Sekawanan sapi sibuk bercanda dengan beberapa ekor jalak yang mematuk matuk di pundaknya. Tergambar jelas lekuk tulang punggungnya menggelombang seperti barisan bukit yang memeleh cahaya mentari yang menyingsing di baliknya. Semerbak bauh tanah mengendus di cela-cela rerumputan yang tumbuh segar setelah semalaman di guyur hujan. Tak ada debuh yang berterbangan seperti biasanya,kala musim kering hebat mengarungi medio July hingga September. Gugusan awan putih tipis berarak pelan menumpuk pada segumpalan awan hitam di puncak Mutis yang tak terlihat lagi. Pada sebatang pohon Pahlawan yang tumbuh kokoh nan rindang,Lukas duduk bersandar merenung memandang bentangan padang rumput yang tumbuh subur. Di tangannya ada sebatang rokok dari lintingan daun Lontar dan tembakau kasar yang dipanennya dari pohon-pohon tembakau yang tumbuh di sekeliling pekarangan rumahnya.
“ Woi Lukas,Lu ni kenapa diam saja. Mengelamun apa Lukas?”
Tiba-tiba saja seorang pria seumuran Lukas menghampirinya sambil menepuk pundaknya. Jose namanya. Jose adalah sahabat karib Lukas. Keduanya adalah penggembala sapi yang diwariskan oleh ayah mereka.
“ Ah Jose,Beta sementara menghayal mau jadi saudagar kaya ni kawan.” Jawab Lukas sambil melirik ke segerombolan sapi miliknya.
“ Aduh Lukas. Jangan mimpi kawan. Katong pilihara sapi ini palingan nanti habis juga buat katong sendiri. Kalau seandainya bisa jadi kaya nah besong semua sekarang sonde ada di tempat ini lagi toh kawan. Hehehe.”
“ Eh Jose,Beta dengar ada yang mau angkat Lu punya sapi ko? Berapa ekor Jose?” Lukas menyela pembicaraan.
“ Dua Puluh ekor kawan. Beta punya kandang sapi langsung sepi kawan.” Jawab Jose dengan nada sedikit menggerutu.
“ Bagus toh kawan. Lu untung banyak e kawan. Bagi-bagi dulu toh rezekinya. Hehehe” Lukas tertawa sedikit menggoda sahabatnya Jose yang mengkeruti dahinya.
“ Ah sonde bisa kawan. Sapi-sapi yang Beta pilihara itu kemarin diambil buat belis Beta punya saudara kawan. Gratis.”
Keduanya terhening. Sementara sepoi-sepoi angin menyapu pelan dedeunan kering pada pohon pahlawan hingga berguguran jatuh ke tanah satu per satu. Tampak langit di atas kepala mereka telah menjadi gelap dan gerimis kecil mulai berjatuhan dari langit. Di hadapan mereka bianglala membujur melengkung di kaki barisan bukit-bukit yang mulai kabur dipandang mata. Sungguh pemandangan indah dipertontonkan alam yang elok permai di pagi itu.