Malam itu dihiasi dengan bintang-bintang yang begitu terang. Theys sedang duduk di para-para samping rumahnya di Sentani, sambil memandang indahnya danau Sentani yang memantulkan sinar bulan. Angin malam berhembus sejuk, membelai tubuh sang pejuang bangsa Papua. Di tangannya tergenggam sehelai bendera yang diperjuangkannya.
"Theys, ko yakin mau tetap berjalan di jalan ini?" tanya Enoch, sahabatnya. Suaranya begitu rendah sampai terdengar seperti orang berbisik yang seolah-olah takut terdengar orang lain.
Sambil menatap bintang-bintang di langit, Theys menjawab Enoch.
"Sa tidak pernah ragu untuk berjalan di jalan ini, Enoch. Soalnya ini bukan hanya perkara tong pu tanah atau bendera. Ini tentang tong pu harga diri, orang Papua pu harga diri sebagai manusia."
"Tapi ko tau to? Kalau nanti, pasti "dong" akan kejar tong terus?" ucap Enoch dengan khawatir. "Theys, kitong ni cuman sedikit. Ko yakin tong bisa lawan dong?"
Theys mengehela napas panjang. "Enoch, sejarah itu bukan diukir sama orang-orang panakut. Tidak semua hal harus dilawan dengan senjata dan kekerasan, Enoch." ucap Theys. "Ini dan ini, itu yang tong pakai buat lawan dong." ucap Theys sambil menunjuk hati dan kepalanya.
Malam itu juga, di rumah sederhana milik seorang pemimpin adat di tepi danau Sentani, Theys dan para petinggi dan pemimpin adat yang lain berkumpul. Dibawah lampu lentera, mereka berdiskusi tentang aksi yang akan mereka lakukan dan mimpi utama mereka, mimpi tentang Papua yang merdeka dan bebas, Papua yang bisa berdiri diatas kakinya sendiri, tanpa terkekang dan tertekan oleh siapa pun lagi.
"Sa mengerti kalau ini memang demi kita. Tapi kita juga harus hati-hati. Jalan dan aksi ini tu berbahaya, banyak tong pu orang-orang dulu yang su coba, namun akhirnya semua dihancurkan." Ujar seorang pemimpin adat.
Sambil mengangguk, Theys menjawab. "Iyo Bapa, sa juga tau akan resiko yang akan menanti kita apalagi saya. Tapi Bapa, kalau bukan kitong? Siapa lagi? Dan kalau bukan sekarang kita bertindak? Kapan lagi? Bapa, kalo tong tidak bertindak dan bersuara sekarang, tong pu pergerakan dan suara akan sirna, hilang Bapa."
Malam itu, para pemimpin adat yang lain pun hanya bisa mendengarkan ketika mereka tahu bahwa tekad Theys sudah bulat.
Puncak perjuangan itu datang pada suatu hari yang bersejarah. Mulai dari tanggal 30 Mei hingga 4 Juni tahun 2000 Theys memimpin sebuah kongres rakyat Papua, disana pada akhirnya rakyat Papua dapat mengibarkan bendera Bintang Kejora dan lagu kebangsaan bangsa Papua yang adalah simbol harapan rakyat Papua. Ribuan orang berkumpul, menyanyikan lagu-lagu adat, memukul tifa, dan menari di bawah langit biru.
Suasana hari itu sangatlah gembira.
Walaupun didalam keadaan gembira itu, mereka tahu benar bahwa tindakan itu akan memancing kemarahan para pihak sebelah. Beberapa hari kemudian, pasukan bersenjata datang. Rumah-rumah diperiksa, orang-orang diintimidasi, dan ancaman terus berdatangan.