Kami melarikan diri.
Untunglah kali ini hujan tidak mengguyur bumi. Beberapa jam sebelumnya kami hanya berlari dan berlari. Entah sudah berapa jauh jarak yang kami tempuh.
Bintang-bintang berpijar dan rembulan kadang tertutup awan. Hari menjelang pagi dan malam segera berakhir. Namun, bukan berarti itu akan menyudahi kecemasan kami.
Berdua. Lelah, lapar dan mencekam. Sementara bayangan-bayangan itu masih saja menghantui. Bagaimana kami bisa sampai di sini dan melarikan diri itu sangat-sangat membingungkan sekali.
Aku tak tahu persis apa yang terjadi, mungkin begitu juga dengan rekanku. Jika melarikan diri, tentunya kami memiliki kesalahan dan menghindarinya.
Namun, aku rasa aku tidak memiliki kesalahan apapun, entah dengan dia. Tapi, tololnya aku tetap melarikan diri. Dan itu tak terhindarkan. Lagipula jika aku tadi tidak ikut berlari, nasibku bakal seperti rumah yang baru saja kami tinggalkan; terbakar habis.
"Hey, mari kita istirahat sebentar, sepertinya kita sudah jauh. Aku sudah tak kuat!" Seru rekanku yang berperawakan tinggi dengan jambang tipis sambil membungkuk dan menekan kedua lututnya. Nafasnya tersengal-sengal.
"Apa kau yakin?" Jawabku dan ikut berhenti.
Sekeliling hampir tertutup gelap. Rupanya kami sampai di sebuah ladang dengan menerobos jalan masuk ke hutan dan berhasil keluar dari pengejaran setelah rumah itu terbakar habis.
Aku kira kemarahan mereka terlampiaskan saat pintu-pintu didobrak dan dinding kayu itu dijilati lidah-lidah api. Sangat mengerikan. Mereka berteriak-teriak dan merusak apa saja di dalam ruangan itu. Aku terbangun oleh gedoran-gedoran di luar dan menyaksikan amuk massa yang mengerikan.