Dulu ketika saya muda, saya punya atasan yang sepertinya dibenci semua orang di kantor itu. Siapa pun yang dipanggil masuk ke ruangannya, pasti dimarahi.
Ketika saya dipanggil ke ruangannya, ia mengatakan, "Kalau tidak ada yang harus saya marahkan, anda tidak akan saya panggil ke ruangan saya..."
Saat itu, suasana kerja di kantor itu sangatlah tegang. Mereka berusaha untuk menghindari bertemu boss. Kalau pun bertemu, mereka akan senyum kecut, senyum formal, senyum yang dipaksakan. Motivasi menurun, dan kinerja kantor itu juga menurun.
Para peneliti amat tertarik untuk melihat seberapa besar pengaruh pemimpin yang merusak (destructive leadership) ini terhadap motivasi dan perilaku karyawannya.
Dalam penelitian terbaru, Â Quangyen Tran dan kawan-kawan meneliti pengaruh Destructive Leadership itu terhadap para karyawan. Mengambil penelitian di Vietnam dan melibatkan 323 karyawan dari 243 perusahaan pemerintah dan swasta, mereka memperoleh beberapa kesimpulan menarik.
Penelitian itu mereka muat pada  Journal of Applied Sciences 14.19 (2014).
Dari penelitian mereka ternyata terbukti bahwa destructive leadership berhubungan dengan loyalitas karyawan yang rendah, suara negatif dan ketidakpedulian terhadap organisasi.
Para bawahan melaporkan bahwa para atasan langsungnya menunjukkan perilaku destructive leadership yang sering dan konsisten dalam lima tahun terakhir.
Akibat yang ditimbulkan sudah jelas, karyawan tidak termovitasi, merasa tidak nyaman bekerja dan berbagai taktik yang menunjukkan mereka tidak peduli kepada organisasi
Menyadari hal ini, organisasi mestinya sadar bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku merusak dari pemimpin dan perilaku negatif dari karyawan. Oleh karenanya, organisasi harus menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, atasan harus menyadari bahwa perilaku mereka yang merusak sangatlah mempengaruhi semangat dan kinerja para bawahan.
Salam Kepemimpinan...