Mohon tunggu...
Boy Daniel Pakpahan
Boy Daniel Pakpahan Mohon Tunggu... Profesional bidang Restoran dan Perhotelan -

life is a blessing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu, Antara Harapan dan Kenyataan

22 Desember 2015   15:03 Diperbarui: 22 Desember 2015   15:05 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perjuangan melawan maut, raungan menahan rasa sakit dan erangan menerobos batas-batas kemampuan, dan kemudian sebuah kehidupan bersanding di antara semaraknya kehidupan-kehidupan di dunia ini. Ibu, demikianlah engkau dimahkotai pada saat hari kelahiran buah hatimu. 

Setampuk doa, harapan dan cita-cita diserukan dalam balutan doa. Tiada henti hati terus mengukirkan asa dan harapan. Terbayang jernih di pelupuk mata sang ibu suatu masa di hari depan. Masa ketika sang buah hati merengkuh keberhasilan. Masa ketika sang buah hati mencapai mimpi dan cita-citanya. Masa ketika sang buah hati tersenyum bahagia. Ya, diriku membayangkan bola mata yang jernih penuh kasih sayang menatap sang buah hati dan dibalik beningnya cahaya bola mata itu tersimpan berjuta harapan, berjuta doa dan pengharapan seorang ibu akan anaknya. 

Tetapi betapa banyak ibu yang harus menangis, jauh lebih menyakitkan dari sakitnya bersalin. Betap banyak ibu yang harus meratap dan merintih, jauh lebih pedih dari perjuangan melahirkan sang anak. Ketika anak yang dilahirkannya tidak menjadi sebagaimana yang diharapkan. Sang anak jatuh bergelimang dosa dan kejahatan. Terbuai akan nafsu memburu harta dan tahta. Dibutakan nuraninya untuk berjalan dalam kebenaran, alhasil tersesat di dalam kepicikan dan kelicikan.

Ibu tidak pernah berhenti berdoa dan berharap. Mulutnya tetap lembut memberi nasihat dan petuah. Ibu tidak pernah berharap muluk dan jumawa. Ia berharap bahwa anaknya kelak akan menjadi pribadi yang tulus berbudi luhur. Hidup dalam kejujuran dan kerajinan yang membawa manfaat. Menjauhkan diri dari berbagai kenistaan dan kejahatan. 

Ibu, hari ini mereka katakan sebagai Hari Ibu. Hari-mu wahai ibu. Lihatlah kami anak-anakmu. Seberapa dari kami telah membuat harapanmu merekah harum dan membuatmu bahagia. Atau seberapa dari kami telah membuat harapanmu layu dan tak kunjung berkembang, hancur dan punah dimakan zaman. 

Ibu, biarlah ucap selamat dan sembah takzim para anakmu tidak sekedar kecupan pada kedua tanganmu. Tangan yang menjadi saksi perjuanganmu menumbuh kembangkan kami. Biarlah ucap selamat tidak sekedar kecupan pada kedua pipimu. Pipi di mana peluh dan air mata pernah membanjirinya dalam perjuanganmu menghantarkan kami. Biarlah hidup kami membuatmu bersyukur memiliki anak-anak yang membuatmu bahagia, karena harapanmu tidaklah mati, melainkan berbunga indah di masa tuamu.

 

Sumber Gambar : https://siluetjingga.files.wordpress.com/2011/06/ibu.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun