih kursi di legislatif. Hal ini biasanya disebabkan laporan ABS (Asal Bapak Senang) yang disampaikan oleh tim sukses dengan tujuan meng-gangsir pundi kekayaan sang caleg. Itulah sebabnya di banyak tempat, tim sukses terkadang meraih sukses duluan karena mendapatkan dana operasional ketimbang sang caleg yang masih harus menunggu perolehan suara. Tapi yang dilaporkan oleh timses kepada sang caleg selalu hal hal yang bernada positif, seperti “tenang pak, bahwa suara kita sudah aman di daerah anu. Kita punya suara pasti melebihi suara yang dibutuhkan, karena kita sudah ikat masyarakat dengan uang”. Namun rupanya sang timses tidak sadar bahwa masyarakat yang sudah di-ikat tersebut ternyata membuat juga komitmen dengan timses lain, terutama yang berani menjanjikan jumlah dana yang lebih besar. Jadi wal hasil, suara yang di-klaim pasti tersebut sebenarnya masih merupakan harapan kosong, dan akan terbukti pada saat penghitungan suara berakhir di panitia penyelenggara.

Bahkan dalam sebuah tayangan di TV Swasta pernah disampaikan hasil wawancara dengan mantan caleg yang pernah mengalami stres akibat kekalahannya pada pemilu. Dia mengatakan bahwa sesaat setelah hasil penghitungan suara diperoleh dan tidak mencapai suara minimal untuk meraih kursi, maka dirinya seperti orang bengong selama kurang lebih 3 hari sehingga keluarganya membawa ke tempat perawatan khusus bagi orang yang stress.

Sebenarnya, dampak seperti itu tidak perlu terjadi bila sang caleg memang berniat menjadi anggota legislatif sebagaimana visi yang diusung dan ditawarkan kepada konstituen. Dari visi yang diusung, hampir semua menjanjikan hal yang bernada positif, seperti : bekerja untuk rakyat, perubahan untuk kesejahteraan rakyat, memperjuangkan kepentingan rakyat, dan hal lain yang terkait hajat datau kebutuhan rakyat. Sehingga kalau demikian adanya, maka bukan berarti kiamat bila tidak terpilih sebagai wakil rakyat. Karena tokh berdasarkan visi yang diusung, semua niat baik tersebut tetap bisa dilakukan tanpa harus duduk di kursi legislatif. Meskipun demikian, memang bila menjadi anggota legislatif maka mewujudkan visi tersebut jauh lebih mudah. Tapi pada pelaksanaanya tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena butuh lebih dari sekedar komitmen dan konsistensi guna menjaga agar visi atau janji tersebut dapat dipenuhi.

Guna memenuhi secara sungguh sungguh visi misi yang diusung untuk kemaslahatan masyarakat dibutuhkan sikap mental yang kuat, paling tidak memenuhi syarat 4-K sebagai seorang pemimpin yakni : Konsep, Kompetensi, Komitmen, dan Konsistensi. Tanpa konsep diri yang jelas, seorang anggota legislatif hanya akan menjadi pekerja politik yang sekedar numpang makan dibalik jabatan sebagai wakil rakyat. Karena tidak punya konsep diri yang jelas maka dapat dipastikan kurang memiliki kompetensi terkait tupoksi sehari hari sebagai anggota legislatif. Kedua kondisi minus tersebut akan diperparah jika sebagai seorang wakil rakyat tidak memiliki komitmen dan pembelaan yang jelas terhadap kepentingan masyarakat yang diwakilinya. Dan sikap komit akan apa yang telah dijanjikan harus dilakukan terus menerus secara konsisten meski mendapatkan banyak aral melintang yang akan menghalangi perwujudan visi yang telah dijanjikan.

Bila demikian adanya, maka mungkin takdir yang mengantarkan seseorang untuk tidak menjadi wakil rakyat merupakan takdir terbaik, karena ternyata dibutuhkan banyak hal guna mendukung aktifitas sebagai wakil rakyat. Sebab bila tidak disertai daya dukung yang memadai maka yang akan dicapai bukan sebagai legislatif melainkan menjadi seorang legislathief, sebuah istilah baru yang menggambarkan wakil rakyat culas yang bekerja hanya ‘mencuri’ kelebihan pendapatan guna menutupi kebutuhan hidupnya sementara dia menomor dua-kan kepentingan masyarakat yang telah memilihnya.

Dan sebenarnya, bila memiliki tujuan mulia agar hidup kita bermanfaat bagi orang lain disekitar kita, maka tidak harus menjadi seorang wakil rakyat. Masih banyak ladang pengabdian yang tersedia di tengah tengah masyarakat. Masih banyak tempat terhormat yang bisa diraih dengan membantu kepentingan masyarakat. Masih banyak berkah yang bisa diraih dengan tetap menjalankan aktifitas blusukan dan berbagi dengan masyarakat sekitar. Jangan lah berakhirnya pesta demokrasi menjadi sebuah tanda berakhirnya kebiasaan silaturahim terhadap sesama. Janganlah kegagalan menjadi anggota legislatif menjadikan titik akhir dari aktifitas berbagi dan memberdayakan masyarakat disekitarnya. Jadikan kegiatan yang bermanfaat selama masa peraihan simpati publik sebagai kegiatan tetap yang terus menerus dilakukan, karena siapa tahu kegagalan pada pemilu tahun ini akan berdampak positif kehidupan sosial kita kelak. Sehingga pada saat pemilu berikutnya kita tinggal memetik hasil dari silaturahim yang telah dilakukan sejak dari saat ini.

Dan ingatlah bahwa sebaik baiknya manusia adalah yang paling banyak kegunaan dan manfaatnya bagi sesama. Percayalah bahwa takdir apapun yang menimpa kita, itulah jalan terbaik yang dipersiapkan oleh Sang Maha Pencipta untuk kita. Sambil berharap tibanya hasil perhitungan suara nanti, tidak perlu cemas berlebihan sehingga menimbulkan perasaan depresi. Selamat berharap……

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun