Bapak adalah sosok yang begitu membawa pengaruh terhadap anak-anaknya. Sosok yang dimuliakan karena tiada lelah berjuang bagi kelangsungan rumah tangga sesuai dengan porsi dan tanggung jawab seorang bapak. Sosok yang kaya akan pengalaman dan intisari-intisari kehidupan sehingga bapak menjadi pribadi yang penuh makna tertuang dalam alunan nada nasihat, petuah, petunjuk yang menyirami tunas-tunas muda di rumahnya, yaitu anak-anaknya. Sosok yang bijaksana, sang pengambil keputusan, di mana apa yang bapak putuskan biasanya mententramkan semua pihak yang membutuhkan keputusan itu. Bapak menjadi sosok yang tidak tergantikan. Ia mampu menunjukkan kualitas meskipun terbatasnya kuantitas waktu yang dimilikinya.
Itu kurang lebih gambaran ideal sosok bapak. Tetapi apakah semua bapak seperti itu? Sepertinya tidak. Dewasa ini begitu banyak dilahirkan fatherless generation atau generasi tanpa bapak. Tidak hanya berbicara secara fisik akan keberadaan seorang bapak. Tetapi kehadiran secara spirit, secara kejiwaan, banyak sekali jiwa-jiwa yang kosong dan terlantar akan sentuhan dan kehadiran figur bapak dalam hidupnya. Bapak yang sibuk, menggantikan waktu dengan uang. Bapak yang sumpek, suntuk dan stress dengan berbagai urusan, menggantikan nasihat, arahan dan disiplin yang mendidik dengan sebatas amarah, teriakan, membangun sosok yang menakutkan dibandingkan hadir sebagai sosok yang disegani dan dirindukan.Â
Ada begitu banyak bapak, tetapi ada begitu banyak anak-anak menjadi anak yatim meskipun bapaknya masih bernafas, bekerja dan sosoknya menjejak bumi. Ada banyak "anak yatim" akhirnya terjerumus dalam sesat pergaulan, narkoba, seks bebas, masa depan yang suram karena bapak tidak hadir memberi arah, memberi petunjuk, memeluk hati, merengkuh jiwa mereka dengan segenap kasih sayang.Â
Generasi tanpa bapak ini akan semakin tersesat dan mungkin saja tergerus arus perkembangan zaman. Mungkin ada dari mereka yang bisa terselamatkan. Mungkin dari mereka bisa menemukan "figur-figur bapak" dari orang lain yang bukan bapaknya. Tetapi sebagian besar mungkin akan hanyut dalam kehancuran, kalau tidak dalam kesedihan dan kekecewaan yang berlarut-larut.Â
Anak-anak tidak bisa memilih dari orang tua seperti apa mereka dilahirkan. Tidak ada menu pilihan mau dilahirkan dari orang tua seperti apa. Dari bapak macam bagaimana. Tetapi orang tua, khususnya bapak-bapak dalam tulisan ini, bisa memilih dan memiliki pilihan untuk menjadi bapak seperti apa bagi anak-anaknya.Â
Uangmu tidak dapat memuaskan anakmu, pak. Jangan pernah melatih anakmu untuk hanya dipuaskan oleh materi. Tetapi kehadiranmu, yang bahkan tanpa uang sekalipun, mampu menghadirkan mereka kehidupan yang sebenarnya. Kehadiranmu pak, mampu mengisi jiwa mereka dengan berbagi nilai, kebenaran, nasihat dan petunjuk untuk masa depan hidup mereka.
Semoga bapak-bapak yang saat ini "terhilang" atau bahkan "mati" bisa kembali dan bangkit lagi untuk menjadi bapak yang sesungguhnya bagi anak-anaknya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H