Mohon tunggu...
Boyke Pribadi
Boyke Pribadi Mohon Tunggu... Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten -

menulis berbagai hal dalam kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pidato Pembuka Harapan

20 Oktober 2014   21:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:21 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyimak pidato pertama Joko Widodo sebagi presiden RI pada acara pelantikan dirinya, mengurangi kekhawatiran bahwa Indonesia akan digadaikan kepada pihak asing dan aseng sebagaimana prediksi para pengamat, terutama derasnya isyu yang dirujuk dari beberapa akun anonim di twitter dan Face Book. Dimana dalam akun akun tersebut, jelas jelas dinyatakan bahwa Presiden Jokowi merupakan bagian dari upaya asing dan aseng untuk menguasai berbagai sumber daya di Indonesia.

Namun demikian, terlepas apakah pidato tersebut hanya ‘lips-service’ ceremonial semata atau memang mengandung tekad yang kuat dari seorang presiden yang dipilih puluhan juta masyarakat Indonesia, maka bila kita telaah kata demi kata dalam pidatonya, maka semua kecurigaan tersebut terbantahkan,.  Dan penulis yakin bahwa isi pidato tersebut diilhami dari ‘ruh’ akan keinginan dan cita cita dari pasangan Jokowi – Jusuf Kalla, sebab walau bagaimanapun, terlalu gegabah jika pidato seorang presiden hanya sekedar ber-isikan janji kosong bak bualan belaka.

Kalimat pertama setelah ‘basa basi’sebagai pembuka pidato saja sudah berusaha menyatakan kesadaran bahwa sumpah yang baru dilakukan memiliki makna spiritual yang mendalam. Hal ini dapat diartikan sebagai pemahaman yang mendalam terhadap sumpah yang baru saja diucapkan. Bahwa sumpah yang dikatakan bukan sekedar kata kata tanpa makna, melainkan dituntut tanggung jawab untuk melaksanakan dan memiliki konsekuensi tertentu terhadap setiap pengingkaran dari sumpah tersebut. Itulah sebabnya ditegaskan pula perlunya kerja keras untuk mewujudkan sumpah tersebut.

Pada paragraf berikutnya, nampak jelas kesadaran bahwa sulit untuk meraih kedaulatan di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Karena sudah lama Indonesia ‘diminati’ oleh negara negara Asing, terlebih manakala kita sepakat untuk memasuki dunia tanpa sekat yang bernama arus globalisasi. Sehingga ini merupakan ujian untuk mengetahui seberapa besar tekad yang dimiliki seorang kepala negara termasuk jajaran pemerintahan lainnya untuk menjaga kedaulatan dan kemandirian bangsa. Sehingga kalimat pada paragraf ini jelas jelas mementahkan bahwa ada keinginan dari presiden terpilih untuk ‘menyodorkan’ Indonesia untuk kepentingan asing.

Masih berlanjut tentang beratnya ujian pada era global tersebut, maka pada paragraf berikutnya disampaikan salah satu prasyarat agar bisa melewati ujian tersebut harus dengan memanfaatkan modal sosial yang nyata dimiliki oleh bangsa ini, yaitu Gotong Royong yang hanya bisa dilakukan manakala terwujudnya rasa persatuan dan kesatuan di tengah tengah anak bangsa. Dan yang bertanggung jawab memastikan adanya persatuan dan kesatuan tersebut adalah Negara atau pemerintah yang akan berupaya menaungi seluruh kepentingan masyarakat, sehingga seluruh masyarakat merasa memiliki satu kesatuan, merasa memiliki negara yang akan hadir menjaga dan memenuhi berbagai  kebutuhan kehidupannya. Isyu yang disampaikan ini menjawab hilangnya peran negara di tengah tengah masyarakat, hingga pernah merebak isyu ‘negara autopilot’ sebagai bentuk penggambaran absennya peran pemerintah dalam mengurus kepentingan masyarakatnya. Namun demikian, untuk menegaskan perlunya persatuan, maka sebagai warganegara tidak bisa begitu saja berharap semuanya kepada pihak pemerintah. Untuk itulah dengan maksud menyebut semua profesi yang ada, maka presiden Jokowi menghimbau agar semua pihak bekerja lebih keras sesuai profesinya masing masing.

Dalam konteks amanah pembukaan UUD 1945 tentang keikut sertaan menjaga perdamaian dunia, maka pada paragraf selanjutnya disampaikan pula tentang niat partisipasi aktif Indonesia dalam kancah hubungan internasional dengan keinginan untuk berdiri sejajar dengan bangsa lain dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Dalam arti ke-ikut sertaan tersebut bukan merupakan bentuk pen-dikte-an dari negar lain. Sehingga Indonesia bisa menorehkan corak peradabannya sendiri untuk memperkaya keragaman peradaban antar bangsa.

Untuk menorehkan corak peradaban khas Indonesia, maka terselip keinginan Presiden Jokowi untuk memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh indonesia sebagai sebuah negara maritim dan kepulauan yang besar. Sehingga faktor penentu kejayaan bangsa ini yang sering dinyanyikan oleh kita ada masa kecil yaitu melalui lagu ’nenek moyangku seorang pelaut’ dapat wujud menjadi prime mover untuk kemajuan Indonesia di tengan tengah percaturan dunia internasional. Dan sebagai mana kita ketahui bahwa laut merupakan kekuatan besar, bahkan mengacu istilah ’heart land’ dengan mengutip pendapat Sir Walter Raleigh dan Alfred T. Mahan dengan Teori Kekuatan Maritim yang berbunyi “siapa yang menguasai laut akan menguasai perdagangan dunia dan akhirnya akan menguasai dunia” dan “laut untuk kehidupan, sumber daya alam banyak terdapat di laut ”. Artinya, menurut penulis, presiden Jokowi akan menjadikan laut sebagai ’dagangan utama’ guna kemajuan Indonesia. Dan ini ditegaskan kembali pada paragraf akhir dengan kalimat simbolik bahwa Indonesia merupakan Kapal (laut) yang akan berlayar menuju Indoesia Raya. Dan menggambarkan ujian yang akan dilewati bangsa ini bagaikan badai dan gelombang ditengah samudera. Dan bahkan mengutip kalimat Presiden pertama RI, Ir. Soekarno yang menyatakan perlu dimilikinya jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan hempasan ombak yang menggulung.

Dan menjelang paragraf akhir, Presiden Jokowi menyampaikan pemahaman dan kesadaran penuh bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, sebagai negara kepulauan, dan sebagai negara terbesar di Asia Tenggara. Artinya, sebagai presiden akan berusaha menjaga demokrasi yang menjadi mainstream saat ini, namun tetap akaan menjaga kepentingat ummat muslim sebagai penduduk yang mayoritas di Indonesia. Dan menjadi pemain penting di kawasan asia tenggara.

Akhirnya, semoga pidato pertama presiden Jokowi dapat mengurangi kekhawatiran sebagian masyarakat yang selama ini memiliki prasangka bahwa nasib Indonesia akan lebih terpuruk karena seolah akan digadaikan kepada pihak asing dan aseng.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun