10 tahun lamanya pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden negeri ini. Plus dan minus tentunya ada. Dan pandangan setiap orang akan keberhasilan pemerintahan di era beliau pun beragam. Mungkin ada yang menilainya berhasil, tetapi tidak sedikit juga yang menilainya biasa saja atau bahkan ada yang menilainya gagal.Â
10 tahun itu sekarang sudah berlalu. Sudah 1.5 tahun sejak terakhir kali pak SBY berkuasa sebagai presiden. Sekarang presidennya sudah ganti, sudah beda. Namanya pak Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi. Pria Solo ini langsung tancap gas, dan tidak semua orang bisa menerima. Ada yang kaget, ada yang shock, ada yang tidak senang atau ada yang tidak puas. Tetapi, tidak sedikit yang bersyukur dan gembira melihat geliat kinerja dari sang kepala negara.Â
10 tahun bukan waktu yang singkat. Itu lama lho. Jadi kebiasaan, pola pikir dan pandangan-pandangan selama 10 tahun memerintah tidaklah begitu saja bisa lepas dan didiamkan dalam benak seorang mantan presiden. Biar bagaimanapun juga, dulu beliau adalah presiden selama dua periode alias 10 tahun. Dan kini, beliau melihat dari garis luar bagaimana seorang Jokowi melakukan tugasnya sebagai seorang presiden. Ya, seorang mantan presiden melihat presiden yang saat ini bekerja melakukan tugasnya.
Sedikit demi sedikit, pak SBY mulai terdengar komentar, saran, kritik, keluh kesah, curhat ataupun kicauannya. Sangat khas pak SBY. Bukan tipe yang frontal dan brutal dalam mengumbar komentar. Cukup tertata, kata demi kata, tetapi terkadang tetap tidak bisa disembunyikan arah tembakannya kemana. Santun bukan berarti arif bijaksana. Salah satu contoh yang menarik bagi saya adalah ketika beliau berkata "di era saya para menteri kompak", hal ini diucapkan sehubungan dengan kegaduhan yang tercipta di kalangan beberapa menteri-menteri era pak Jokowi saat ini.
Kalau diingat-ingat, mungkin pada era pak SBY menterinya "kompak". Tetapi bagi saya, kompak bukan berarti juga kerja untuk masyarakat kan? Berbeda pandangan, berbeda pendapat itu hal yang lazim bagi sekumpulan orang yang berada dalam satu kesatuan kerja (baca : kabinet). Memang, menteri-menteri sekarang ini agak rame kalo udah bicara ke media. Doyan main sentil dan sindir bin nyinyir sesama kolega. Tetapi setidaknya bisa terpantau kinerjanya seperti apa. Satu hal lho pak SBY, menteri zaman bapak yang kompak itu, belakangan "kompak" juga ditelanjangi aksi-aksi korupsinya. Suryadharma Ali, Jero Wacik dan Andi Mallarangeng semua berurusan dengan KPK dan perkara korupsi.Â
Sangat disayangkan ketika negarawan sekelas pak SBY yang dalam kesantunannya justru menunjukkan ketidakarifannya. Jangan bandingkan pak era bapak dengan era presiden yang sekarang. Masing-masing ada kelebihan dan kekurangan. Lagian pak, zaman bapak itu 10 tahun dan era yang baru ini baru saja berjalan 1.5 tahun. Rasanya kurang fair ya pak. Nanti silahkan ditunggu setelah 10 tahun dan dilihat pak, mana yang lebih baik.Â
Negara ini membutuhkan sosok negarawan yang mampu menjadi penetralisir yang memberikan sumbangsih tanpa membidik ambisi. Sosok negarawan yang legowo, apalagi bapak SUDAH PERNAH menjadi presiden selama 10 tahun. Sudah cukup pak kesempatan itu kami (rakyat) berikan untuk bapak. Mari biarkan era yang sekarang ini berjalan dan membuktikan kemampuan mereka. Nanti kan tidak enak juga pak di dengar kalo zaman bapak pun dinilai, infrastruktur lambat dibangun, korupsi merajalela, darurat narkoba terjadi di Indonesia. Kalau itu dipertanyakan, pastilah pak SBY pun punya dalih dan alasannya sendiri. Dibutuhkan jiwa besar, jiwa seorang pemimpin sejati untuk bisa mengakui bahwa di era saya masih banyak kekurangan, dan kini era yang baru agar memperbaiki kekurangan di era saya agar Indonesia lebih maju lagi.
Kalo sampai pak SBY bisa begitu, itu tandanya kita udah siap beli album baru bapak lagi.
Salam sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H