Mohon tunggu...
Boy Aditya
Boy Aditya Mohon Tunggu... profesional -

Journalist, Reporter at Radio Dakta 107FM

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudahlah, Prabowo...

24 Agustus 2014   00:44 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:44 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan keluarnya putusan akhir sengketa Pilpres pada 21 Agustus lalu oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, maka seharusnya tuntas sudah huru-hara mengenai proses Pilpres 2014 ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, memang sudah jelas jika mayoritas masyarakat Indonesia memang menginginkan dipimpin oleh Joko Widodo dan Jusuf Kalla selama lima tahun ke depan. Begitulah sistem demokrasi, dimana segala sesuatu diputuskan melalui sistem voting, dimana suara terbanyak yang pasti menang. Maka akan sangatlah bijak apabila sang mantan komandan jendral Kopassus ini berbesar hati untuk sekedar mengucapkan selamat dan merangkul pasangan pemenang. Kompetisi sudah usai, maka kini saatnya kita jabat tangan. Tudingan pelaksanaan Pemilu yang sarat kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif nyatanya tidak mampu dibuktikan dalam sidang Mahkamah Konstitusi yang telah digelar sejak 6 Agustus lalu. Yang ada justru malah melambungkan nama Novela Nawipa yang tiba-tiba mendadak terkenal akibat gayanya yang ceplas-ceplos dalam sidang terhormat itu. Jika terus-menerus ngeyel dan sesumbar akan tetap membawa perkara ini baik ke PTUN maupun Mahkamah Agung malah justru semakin membuat stigma negatif di mata publik. Prabowo justru akan dihukum dengan gelar "arogan" karena tidak mau mengakui kekalahannya. Mungkin ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Pilpres di Indonesia yang hanya mempunyai dua pasangan Capres dan Cawapres sehingga membuat situasi politik semakin meruncing. Bahkan selama pengamatan saya selama masa kampanye, mulai dari rakyat kalangan bawah dengan "obrolan di Warung Kopi"-nya hingga golongan elit dengan acara seminar politiknya selalu membahas pertarungan head to head antara Prabowo dan Jokowi. Tak jarang obrolan santai ini terkadang berubah menjadi aksi debat kusir karena masing-masing pihak mulai melancarkan isu-isu negatif yang memancing situasi menjadi panas. Semua orang mendadak berubah menjadi orang yang paling paham mengenai dunia politik Indonesia. Sesungguhnya jika seluruh pihak yang berkompetisi dalam Pilpres ini mampu belajar sportivitas dari sepakbola, segalanya akan menjadi indah. Lihatlah Piala Dunia 2014 lalu, dalam pertandingan sepakbola ada benturan, tarikan, dorongan, jegalan, dan segala kontak fisik lainnya, itu adalah hal yang biasa dalam pertandingan. Pemain boleh protes, marah, dan emosi pada keputusan wasit, namun mereka masih mampu menghormati kedudukan wasit sebagai pemimpin jalannya pertandingan (entah kalo di Indonesia kenapa hal ini tidak berlaku). Bahkan usai gigitan konyol Luis Suarez yang luput dari pengamatan wasit, Giorgio Chiellini sebagai korban gigitannya menyatakan rasa simpatinya terhadap Suarez yang pada akhirnya dihukum larangan tampil selama 4 bulan dari seluruh kompetisi Internasional. Begitulah jiwa sprotif, pertarungan hanya ada dalam lapangan selama 2 x 45 menit, seusai peluit panjang wasit dibunyikan, maka para pemain saling berjabatan tangan dan menukar kostum sebagai tanda fairplay. Ketika kalah, perasaan kecewa, sedih, dan kesal sudah sewajarnya kita rasakan. Namun dengan bersikap sportif, timbul pula rasa empati dari publik kepada kita. Jika kita terus mencari-cari alasan atas kekalahan ini, maka publik hanya akan mencap sebagai pembual besar, karena toh mereka tidak peduli apapun alasannya, yang jelas kalah ya tetap kalah. Maka dari itu kembali lagi ke judul awal, "Sudahlah, Prabowo..." hasil keputusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi telah memutuskan menolak seluruh gugatan anda. Artinya, keputusan KPU pada tanggal 22 Juli lalu yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah mutlak. Belajarlah dari sejumlah pelatih besar sepakbola yang langsung mundur apabila timnya gagal mencapai target, tak peduli meskipun ia adalah pelatih kelas dunia yang mampu mempersembahkan sejumlah gelar kepada tim yang dilatihnya. Hal ini jauh lebih baik, dan seluruh warga Indonesia pun akan menghargai anda sebagai seorang pemimpin yang berjiwa besar, sportif, dan mampu menjadi teladan bagi mereka. Marilah kita kembali bersatu, bergandengan tangan untuk mengawal pemerintahan ke depannya agar mampu menjadi lebih baik. Apabila ada kebaikan dari pemerintahan Jokowi-JK, maka kebaikan itu adalah untuk kita semua. Namun apabila ada keburukan dalam pemerintahan mereka, maka marilah kita kritisi bersama. Yang terpenting dari itu semua adalah, Persatuan Indonesia untuk membentuk suatu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab dan menciptakan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dalam menjalani konsep Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Salam Indonesia...!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun