Minggu ketiga (terinspirasi lagu)
Pria itu naik ke atas panggung, meraih mike dan kemudian berbincang sebentar dengan pemain keyboard. Sementara di deretan kursi hadirin yang hadir bersorak-sorak memberi semangat. Tampaknya mereka kangen mendengar vokal teman lama yang dulunya terkenal sebagai penyanyi band kampus. Penampilannya yang dulu urakan, berambut panjang khas rocker, sekarang menjelma lelaki mapan. Kelimis dengan perut sedikit buncit. Waktu telah merubah segalanya. Lima belas tahun silam yang hadir adalah kumpulan mahasiswa, namun sekarang adalah manusia-manusia pemilik masa sekarang dengan berbagai macam profesi, sukses dan mumpuni.Â
Sebuah acara reuni di sebuah hotel berbintang mempertemukan mereka kali ini. Ajang saling melepas rindu sekaligus ajang kesuksesan. Tak terkecuali si ‘Rocker’ yang baru naik ke pentas. Siapa menyangka sebegitu beruntung hidupnya? Dari mahasiswa kere dengan kemampuan menyanyi di atas rata-rata sekarang punya perusahaan bergerak di bidang eksport.
Ah, kalau bukan paksaan temaan-temannya ia tidak akan naik ke atas stage untuk menyumbangkan suara. Bukan demi persahabatan ia maju, tapi karena sebuah dendam. Dendam orang yang dicampakkan. Inilah saat pembalasannya pada seorang wanita yang juga tidak lagi muda, tapi masih kelihatan cantik yang duduk di meja bundar arah tenggara dari pintu masuk.
Dari atas panggung ia melirik ke wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Wanita itu juga menatapnya, entah kagum entah cemburu, entah masih ada sisa perasaan suka. Atau bisa jadi campuran ketiganya.
Semua menunggu. Intro musik mulai terdengar menghentak. Ia pun bernyanyi dengan penuh penghayatan.Â
At first I was afraid, I was petrified
I kept thinking I could never
Live without you by my side
But then I spent so manynight
Just thinking how you’d done me wrong