Mohon tunggu...
Djati Wibowo
Djati Wibowo Mohon Tunggu... -

Alumni FISIP UI, a timpanist, part time lecturer.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berlebaran di Saigon....

3 September 2012   19:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:57 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul diatas, akan nampak too obvious, sehingga para pembaca akan sangat mudah menebak kemana kira-kira arah tulisan ini... Namun bagi saya yang mengalami langsung, walau agak lebay kedengarannya, adalah suatu peristiwa yang luar biasa... bahkan bagi para pelancong, back-packers, atau mereka yang kebetulan berada di luar negeri untuk urusan tugas sekalipun. Alasan mengapa saya tulis judul diatas sebenernya berhubungan erat dengan profesi 'sampingan yang utama' yakni sebagai musisi, yang terlibat dalam rangkaian pergelaran musik di gereja-gereja yang ada di Ho Chi Minh City, Vietnam. Menjadi seorang musisi, tepatnya pemain timpani dan perkusi untuk sebuah orkestra, adalah penjelmaan yang saya jalankan hampir 20th disela2 kesibukan lainnya sebagai karyawan 9 to 5 di sebuah perusahaan swasta... Adapun saya bersama rombongan orkestra dan choir Voice of Joy, berada di Saigon mulai tanggal 13-20 Agustus, atau hanya seminggu sebelum Hari Raya yang jatuh pada tanggal 19 Agustus. Beberapa hal yang boleh dibilang menjadi pengalaman spiritual bagi saya, adalah: pertama, saya lahir di Hanoi. Ayah saya dahulu pernah bekerja di KBRI Hanoi. Jadi, jika saya berpuasa dan berlebaran di negeri orang, apalagi negeri kelahiran, -walaupun bukan kota kelahiran, sungguh menjadi hal yang luar biasa. Kedua, masih di bulan kelahiran saya, Agustus, yakni bulan ke 8. Saya lahir di hari ke 8. Di usia ke 44, 4+4 = 8 nampaknya angka ini selalu mengitari hidup saya, apalagi kalau boleh disebutkan juga, saya lulusan SMA Negeri 8 Jakarta ;) Hal ketiga, ini adalah lebaran pertama tanpa ayahanda. Sehari sebelum dimulainya puasa bulan Ramadhan, tgl 20 Juli, ayah saya berpulang ke Rahmatullah. Di hari pertama puasa, kami menguburkan jenazahnya. Plus tentunya di tahun ini adalah ulang tahun pertama tanpa kehadiran ayah. Saya merasa tentu ada hikmah dibalik semua ini. Saya tergabung dalam kelompok orkestra yang mengkhususkan diri pada repertoire gerejawi, artinya musik dan lagu berisikan pujian-pujian dan ibadah bagi umat Kristiani. Saya muslim satu-satu nya di kelompok ini. Bisa dibayangkan apa yang saya alami di negeri yang bukan mayoritas muslim, dan saya harus menjalankan ibadah puasa yang hanya tersisa seminggu lagi. Waktu imsak dan berbuka sedikit berbeda dan agak lebih lama, walaupun zona waktu Jakarta dan Ho Chi Minh City tidak ada perbedaan. Walaupun saya berbeda keyakinan dengan yang lainnya, mereka sangat toleran sekali dan mengerti akan keadaan saya yang sedang menjalankan ibadah puasa. Orkes tempat saya bergabung ini tentunya bermain di gereja. Mungkin ada yg bertanya-tanya apakah berpengaruh terhadap keyakinan saya sebagai seorang Muslim? Jawabnya Insya Allah tidak. Walaupun sebenarnya urusan ibadah seseorang dengan Tuhannya adalah urusan pribadi masing-masing, tapi bagi saya sendiri, musik adalah musik. Dia muncul sebagai proses yang terbentuk dari logika yang teratur, secara nalar dan dengan hasil yang penuh estetika. Rasa, Rasio dan Religi (keyakinan). Dalam konteks religi, musik dipakai sebagai sarana mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta. Dia memiliki arti khusus. Dalam konteks rasa, kita akan menilai musik sebagai satu karya yang indah. Saya pernah berbincang-bincang dalam satu kesempatan dengan Sam Bimbo. Beliau menyebut Silent Night, atau Malam Kudus sebagai lagu favoritnya, yang baginya sangat indah dan syahdu secara melodi dan harmoni. Bagi umat Kristen dan Katolik, tentu memiliki makna religi yang sangat kuat. Ya, tidak mengapa memang demikian adanya. Pak Sam bahkan bercerita juga bahwa lagunya yg berjudul "Tuhan" (tentu sangat legendaris karena kita semua mengenalnya), dijadikan sebagai lagu wajib pada Lomba Paduan Suara Gereja se Jawa Barat (CMIIW). Sebuah lagu tentang Tuhan yang universal yang tidak dibatasi sekat2 agama... Saya kira ini bagus sekali. Saya masih ingat beliau bercerita sangat takjub dan terharu ketika beberapa anggota pengurus gereja menemuinya dan meminta izin untuk menggunakan lagu ciptaannya sebagai lagu wajib perlombaan tsb. [caption id="attachment_205831" align="alignleft" width="300" caption="Voice of Joy berfoto bersama jajaran KJRI setelah Upacara "][/caption] OK kembali ke kegiatan VOJ di Saigon. Kami bahkan berpartisipasi pada Peringatan Hari Kemerdekaan ke 67 Republik Indonesia di KJRI Ho Chi Minh City. Membawakan beberapa lagu nasional dan perjuangan pada hari kemerdekaan, di negeri orang, juga merupakan pengalaman tersendiri. Saya teringat beberapa foto yang orang tua pernah miliki, upacara serupa HUT Kemerdekaan ke 25 RI di Hanoi, dimana saya berada dalam gendongan ayah saya. Walau tidak ingat persis bagaimana kejadian tersebut, karena saya baru berumur 2 tahun, tapi ada satu perasaan deja vu dan kangen sama Bapak yang sudah tiada. Melihat prosesi upacara bendera, jadi berpikir inilah yang kira-kira ayah saya lakukan ketika menjadi home staff di KBRI Hanoi. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, kapan saya terakhir mengikuti upacara bendera? mungkin di masa SMA.... :) [caption id="attachment_203824" align="alignright" width="226" caption="Saya & orang tua pada HUT ke 25 RI di KBRI Hanoi"]

1346731392741997986
1346731392741997986
[/caption] Rangkaian demi rangkaian Upacara Peringatan berjalan. Ada rasa haru ketika sang saka Merah Putih dikibarkan dengan iringan Indonesia Raya. Walau sempat berpikir dalam hati, seharusnya dari dulu bangsa ini sudah merdeka dalam arti yang sesungguhnya, bukan sekadar seremonial saja. Keterlibatan kami di KJRI tentu saja membuat jalinan networking saya semakin baik dengan jajaran pejabat perwakilan tsb, khusus nya Pak Konjen Bambang Tarsanto, yang ketika Shalat Ied 2 hari kemudian, kita bertemu kembali. Atas kebaikan dan perkenan beliau, saya diajak ke kediaman dan menikmati hidangan khas lebaran, lontong opor ayam, sambel goreng ati dsb... Lengkap rasanya kali ini berlebaran, bisa berpuasa penuh 30 hari, di negeri orang sekalipun... Tapi sejenak suasana hati saya hening tiba-tiba ketika menerima kiriman lewat BlackBerry... adik saya mengirimkan foto dari tanah air, semua berkumpul bersama Ibu (minus ayah tentunya).... Saya coba mengambil hikmah ini ditengah kesendirian saya.... benar2 seperti terlahir kembali, sendiri...., ingin rasanya mengenal lebih jauh negara tempat saya lahir ini, lebih jauh lagi Hanoi tentunya. Bukan sekadar nostalgia tapi lebih dari itu. Terima kasih Ya Allah SWT atas perkenanMu mengirimku kembali ke Vietnam, terima kasih VOJ dan terima kasih kepada Konsul Jenderal RI di Saigon, Bpk Bambang Tarsanto.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun