Mohon tunggu...
Boy Dawud Mochamad Fadillah
Boy Dawud Mochamad Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Saya merupakan mahasiswa aktif di UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan jurusan Hukum Tata Negara. Saya berharap dengan adanya akun ini saya dapat menuangkan pikiran hasil kontemplasi dan pengamatan saya terhadap isu terkait hukum, politik, maupun hal-hal yang sedang ramai di media sosial. dewasa ini kita dapat mengamati bahwa minat baca masyarakat ataupun mahasiswa masih sangat minim, saya ingin membumikan budaya membaca dan menulis kepada orang-orang terdekat saya dan juga masyarakat. selain itu saya merupakan mahasiswa yang aktif diberbagai organisasi maupun komunitas, saya tertarik terhadap kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang mana saya dapat bertemu dengan berbagai kalangan yang mana hal tersebut dapat menambah perspektif baru dalam hidup saya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengaruh Pemilu 2024 Terhadap Minimnya Partisipasi Politik di Pilkada 2024

11 Desember 2024   12:39 Diperbarui: 16 Desember 2024   12:45 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis: Boy Dawud Mochamad Fadillah, Hafy Akmal Moeslim, Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pembahasan mengenai politik adalah pembahasan yang menjadi hal yang menarik, dan salah satu topik yang sedang ramai saat ini ialah minimnya partisipasi politik di Pilkada 2024. Pilkada merupakan agenda 5 tahun sekali yang diselenggarakan oleh negara untuk menjalankan proses demokrasi. Pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh masyarakat ini secara normatif membutuhkan partisipasi pemilih dengan sebanyak mungkin, karena korelasinya ialah semakin banyak partisipasi aktif dari masyarakat akan menghasilkan proses demokrasi yang lebih baik pula.

Namun, secara realitasnya mayoritas semua daerah mendapatkan partisipasi yang minim dari masyarakat dalam Pilkada 2024 ini. Melihat kondisi minimnya kesadaran masyarakat terhadap haknya untuk memilih tersebut, maka timbul pertanyaan apakah negara sudah mendistribusikan pendidikan politik terhadap masyarakat dengan optimal atau apakah partai politik sudah menjalankan peran dan fungsinya sebagai lembaga yang seharusnya memberikan pendidikan kepada masyarakat terkait pendidikan politik? karna pada dasarnya pendidikan politik di tengah-tengah masyarakat merupakan hal krusial untuk sebuah negara, dengan adanya pendidikan politik yang baik terhadap masyarakat maka implikasinya ialah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajibanya sebagai warga negara dan sebagai masyarakat yang terlibat aktif dalam berpolitik untuk memperjuangkan kepentingannya.

Dalam konteks pilkada 2024, kita dapat melihat beberapa faktor yang mempengaruhi minimnya partisipasi masyarakat terhadap pilkada itu sendiri. Namun sebelum membahas terkait minimnya partisipasi politik di Indonesia, mari kita membahas apa itu politik? menurut Miriam Budiarjo, Politik merupakan berbagai kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang bertujuan untuk menentukan tujuan-tujuan dari politik  itu sendiri dan melaksanakan dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Penentuan keputusan mengenai tujuan sistem politik itu berkaitan dengan seleksi antara variasi alternatif dan penentuan skala prioritas dari beberapa tujuan yang telah ditetapkan (Budiarjo,2008:14)

Minimnya partisipasi masyarakat terhadap pilkada 2024 dapat ditarik dari beberapa faktor, yang pertama ialah dekatnya jarak agenda pilpres 2024 dengan pilkada serentak 2024, hal tersebut berimpilkasi terhadap euforia yang ada dalam masyarakat belum belum berubah sepenuhnya dengan euforia pilkada 2024, masyarkat masih banyak yang baru saja menikmati isu-isu politik di level nasional yang mana pelantikan presiden yang diselenggarakan di bulan oktober tersebut menuai perbincangan yang masif di masyarakat terkait pemerintahan yang baru. oleh sebab itu, banyak masyarakat yang tidak begitu tertarik mengenai isu politik di tingkat daerah yang mana ruang lingkupnya tidak terlalu besar dan media yang membahas keseluruhan politik di daerah tidak terlalu banyak. 

Yang kedua, Masyarakat dari golongan Generasi Z yang tidak terlalu tertarik dengan isu politik di daerahnya masing-masing. kita melihat fenomena di Jakarta partipasi politik dalam pilkada 2024 hanya sebesar 58%, hal tersebut sangat disayangkan karna hampir setengah masyarakat jakarta tidak menggunakan hak pilihnya atau golput dalam pilkada 2024, dalam hal ini Gen Z sebagai Beginner Voter kurang mendapatkan pendidikan politik yang berimplikasi terhadap menurunnya partisipasi mereka dalam pilkada 2024 dibandingkan pemilu 2024. 

Kejenuhan Politik
Salah satu faktor utama adalah kejenuhan politik yang dialami masyarakat. Setelah serangkaian pemilihan umum, termasuk pemilu presiden dan legislatif, dalam waktu yang dekat, banyak pemilih merasa lelah dan kehilangan minat untuk berpartisipasi dalam Pilkada. Kondisi ini dikenal sebagai voter fatigue, di mana pemilih merasa jenuh dengan proses politik yang terus menerus.

Intervensi Kekuasaan dan Politik Uang
Intervensi dari kekuasaan dan praktik politik uang juga menjadi faktor signifikan yang mengurangi minat masyarakat untuk memilih. Banyak pemilih merasa bahwa proses pemilihan dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu, sehingga mereka enggan menyalurkan hak suara mereka. Keterlibatan aparat dalam politik dan mobilisasi yang tidak netral memperburuk situasi ini.

Calon yang Tidak Menarik
Kehadiran calon kepala daerah yang tidak berasal dari daerah tersebut atau calon tunggal di beberapa wilayah membuat masyarakat merasa kurang terhubung dengan kandidat. Hal ini mengurangi motivasi pemilih untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Ketidakpuasan terhadap kualitas kandidat juga menjadi penghalang bagi masyarakat untuk berpartisipasi.

Waktu Kampanye yang Pendek
Waktu kampanye yang terbatas, hanya dua bulan, membuat kandidat kesulitan untuk menjangkau pemilih secara efektif. Tanpa sosialisasi yang memadai, banyak masyarakat yang tidak mengenal calon dengan baik, sehingga mengurangi keinginan mereka untuk memilih.

Persepsi Negatif terhadap Hasil Pilkada
Banyak masyarakat beranggapan bahwa hasil Pilkada tidak akan membawa perubahan signifikan dalam kehidupan mereka. Ketidakpercayaan terhadap kemampuan calon kepala daerah untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi juga berkontribusi pada rendahnya partisipasi. Jika masyarakat merasa bahwa pilihan mereka tidak akan berdampak positif, mereka cenderung memilih untuk tidak memberikan suara.

Faktor Eksternal
Beberapa faktor eksternal seperti cuaca buruk dan bencana alam juga menjadi penghalang bagi masyarakat untuk datang ke TPS. Selain itu, jumlah TPS yang lebih sedikit dibandingkan dengan pemilu sebelumnya membuat jarak tempuh menjadi lebih jauh bagi sebagian pemilih, sehingga mereka enggan untuk datang.

Kesimpulan

Minimnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada 2024 disebabkan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal, termasuk kejenuhan politik, intervensi kekuasaan, calon yang kurang menarik, waktu kampanye yang pendek, persepsi negatif terhadap hasil pilkada, serta faktor-faktor eksternal seperti cuaca dan aksesibilitas TPS. Untuk meningkatkan partisipasi di masa mendatang, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, penyelenggara pemilu, dan partai politik untuk menciptakan lingkungan politik yang lebih transparan dan menarik bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun