Mohon tunggu...
Boy Anugerah
Boy Anugerah Mohon Tunggu... Administrasi - Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Pendiri dan Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cina-RI dalam Perspektif Perubahan Sosial

9 Desember 2017   15:15 Diperbarui: 9 Desember 2017   15:19 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekitar empat dekade silam, pemimpin Cina pada masa itu, Deng Xiaoping, memberikan sebuah rumusan jitu bagi kemajuan Cina. "Tidak peduli apakah kucing itu putih atau hitam, yang penting bisa menangkap tikus."

Dengan kata lain, Deng hendak mengatakan bahwa tak penting lagi memperdebatkan apakah sosialisme atau kapitalisme yang harus dipilih oleh Cina, yang terpenting adalah ideologi tersebut mampu membawa kemajuan bagi Cina di masa yang akan datang.

Formulasi yang diberikan oleh Deng bukanlah pepesan kosong belaka. Pada pembuka abad 21, Cina tampil sebagai kekuatan yang mengguncang dunia. Pertumbuhan ekonomi di level dua digit diimbangi dengan peningkatan kapasitas pertahanan yang mengukuhkan Cina sebagai salah satu kekuatan maritim dunia.

Lesatan kemajuan yang dialami Cina dalam beberapa dekade terakhir tak lepas dari perubahan paradigma dalam memandang ideologi dan politik sebagai kunci perubahan sosial.

Dalam studi strategis ketahanan nasional yang mengkaji tentang maju mundurnya sebuah bangsa, perubahan sosial adalah sebuah keniscayaan. Rene Thom, filsuf Prancis, menyatakan bahwa fenomena alam bersifat reguler atau stabil, tapi di dalamnya terdapat kemungkinan untuk terjadi sebuah perubahan.

Dalam konteks berbangsa dan bernegara, perubahan dapat terjadi secara lamban dan cepat, bottom-up dan top-down, direncanakan dan tanpa direncanakan, bersifat membangun, bahkan bersifat merusak. Terkait resultansi dari perubahan yang terjadi, apakah bermanfaat atau justru tak bermanfaat, ideologi dan politik menjadi faktor kontrol dan penentu.

Indonesia merupakan negara besar, bukan saja merujuk pada besarnya wilayah geografis dan gemuknya sisi demografis, melainkan juga sumber kekayaan alam yang luar biasa, terutama yang bersifat intangible yang terletak pada empat konsensus bangsa yang dimiliki, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Peletakan empat konsensus bangsa sebagai sumber kekayaan alam utama menunjukkan bahwa bangsa Indonesia saat ini tak hendak lagi patuh pada cara pandang kolonial yang melihat sumber kekayaan alam hanya sebatas minyak bumi, gas alam, serta hasil pertanian dan perkebunan semata.

Sebagai negara besar, sejatinya Indonesia tak kalah dengan Cina dari sisi atribut nasional, yakni geografi, demografi, dan sumber kekayaan alam. Bahkan, dalam beberapa aspek, Indonesia tercatat lebih unggul, seperti keragaman budaya dan kehidupan masyarakat yang lebih demokratis. Meski demikian, beberapa persamaan dan kelebihan Indonesia tersebut seakan tak cukup mengantarkan Indonesia menuju lompatan kemajuan dahsyat seperti yang dialami oleh Cina.

Pilar utama

John Naisbitt dan Doris Naisbitt, dalam bukunya yang berjudul China's Megatrends: 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China (2010) menjelaskan, salah satu pilar utama keberhasilan Cina adalah emansipasi pikiran. Emansipasi pikiran bermakna rakyat cina terbebas dari indoktrinasi yang dilakukan oleh pemerintahnya yang berideologi sosialis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun