Mohon tunggu...
Boyke Abdillah
Boyke Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya manusia biasa

sahabat bisa mengunjungi saya di: http://udaboyke.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Nenek dan Tamu 'Istimewa'

18 Februari 2014   01:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:44 3518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kisah nyata, bukan fiksi. Peristiwaini terjadi sudah lama, yakni 18 tahun yang lalu. Kisah ini kutulis, sebagai kado ulangtahun untuk nenekku yang tanggal 15 Februari kemarin tepat berusia 88 tahun. Alhamdulilah, sekarang beliau masih sehat, walaupun pendengarannya banyak berkurang, tapi beliau masih cukup kuat ke masjid bersama ibuku untuk shalat berjemaah, dan masih suka nonton tivi terutama sinetron. Nenek punya tivi sendiri di kamarnya.

Kejadian itu berawal di suatu pagi menjelang siang di tahun 1996. Nenek kebetulan sendiri di rumah dan yang lain pada pergi. Ibuku juga lagi ke pasar waktu itu, dan yang lain sibuk dengan aktivitas masing-masing. Menurut penuturannya, pada saat itu beliau sedang menyapu membersihkan daun-daun kering dari pohon mangga kuini yang tumbuh di pekarangan rumah. Lagi asyik menyapu, tiba-tiba seseorang sudah berdiri di depan pagar sembari mengucapkan salam. Nenek pun menghentikan kegiatan menyapunya. Seorang laki-laki sepantaran pamanku,anak nenek nomor 4.

“Numpang tanya, Buk. Apa benar ini rumah Bapak Husein?” tanyanya dengan ramah.

“Betul! Anak siapa?” tanya nenek heran.

“Apakah Ibuk, bernama Rosma, istrinya bapak Husein?” tanyanya lagi. Nenek pun mengangguk. Laki-laki itu pun memperkenalkan diri, menyebutkan namanya, dan mengaku datang dari jauh di ujung pulau Sumatera. Dia kemudian menyebut nama ibunya dengan sedikit penjelasan untuk membuka ingatan nenek. Nenek pun langsung ingat. Ternyata ibunya adalah teman nenek dahulu bahkan pernah sama-sama bekerja di sebuah pabrik tenun di Padang. Di pabrik itu kakek pernah juga bekerja sebagai mandor. Singkat cerita, nenek meninggalkan kegiatan menyapunya dan mempersilahkan laki-laki itu masuk ke dalam rumah.

Mereka pun saling bertukar cerita. Nenek menceritakan kisah masa mudanya betapa beliau berteman dekat dengan perempuan yang tak lain ibu lelaki itu, dan lelaki itu pun menceritakan kisah ibunya sampai mereka pindah ke Aceh. Mereka pindah ke Aceh waktu masih kecil sekali. Di sana ia besar dan menikah dan telah punya anak pula. Ketika nenek menanyakan kabar ibunya, lelaki itu terdiam sejenak dan kemudian memberitahukan kalau ibunya baru meninggal beberapa waktu lalu.

“Sama,suami saya, bapak Husein juga sudah meninggal 2 tahun yang lalu,” jawab nenek.

Gantian. Laki-laki itu yang kaget sekarang. Lama ia tercenung seakan-akan merasa kehilangan. Kemudian, ragu-ragu ia mulai bicara.

“Sebenarnya, kedatangan saya ke sini, atas wasiat ibu saya. Beliau menyuruh saya ke Padang untuk menemui ayah saya yang selama ini dirahasiakan oleh ibu.Sebelum meninggal, baru beliau menceritakan semuanya kalau ayah saya ada di Padang ini. Bapak Husein adalah ayah saya!”ujarnya datar.

Nenek seperti disambar petirdi siang bolong. Tentu saja tidak mempercayai apa yang disampaikan lelaki itu. Tapi lelaki itu melanjutkan ceritanya.

“Ibuk Ros tidak tahu kalau Bapak Husein dan Ibu saya terlibat hubungan sampai mereka menikah diam-diam. Ibu saya sadar telah mengkhianati teman sendiri. Untuk menyembunyikan hubungan mereka, ibu saya disuruh pindah ke Padang Panjang. Tapi ibu saya tidak lama tinggal di situ. Setelah saya lahir, beliau memutuskan pindah ke Aceh dan hubungan mereka pun terputus.”

Nenek masih belum percaya. Mencoba mengingat kembali masa lalunya. Kalau hal itu benar, mengapa tak pernah ia ketahui? Apakah selama ini beliau cukup bodoh atau kakek cukup pintar menyimpan rahasia?

“Saya ke sini bukan hendak menuntut hak atau pertanggung jawaban dari Bapak Husein. Saya hanya hendak menyambung tali silaturahim. Atau paling tidak saya bisa melihat sosok ayah saya. Tidak ada maksud lain dari kedatangan saya ke sini.”

Menurut penuturan nenek, beliau tak mampu lagi berkata-kata sampai lelaki itu pamit mohon diri. Sebelum pergi ia bilang, ia menginap di sebuah hotel kecil di jalan Pemuda.

Ketika Ibuku pulang dari pasar, ibu mendapati nenek lagi sesunggukan dan ketika menanyakan ada apa, nenek pun menceritakan kalau kakek telah berselingkuh dan mempunyai seorang anak dari hasil hubungan itu. Tentu saja terjadi kehebohan dan ibuku memanggil semua adik-adiknya berkumpul membahas masalah itu. Peristiwa itu terasa janggal sekali. Ketika dua orang pamanku pergi menemui lelaki itu ke hotel tempat ia menginap, ternyata lelaki itu sudah checkout. Ia tidak meninggalkan apa-apa selain kehebohan dalam keluarga besar kami.

Anehnya, di antara kami ada yang percaya dengan lelaki itu, ada yang tidak, dan ada yang ragu-ragu. Yang percaya justru nenek. Yang tidak percaya, para paman, dan bersikap ragu-ragu para bibi dan ibuku. Nenek percaya, karena ada hal-hal yang sinkron dari apa yang disampaikan pria itu. Kakek dulu pernah jarang pulang bahkan pernah 3 bulan nggak pulang. Dan teman nenek yang jadi selingkuhan kakek itu menghilang begitu saja. Tapi suatu hal yang pasti sebelum kakek meninggal, beliau pernah berkata pada nenek dan anak-anaknya kalau beliau punya dosa besar yang tidak bisa beliau tebus. Ketika didesak, kakek tidak pernah menjelaskan secara spesifik dosa apa yang telah dilakukannya. Ya, bisa jadi itu dosa yang telah dilakukannya.

Kami para cucu hanya bisa menjadikannya sebuah pelajaran berharga. Dan sekarang dimasa tuanya, nenek sudah tidak memikirkan itu lagi. Tidak perlu menghakimi orang-orang yang sudah tiada. Rasa-rasanya kami anak dan cucunya juga tidak mau menghakimi kakek. Tentunya kami ingin beliau tenang di alam sana.

Di usia nenek yang menapaki usia 88 tahun tanggal 15 kemarin, merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa untuk beliau karena telah diberi umur panjang. Tak banyak insan yang dianugerahi usia sepanjang itu. Masih kuat jalan ke masjid bersama Ibuku, dan menikmati hari-hari dengan menonton sinetron, dan dari perkawinannya dengan kakek, nenek punya 7 anak, 22 cucu dan 19 cicit.

Selamat ulang tahun ya, Nek...!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun