Mohon tunggu...
Boyke Abdillah
Boyke Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya manusia biasa

sahabat bisa mengunjungi saya di: http://udaboyke.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

“Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah” di Mata Pendengar Radio

20 Juli 2016   21:26 Diperbarui: 20 Juli 2016   21:33 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Yah, udah basi. Nggak perlu dikampanyekan juga, orangtua  sudah pasti mengantar anak mereka di hari pertama sekolah. Apalagi anak yang baru masuk SD. Bahkan, bukan di hari pertama saja mereka diantar, bisa jadi tiap hari. Saya juga masih ingat dulu ketika masuk SD di awal tahun 2000 an. Orangtua mengantar saya ke sekolah dan ditunggui sampai pulang. Saya lihat Mama juga aktif berbicara dengan guru, berkenalan dengan sesama orangtua lainnya. Saat itu saya merasa aman dan tenang. Setelah beberapa hari, baru kemudian saya diantar kakak.” Begitu komentar salah seorang pendengar bernama Sakinah.

“Lucu juga ya, kampanye ‘gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah’. Kayaknya pak Menteri kurang kerjaan bikin kampanye seperti itu. Nggak dibuat menjadi sebuah gerakan saja, sudah pastilah orangtua mendampingi anaknya di hari pertama sekolah. Itu hari yang bersejarah untuk si anak sendiri. Bisa jadi, apa yang dilakukan pak menteri biar terlihat ada kerjaan, kali ya? Semua anak-anak saya waktu masuk sekolah pertama kali, juga saya antar, tidak saya biarkan pergi sendiri dengan yang lain,” komentar dari pendengar lain yang bernama Pak Niko.

Dua komentar ‘sinis’ di atas  sempat membuat saya sedikit kaget, tak menyangka ada yang menelepon dan menanggapi secara interaktif dalam topik yang saya angkat dalam menyukseskan Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah pada hari Sabtu lalu (16/7). Dalam acara yang bertajuk Eksekusi (Ekstra Sekunder Informasi) di radio Mora Sumbar, saya mengangkat beberapa topik sekaligus, dan yang terbanyak menanggapi adalah topik himbauan Pak menteri Anes Baswedan tersebut.

Ternyata bukan saya saja yang mengangkat topik ini. Ternyata, rekan saya, Hilda, juga mengangkat topik ini dalam acara yang dibawakannya. Kesamaan topik ini suatu ketidak sengajaan karena tak dibicarakan lebih dulu. Hanya saja dia mendapat tanggapan yang positif waktu itu, di antaranya pendengar bernama Ibu Sofinas. Ibu Sofinas ini sangat mengapresiasi gerakan yang digagas Pak Menteri. Bahkan katanya dengan gerakan tersebut, di sekolah anaknya diwujudkan dengan terbentuknya paguyuban orangtua siswa di tiap kelas. Tugas dari kepala paguyuban yang dipilih adalah untuk menjembatani orangtua dan guru bila ada permasalahan yang timbul. Bila ada orangtua yang anaknya punya pemasalahan dengan guru seperti kasus yang sering terjadi belakangan ini, si orangtua siswa tidak boleh melapor ke pihak berwenang, tapi dibicarakan dulu di paguyuban, nanti paguyuban yang berbicara dengan guru dan sekolah. Ya, hampir semacam komite orangtua murid, tapi ini lebih mengarah ke ranah hukum.

Terus menurut rekan saya lagi, juga ada pendengar yang bernama Ibu Las yang menceritakan pengalaman ketika mengantar anaknya ke sekolah di hari pertama. Pada saat upacara bendera senin pagi, kepala sekolah mengajak orangtua siswa ikut upacara.  Saat pidato, kepala sekolah mengajak orangtua ikut aktif memberi masukan mengenai proses pembelajaran.

Ikut menggalakkan ajakan ini ternyata tidak berhenti di situ saja. Pada hari Minggu (17/6) lalu, pukul 15.00-18.00 WIB, di acara Mora Peduli yang direlay secara nasional, radio Mora Jabar Kang Erwin, juga mengangkat topik ini. Selama 3 jam Kang Erwin mengupas tuntas tentang segala hal di tahun ajaran baru, yang intinya adalah terbentuknya pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan terwujud bila ada rasa percaya antara orangtua, guru, dan peserta didik dan akhirnya menciptakan kemandirian dalam belajar.

Saya memahami apa yang disampaikan oleh penelepon yang menanggapi topik yang diangkat. Komentar sinis ini bisa jadi karena kurangnya informasi yang didapat. Ajakan ini menjadi himbauan resmi tidak hanya pada anak didik kelas 1 SD saja, tapi kelas VII dan kelas IX, dan tentunya himbauan ini mengajak orangtua agar terlibat aktif seperti yang disampaikan penelepon yang bernama ibu Sofinas.

Sebenarnya saya mengangkat topik ini bukan karena ada himbauan pak Menteri Anis Baswedan. Tidak pun ada himbauan resmi, saya tetap melakukannya dan sudah saya lakukan setahun lalu, ketika putri sulung saya memasuki bangku sekolah dasar. Waktu anak saya masuk TK, saya merasa biasa saja karena saya beranggapan TK adalah fase prasekolah. Tujuannya bukan untuk belajar, tapi bersosialisasi dengan teman-teman sebaya serta untuk mengenal aturan-aturan dunia baru.

Mungkin saya termasuk orangtua yang lebay. Ada perasaan yang mengharu biru saat melihat anak saya mulai mengenakan pakaian seragam putih merah hati. Saya merasa ia sudah mulai besar, masuk dunia sekolah yang sesungguhnya. Rasanya belum lama ini, ia saya timang-timang, saya ninabobokan, tapi hari itu ia sudah masuk SD. Saya, istri, dan si adiknya yang baru berumur tiga tahun menunda semua kegiatan demi mengantarnya ke sekolah hari itu. Kami berkenalan dengan guru-gurunya, lingkungan sekolahnya, dan sebagian orangtua murid.  Saat ia ikut upacara di Senin pagi itu, kami saling berpandangan.  Haru dan bahagia sekaligus. Betapa tidak, di saat orangtua lain yang sebaya kami sudah punya anak di SMP dan SMA, bahkan ada yang anaknya sudah masuk perguruan tinggi, kami baru punya anak masuk kelas 1 SD! Dan saya sudah berkomitmen sama istri kalau mengantarnya ke sekolah setiap hari. Pergi sekolah diantar istri, pulang sekolah saya yang jemput. Khusus Sabtu kami mengantar jemput sekeluarga. Saya, istri dan si adik.

Memang banyak pengalaman yang didapat  selama mengantar anak sekolah tiap hari. Kita tahu dan mengenal gurunya, teman-temannya, lingkungan sekolahnya, proses belajarnya. Pengalaman yang berkesan yang pernah alami ketika saya melihat tempat duduknya sering dipindahkan oleh gurunya. Ketika saya tanya mengapa ia dipindah-pindah, dengan santainya ia menjawab kalau teman sebangkunya seringkali mengajaknya ngobrol saat jam belajar. Ketika saya tanya sama gurunya, justru ia yang suka ngobrol di kelas. Makanya ia dipindah ke meja depan guru. Tapi walupun begitu prestasi belajarnya terbilang baik.

Dulu waktu jaman saya masuk SD, saya sama sekali tidak diantar. Saya hanya pergi bersama kakak yang sudah kelas tiga. Pulang pun harus menunggu kakak bubar sekolah. Memang ada yang beberapa diantar sama orangtuanya. Bagaimana orangtua bisa mengantar saya ke sekolah kalau emak saya punya 2 anak lainnya (adik saya) yang masih kecil-kecil. Bapak juga pagi-pagi sudah berangkat mencari nafkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun