Ekaristi adalah “misteri iman” yang bagi kita mustahil untuk bisa kita mengerti dan pahami sepenuhnya. Namun demikian bukan berarti kita tidak perlu belajar, membaca, dan melakukan meditasi dan berdoa atas “misteri” tersebut (Timothy M. Dolan, Uskup Agung Milwaukee, USA, Juli 2004).
Salah satu kunci untuk memahami Misa dengan ritual-ritual dan doa-doanya adalah Kitab Suci. Dalam buku ini jika dibaca dengan penuh pemahaman akan terkristalisasi bahwa seluruh Misa diwarnai oleh rujukan Kitab Suci. Jiwa yang termaktub dalam Sabda Allah di dalam Kitab Suci memang tidak serta-merta bisa membantu pemahaman kita atas Misa atau Ekaristi, namun demikian Kitab Suci telah mengundang kita melaui doa, tanda-tanda, dan ritual dalam Misa. Nyala lilin dan dupa, berdiri dan berlutut, ungkapan-ungkapan seperti “Tuhan bersamamu,” dan “Madah Kemuliaan” — semuanya ini berasal dari Kitab Suci, apakah ia merupakan sebuah kutipan langsung atau merupakan gema dari pasal-pasal Kitab Suci atau mengambil dari cerita-cerita dan peristiwa-peristiwa Kitab Suci. Memahami latar belakang doa-doa dan ritual-ritual dari Misa secara biblis dapat memberi penerangan bagi kita atas apa yang sebenarnya terjadi di dalam Liturgi. Dan pada gilirannya kemudian, ia akan semakin memberdayakan keikutsertaan kita di dalam Liturgi dan dengan demikian akan memungkinkan kita masuk lebih dalam lagi kepada misteri Misa (Edward Sri, A Biblical Walk Through The Mass : Understanding What We Say And Do In The Liturgy, Ascencion Press, 2011, p-3).
Salah satu contoh misalnya, doa “Madah Kemuliaan,” yang merupakan gema lagu para malaikat di Betlehem pada hari Natal pertama, ketika para malaikat itu bernyanyi menyambut kedatangan bayi Yesus kira-kira 2000 tahun lalu. Sama halnya dengan kita bersiap menyambut Tuhan Yesus di altar dalam Ekaristi ketika kita bernyanyi atau mendaraskan doa Madah Kemuliaan pada Misa di hari Minggu. Begitu pula ketika imam membasuh tangannya sebelum Doa Persembahan, hal ini mengingatkan kita akan ritual yang sama yang dilakukan para imam Perjanjian Lama sebelum memasuki hadirat Allah di altar kenisah. Ketika kita menyaksikan seremonial pembasuhan tangan di Misa, kita hendaknya takjub, mengingat dari perspektif Kitab Suci, hal itu merupakan tanda bahwa imam mendekati hadirat suci Allah dan akan mempersembahkan pengurbanan yang paling sakral sebagaimana Kristus mengurbankan diri-Nya di kayu salib yang dihadirkan kembali di dalam Ekaristi melalui imam.
Itulah misteri dan keagungan Misa. Dari jaman para rasul, Misa telah menjadi pusat ibadat Kristiani. Karena Misa tidak kurang dari perayaan Ekaristi yang Yesus selenggarakan pada Perjamuan Terakhir, ketika Ia memerintahkan para murid-Nya, “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku” (lihat Luk. 22:19).
Seluruh peristiwa yang terjadi di dalam Misa tidak mungkin untuk diringkas dalam satu atau dua kalimat singkat, karena keseluruhan misteri penebusan terjalin dengan liturgi Ekaristi. Ada tiga aspek yang harus kita mengerti agar kita bisa memahami — kendati tidak mungkin menyeluruh — misteri dan keagungan Misa : 1) Ekaristi sebagai peringatan akan pengurbanan Yesus di kayu salib, 2) Ekaristi sebagai kehadiran nyata Yesus, 3) Ekaristi sebagai kebersatuan kudus dengan Tuhan.
Misa Sebagai Kurban
Ketika saya masih kecil, ayah dan ibu saya jika mengajak anak-anaknya ke gereja kerap menggunakan kalimat seperti ini : “Ayo anak-anak segera tidur, kita besok bangun lebih pagi untuk ikut Kurban Misa pukul tujuh.” Istilah Kurban Misa dewasa ini sudah jarang kita dengar. Umat Katolik sekarang lebih sering menggunakan ungkapan Misa atau Perayaan Misa dan Ekaristi atau Perayaan Ekaristi. Betul bahwa perayaan Ekaristi kerap disebut dengan Kurban Suci Misa. Namun sejatinya dalam pengertian apa Misa dikatakan sebagai kurban? Untuk menjawab pertanyaan ini tidaklah mudah. Umat Katolik tidak datang ke Misa seperti orang Yahudi kuno yang pergi ke kenisah atau sinagoga dengan membawa binatang ke altar untuk disembelih, dipotong-potong, dibakar, dan dipersembahkan kepada Allah oleh seorang imam. Kurban yang terjadi di dalam Misa bukanlah kurban sapi, domba, atau kambing. Namun demikian di dalam Misa terjadi kurban yang sesungguhnya — kurban Yesus Kristus, Putra Allah, yang melalui kematian-Nya di kayu salib mengurbankan diri-Nya sebagai persembahan utuh kepada Bapa guna menghapus dosa-dosa dunia. Dosa kita semua, anak-anak turunan Adam yang sudah diusir dari Taman Firdaus akibat mangkir dari perintah Allah. Menurut ajaran Katolik, Misa tidak hanya sekadar mengenang atau simbol wafat Yesus di kayu salib. Misa secara sakramental menghadirkan kurban penebusan Kristus di Kalvari, sehingga kuasa penebusan itu menjadi kekuatan kita dalam mengarungi kehidupan kita sebagai pengikut Kristus. Sebagaimana Katekismus Gereja Katolik ajarkan : “Dalam kurban ilahi ini, yang dilaksanakan di dalam Misa, Kristus yang sama itu hadir dan dikurbankan secara tidak berdarah … yang mengurbankan diri sendiri di kayu salib secara berdarah satu kali untuk selama-lamanya” (KGK 1367).
Satu hal penting yang harus kita catat adalah bagaimana bahasa yang dipergunakan Yesus ketika berbicara tentang tubuh dan darah-Nya dengan memberi penekanan pada kata kurban atau pengurbanan. Ia mengatakan tubuh-Nya akan dikurbankan dan darah-Nya akan ditumpahkan. Hal ini mengingatkan kita akan ritual pengurbanan Yahudi di mana tubuh binatang disembelih dan darahnya ditumpahkan sebagai kurban. Dengan demikian, Yesus, pada Perjamuan Terakhir sudah mengantisipasi pengurbanan diri-Nya di kayu salib ketika Ia merujuk pada tubuh dan darah-Nya yang sedang dikurbankan seperti seekor domba Paskah yang tengah disembelih.
Hal penting lainnya adalah kata memorial, kenangan, atau peringatan. Dalam Kitab Suci memorial, kenangan atau peringatan itu bukan sekadar mengenang peris-tiwa lampau. Kata-kata itu mengandung pengertian bahwa peristiwa-peristiwa di masa lampau yang dikenang atau diperingati itu dihadirkan kembali. Oleh karena itu, ketika Yesus berkata, “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku,” Ia sedang memerintahkan para murid-Nya untuk menghadirkan — sebuah kenangan biblis persembahan kurban tubuh dan darah-Nya pada Perjamuan Terakhir. Betul bahwa ketika Yesus berbicara mengenai tubuh dan darah-Nya pada Perjamuan Terakhir adalah tubuh dan darah-Nya yang dikurbankan di Kalvari dan hal ini yang dihadirkan kembali di dalam Misa.
Kehadiran Nyata Kristus
Aspek kedua Ekaristi adalah bahwa Ekaristi itu menyajikan kehadiran nyata Yesus. Ajaran-ajaran Gereja Katolik mengatakan bahwa kendati Kristus hadir di te-ngah umatnya melalui banyak cara — orang miskin, Sabda-Nya, sakramen-sakramen, serta dalam doa dua atau tiga orang yang berkumpul atas nama-Nya — namun Ia secara istimewa hadir di dalam Ekaristi. Sebab di dalam Ekaristi itu tubuh, darah, jiwa, dan ke-Allah-an Yesus secara substansi hadir. Melalui Ekaristi, “Kristus, Allah dan manusia, membuat diri-Nya secara utuh dan penuh hadir (Konsili Trente DS 1651).
Ekaristi bukan sekadar simbol Yesus. Bukan pula Kristus hadir secara rohani melalui cara yang tersamar di dalam roti dan anggur. Pada Perjamuan Terakhir, Yesus mengambil roti dan anggur dan berkata, “Ini Tubuh-Ku… Ini piala Darah-Ku…” Tidak seperti umat Kristiani lainnya yang memandang Ekaristi hanya sebagai simbol suci atau “kenangan” akan Kristus. Gereja Katolik mengimani ketika imam di dalam Misa mengucapkan kata-kata Yesus pada waktu konsekrasi, roti dan anggur di altar berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Santo Yohanes Krisostomus menjelaskan : “Bukan manusia yang menyebabkan bahwa bahan persembahan menjadi tubuh dan darah Kristus, melainkan Kristus sendiri yang telah disalibkan untuk kita. Imam yang mewakili Kristus, mengucapkan kata-kata ini, tetapi daya kerjanya dan rahmat datang dari Allah. Inilah tubuh-Ku, demikian ia berkata. Kata-kata ini mengubah bahan persembahan itu.”
Datanglah Imanuel
Salah satu gelar biblis Yesus adalah “Imanuel,” yang mengandung makna “Allah beserta kita” (Mat 1:23). Yesus adalah Putra Allah yang menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Dan karena begitu rindunya Ia untuk tetap tinggal bersama dengan kita maka Ia memberikan hadiah istimewa berupa kehadiran diri-Nya secara sakramen di dalam Ekaristi. Yesus dengan demikian tetap menjadi Imanuel — Allah beserta kita — di setiap Misa yang dirayakan di seluruh dunia. Kita hendaknya tidak menafikan hadiah istimewa Yesus ini dengan sia-sia. Peristiwa yang paling menakjubkan di alam semesta ter-jadi pada setiap Misa : Putra Allah sendiri datang di altar kita dan tinggal di tengah-tengah kita!
Ambillah dan Makanlah : Komuni Kudus
Tuhan menyampaikan kepada kita suatu undangan yang sangat mendesak, supaya menyambut Dia dalam Sakramen Ekaristi. “Aku berkata kepadamu, sesungguh-nya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu” (Yoh 6:53).
Guna menjawab undangan ini, kita harus mem-persiapkan diri untuk momen yang begitu agung dan kudus. Santo Paulus mengajak supaya kita mengadakan pemeriksaan batin: “barangsiapa dengan cara tidak layak makan roti dan minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1 Kor 11:27-29).
Perjanjian Baru mengungkap Yesus menjadi domba Paskah yang dikurbankan di Kalvari karena dosa-dosa kita (lihat 1 Kor 5:7-8; 1 Pet 1:19; Why 5:6). Tetapi, di dalam perayaan Paskah, sebagaimana ritual pengurbanan Yahudi tidak cukup hanya menyembelih binatang domba saja. Memakan domba kurban bersama adalah bagian penting dari perayaan Paskah tersebut (lihat Kel 12:8-12). Setelah pengurbanan akan diikuti dengan acara makan bersama (perjamuan bersama) yang melambangkan perjanjian persatuan (persekutuan) yang dimeteraikan antara bangsa Israel dan Allah. Hal ini mengandung implikasi penting guna memahami komuni di dalam Ekaristi. Jika Yesus adalah anak domba Paskah baru yang telah dikurbankan untuk dosa-dosa kita, maka hal ini akan menjadi selaras jika kemudian diselenggarakan suatu perjamuan bersama yang menyertai pengorbanan Yesus di kayu salib — perjamuan yang di dalamnya kita ikut ambil bagian adalah pengurbanan Anak Domba Allah yang sesungguhnya, yakni Yesus Kristus sendiri. Hal ini dipertegas lagi oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus yang merefleksikan pentingnya pengurbanan dan persekutuan bagi orang Yahudi. Santo Paulus berkata :”Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. Karena itu marilah kita rayakan” (1 Kor 5:7-8). Perhatikan bagaimana pengurbanan Kristus dimengerti yang pada gilirannya kemudian bermuara kepada perayaan perjamuan. Dalam diskursus berikutnya Santo Paulus memahami bahwa perayaan perjamuan itu sebagai Ekaristi. Misalnya dalam suratnya kepada jemaat Korintus ia menggambarkan kebersatuan yang sempurna yang terbangun melalui ambil bagian dalam Tubuh dan Darah Kristus : “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1 Kor 10:16-17).
Link penting mengenai Buku "Mengungkap Misteri & Rahasia Misa Katolik."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H