Masih segar dalam ingatan kita ketika Perdana Menteri Australia Tony Abbot mengungkit bantuan yang pernah disalurkan saat Tsumami Aceh pada 2004 tahun silam. Tony Abbot intinya ingin mengatakan sudah saatnya Indonesia membalas jasa baik Australia tersebut dengan tidak melaksanakan eksekusi mati terhadap dua orang warga Australia, pelaku Bandar narkoba internasional, yang dikenal dengan julukan “Bali Nine” dalam waktu dekat ini.
Saat itu kita begitu marah dan langsung bereaksi menanggapi pernyataan Tony Abbot. Berbagai elemen bangsa di seluruh penjuru nusantara seperti; Ormas Islam, Organisasi Kemahasiswaan, Oranisasi Kepemudaan, Tokoh Agama, Politisi, mengkampanyekan pengumpulan koin untuk Australia. Tentu saja kumpulan koin itu dimaksudkan untuk mengembalikan bantuan yang pernah diberikan Australia untuk Tsunami Aceh. Sungguh luar biasa, ternyata semangat kita sebagai bangsa yang terhormat dan tidak bisa dilecehkan oleh bangsa lain masih gegap gempita.
Aksi atau kampanye penggalangan koin pun dilakukan yang dilalukan di berbagai sudut, ada yang di ruas jalan, di pusat kota, di kampus, bahkan ada juga yang membuat posko-posko khusus “Koin untuk Australia”. Warga masyarakat juga menyambut positif dan antusias, ada yang menyumbang banyak koin, uang kertas, bahkan ada menyumbang cincin emas. Social Media juga seolah tidak mau ketinggalan, hastag #coinforaustralia, #koinuntukaustralia bergema dan menjadi trending. Sekali lagi, sungguh luar biasa energi untuk sebuah harga diri suatu bangsa. [caption id="attachment_371443" align="aligncenter" width="528" caption="http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150222_koin_untuk_australia"][/caption]
Namun, penumpang gelap selalu tidak mau ketinggalan dalam setiap perhelatan. Mereka selalu saja bisa melihat peluang dalam tiap kali kesempatan. Hari Sabtu, tepatnya 28 Februari 2015 lalu, saya melihat oknum yang memakai jas almater, seolah mereka adalah mahasiswa, dengan bermodalkan kotak kardus bertuliskan #coinforaustralia mengumpulkan koin di pertigaan traffict light di daerah bekasi. Insting saya mengatakan aksi itu hanya menggunakan issu coin for australia untuk kantong sendiri. Ini memang masih insting saya, tapi modus seperti ini sudah sering saya perhatikan, biasanya sering terjadi perempatan Jalan Salemba, dekat UI Salemba. Jika beraksi di daerah salemba, mereka menggunakan jas kuning, seolah-olah mahasiswa UI, tapi dari penampilannya sama sekali tidak meyakinkan. Mereka selalu menggunakan issu donasi sosial sebagai kedok untuk cari keuntungan.
Pikiran saya menerawang kemana-mana setelah melihat ulah penumpang gelap tersebut. Saya berpikir penumpang gelap itu ada dimana-mana, ada di elit-elit politik kita yang kelihatannya terhormat, ada di aparat hukum yang kelihatannya mulia, bahkan ada di tempat-tempat yang mungkin kita anggap sebagai tempat yang paling suci sekalipun, seperti mesjid, gereja, dan lain-lain. Mereka memang bermain sangat cerdik dengan menggunakan issu yang sedang booming. Kewaspadaan kita lah yang harus tetap terjaga dengan baik agar kita tidak terperdaya. Barangkali tepat filosofi jawa yang selalu mengingatkan “eling lan waspodo”. Wallohu a’lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H