Anak dan remaja merupakan kelompok yang besar dalam masyarakat. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2005 jumlah anak dan remaja usia 0-14 tahun mencapai 63,5 juta orang dari 218 juta keseluruhan jumlah penduduk Indonesia.
Ini berarti jumlah anak dan remaja di Indonesia mencapai 29,1 % dari jumlah keseluruhan penduduk di Indonesia. Dengan jumlah yang sedemikian besar ini tentulah anak dan remaja tidak bisa diabaikan begitu saja dalam gerak kehidupan Gereja dan masyarakat.Â
Kehadiran mereka di tengah Gereja dan masyarakat perlu mendapat perhatian, terutama berkaitan dengan proses pengembangan diri yang sedang mereka jalani. Maka, hal yang paling penting untuk diperhatikan bersama yakni Tantangan Zaman. Anak dan remaja seringkali dipandang sebagai harapan bagi bangsa. Mereka menjadi tumpuan Gereja di masa depan.Â
Mereka sedang dalam proses perkembangan. Mereka sedang membangun identitias diri. Perkembangan zaman memberikan tantangan yang tidak sedikit bagi perkembangan anak dan remaja. Beberapa persoalan masa sekarang yang ikut mempengaruhi perkembangan anak dan remaja antara lain yakni sebagai Dampak negatif kemajuan teknologi.Â
Kemajuan teknologi yang dimotori oleh media komunikasi mempunyai pengaruh yang besar pada perkembangan anak. Di satu pihak berkembangnya media komunikasi memberikan banyak peluang untuk pengembangan anak dan remaja, seperti kemudahan untuk mengakses data yang diperlukan untuk belajar.Â
Di lain pihak media komunikasi menghadirkan arus-arus baru pada anak dan remaja, seperti konsumerisme, hedonisme dan materialisme. Hadirnya media komunikasi seringkali juga berakibat pada kurang personalnya relasi anak dan orang-tua, ataupun anak dan remaja menjadi terlalu sibuk dengan dirinya sendiri.Â
Pada saat seperti ini komunikasi personal yang ditandai dengan perjumpaan digantikan dengan komunikasi melalui media yang lebih mementingkan efektivitas daripada sisi personal.
Ada pulula Norma ganda. Artinya, Â Anak dan remaja melihat orang-orang dewasa, terutama orang-tua mereka, sebagai figur yang pantas dicontoh. Perkembangan dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri disertai pula pergeseran dari masyarakat kolektif ke masyarakat individual. Nilai-nilai budaya kolektif yang menjadi norma dalam kehidupan bersama seringkali tidak dapat diwujudkan dalam hidup sehari-hari.Â
Tradisi leluhur menanamkan semangat toleransi, tetapi yang terjadi dalam masyarakat adalah kekerasan, tradisi leluhur menjunjung kejujuran, tetapi korupsi merajalela. Namun, di hadapan anak, orang-tua selalu menekankan perlunya mempertahankan nilai-nilai luhur yang diwariskan dari tradisi. Akibatnya anak berhadapan dengan orang-tua yang mengenakan norma ganda, menuntut anak untuk melakukan sesuatu yang mereka sendiri tidak mampu melakukannya.Â
Perkembangan dunia modern menuntut anak dan remaja mampu hidup secara mandiri, mampu membuat pilihan-pilihan sendiri, tetapi pendidikan yang diterima melalui keluarga dan masyarakat masih menekankan kontrol eksternal, serta kurang memberi kesempatan pada anak dan remaja untuk belajar memilih dan mempertanggungjawabkan pilihannya.Â
Nah, dari sinilah terjadi Pergeseran fungsi sekolah. Para tokoh pendidikan bangsa Indonesia seperti Rm. F. Van Lith, SJ., Ki Hadjar Dewantara, K.H.A. Dahlan mencita-citakan lembaga pendidikan berfungsi sebagai upaya pencerdasan, pemanusiaan dan transformasi sosial. Dengan pemikiran semacam itu, lembaga pendidikan menumbuhkan tokoh-tokoh pemikir dan pemimpin yang berpengaruh bagi bangsa. Namun, perkembangan zaman membuat peran sekolah lebih dikaitkan dengan upaya untuk menyiapkan tenaga kerja siap pakai. Lembaga pendidikan zaman sekarang lebih mementingkan kompetensi dan ketrampilan kerja daripada pengembangan pribadi yang utuh.Â