Mohon tunggu...
Boy Aditya
Boy Aditya Mohon Tunggu... profesional -

Journalist, Reporter at Radio Dakta 107FM

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surya Paloh, "Harmoko" Rasa Baru

18 September 2014   03:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:22 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="156" caption="Harmoko"][/caption] Bagi anda yang hidup dalam "kesejahteraan" masa Orde Baru, pastilah sangat familiar dengan wajah tokoh ini, dengan gaya sisiran klimis, suaranya yang kecil namun melantun keras, sosok paling akrab dengan insan pers pada saat itu. Dialah pendiri surat kabar Pos Kota, mantan Menteri Penerangan (yang kini diubah menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika), mantan Ketua Umum Partai Golkar, dan juga mantan Ketua DPR/MPR RI. Ya, namanya sangat singkat : Harmoko ! Tapi bagi orang-orang iseng di zaman itu mengartikan namanya sebagai akronim dari "HARi-hari oMOng KOsong". Bukan tanpa alasan para kritikus menyematkan singkatan nyeleneh itu kepadanya, pasalnya Harmoko pada zaman itu memang terkenal sebagai juru bicara dan anak kesayangan penguasa Orde Baru, Presiden Soeharto. Bahkan tagline sang Menteri saat muncul pada setiap konferensi pers adalah "Menurut petunjuk dari Bapak Presiden..." Selama menjabat sebagai Menteri Penerangan sejak tahun 1982-1997, Harmoko melakukan sejumlah pembredelan terhadap sejumlah media yang dianggap terlalu vulgar dalam mengkritisi kebijakan pemerintah pada saat itu, sebut saja yang paling tenar diantaranya adalah media Tempo. Selain itu, Harmoko juga yang menggagas gerakan Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa atau yang terkenal dengan sebutan Kelompencapir sebagai media untuk menyampaikan informasi dari pemerintah. Harmoko juga yang meyakinkan Presiden Soeharto untuk melanjutkan kekuasaannya di tahun 1997, meskipun sesungguhnya Soeharto sudah menyatakan niatan untuk lengser keprabon. Namun anehnya, Harmoko pulalah yang menyarankan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya usai meletusnya huru-hara Mei 1998. Setelah itu, nama Harmoko seolah langsung lenyap dan hilang ditelan bumi. [caption id="" align="aligncenter" width="372" caption="Surya Paloh"]

[/caption] Nah, kalo yang satu ini pastinya para pembaca sudah tidak asing lagi. Sosok "Pak Brewok" ini adalah pendiri sebuah Ormas yang pada akhirnya menjelma sebagai sebuah Partai Politik bernama Partai Nasional Demokrat atau lebih populer dengan sebutan Partai Nasdem (dan slogan "Gerakan Perubahan" itu). Selain itu Surya Paloh juga pemilik sejumlah media cetak dan elektronik seperti Media Indonesia, Lampung Post, dan yang paling tenar adalah stasiun televisi Metro TV. Sebelum dirinya terkenal sebagai pendiri Partai Nasdem (terutama tenar di channel MetroTV), Surya Paloh sebelumnya adalah kader Partai Golkar dan menjadi salah satu dari "trio sakit hati" bersama Wiranto dan Prabowo yang pada akhirnya mendirikan partai politik sendiri setelah keluar dari Partai yang terkenal sebagai penyokong utama rezim Orde Baru tersebut. Lalu apa korelasinya antara Harmoko dan Surya Paloh? Dulu Harmoko populer karena sering muncul di layar kaca untuk memoles sedemikian rupa pemerintahan Orde Baru sehingga kebijakan-kebijakannya tampil begitu sempurna di mata masyarakat. Harmoko adalah orang pertama yang muncul apabila ada program-program baru Presiden Soeharto untuk disampaikan kepada publik. Dan kini figur seperti itu nampak jelas dalam sosok Surya Paloh. Bukan dengan mengundang sejumlah media untuk nongol dan melakukan konferensi pers, cukup mempunyai satu media besar saja seperti MetroTV, lalu melakukan pemberitaan yang sarat pencitraan sehingga para pemirsa merasa yakin atas kebenaran dari berita tersebut. Apabila kita secara kritis melihat porsi pemberitaan dari MetroTV (dan TV lainnya yang sudah dikuasai oleh orang politik) pada saat kampanye Pileg lalu, begitu mengagungkan sosok Surya Paloh dengan Partai Nasdem-nya sebagai sebuah partai baru dengan slogan "Gerakan Perubahan" yang menginginkan sebuah perubahan terhadap pemerintahan saat ini yang dinilai sudah korup dan penuh kebusukan politik. Bahkan peresmian kantor relawan Partai Nasdem di tingkat Kelurahan saja bisa muncul di MetroTV, dan tak usah ditanya pula berapa kali Om Brewok satu ini berpidato berjam-jam yang ditayangkan secara live oleh MetroTV. Strategi ini berhasil mengangkat citra mereka sebagai "Partai Bungsu" yang berhasil menembus parlementary threshold mengalahkan PBB dan PKPI sehingga mereka berhak menduduki kursi parlemen di Senayan. Sukses dalam Pileg, Surya Paloh dan Partai Nasdem-nya bergabung dengan koalisi Indonesia hebat bersama PDIP, Hanura, dan PKB untuk mendukung pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Capres-Cawapres 2014-2019. Sepanjang masa kampanye pilpres, porsi pemberitaan di MetroTV mendadak berubah haluan. Bukan lagi pidato Surya Paloh yang berjam-jam secara live, tapi pengangkatan keberhasilan Jokowi selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, hampir setiap program tayangan di MetroTV selalu muncul wajah Jokowi. Gelombang frekuensi yang seharusnya menjadi milik publik, pada saat itu berubah menjadi "Perang Udara" antara kubu Prabowo-Hatta yang didukung oleh TVOne dan MNC Group (RCTI, Global TV, dan MNC TV) melawan kubu Jokowi-JK yang di-backing oleh MetroTV dan KompasTV. Meskipun dalam porsi kecil, ada andil pula dari stasiun-stasiun TV lainnya seperti TransTV, Trans7, Antv, SCTV, dan Indosiar. Strategi ini terbukti sukses mengantarkan duet Jokowi-JK menjadi Presiden dan Wapres terpilih periode 2014-2019 mengalahkan pasangan Prabowo-Hatta. Setelah Pilpres usai pun, MetroTV tetap bertindak sebagai pengejawantahan apa saja yang akan dilakukan oleh Jokowi saat memasuki pemerintahan baru. Selalu dikemas menarik dan nyaris tanpa kritisi apapun, bahkan di saat media lain mengangkat isu kenaikan BBM dan wacana penjualan pesawat kepresidenan, MetroTV tetap sibuk menaikkan citra Jokowi sebagai pemimpin yang merakyat karena menolak pengamanan ketat Paspampres dan juga menolak pembelian mobil Mercy sebagai mobil dinas menteri di masa jabatannya kelak (pake Esemka aja ya pak?) Maka dari itu apabila saat ini sedang disibukkan dengan prediksi siapa saja para menteri yang akan menjabat pada masa pemerintahan Jokowi-JK periode 2014-2019, maka saya tak akan heran apabila nama Surya Paloh tiba-tiba muncul sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) atau menjadi Juru Bicara Kepresidenan. Seperti kata pepatah "Patah tumbuh, Hilang berganti" maka ketika nama Harmoko seakan lenyap dari kancah politik Indonesia, muncullah seorang Surya Paloh sebagai reinkarnasi sosok yang selalu mengangkat citra penguasa di zamannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun