Bias gender adalah kecenderungan untuk memihak atau merugikan salah satu jenis kelamin daripada yang lain. Hal ini dapat mengakibatkan diskriminasi dan ketidakadilan gender. Bias gender dapat muncul dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam media online.
Media online adalah sarana informasi dan komunikasi yang menggunakan internet sebagai platformnya. Contohnya adalah situs web, media sosial, blog, podcast, dan lain sebagainya. Peran media online sangat penting dalam membentuk opini publik, menyebarkan informasi, dan memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat. Namun, media online juga dapat menjadi sumber atau sarana penyebaran bias gender. Bias ini bisa muncul secara sadar atau tidak sadar. Misalnya, dalam pemberitaan yang lebih banyak memuat pandangan atau opini dari satu jenis kelamin daripada yang lain, atau dalam representasi yang stereotip tentang peran gender dalam suatu konten. Dampak dari bias gender dalam media online dapat sangat besar, karena media online memiliki jangkauan yang luas dan dapat memengaruhi banyak orang. Namun, media online juga dapat menjadi sumber atau sarana penyebaran bias gender, baik secara sadar maupun tidak sadar. Bias gender dalam media online dapat berupa :
- Ketidakseimbangan dalam representasi narasumber antara laki-laki dan perempuan. Penelitian dari lembaga riset pada tahun 2020 menunjukkan bahwa hanya 20% dari narasumber dalam berita online adalah perempuan, sementara 80% sisanya adalah laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa media online cenderung lebih banyak mengutip pendapat dan pandangan dari narasumber laki-laki, sehingga mengurangi keberagaman perspektif yang disampaikan.
- Penggunaan bahasa atau gambar yang stereotip atau merendahkan terhadap salah satu jenis kelamin. Media online sering menggunakan gambar atau bahasa yang menggambarkan perempuan sebagai objek seksual atau tidak berdaya. Sebagai contoh, sebuah artikel tentang karier seorang wanita bisnis dapat disertai dengan gambar yang menekankan penampilan fisiknya daripada keahliannya dalam bidang bisnis. Contohnya : Miris! Gadis Cantik 15 Tahun Diperkosa 11 Lelaki Bejat, Pelakunya Kades, Guru Hingga Oknum Brimob. Judul ini tidak hanya mengeksploitasi tubuh dan kematian korban, tetapi juga mengimplikasikan bahwa korban seolah-olah memancing para pelaku karena kecantikannya.
- Kurangnya representasi perempuan di balik layar. Meskipun ada narasumber perempuan yang diwawancarai, namun masih ada ketimpangan dalam peran perempuan di balik layar, seperti jurnalis, editor, dan produser. Hal ini dapat mengurangi keberagaman dalam pengambilan keputusan dan pandangan yang dihadirkan dalam konten media online. Menurut data International Women’s Media Foundation pada 2011, hanya 23 persen dari posisi-posisi kunci di media online di seluruh dunia yang diisi oleh perempuan4. Ini memengaruhi kurangnya representasi dan perhatian terhadap perempuan dalam media online, juga kurangnya kesempatan dan perlindungan bagi perempuan yang bekerja di media online.
Bias gender dalam media online memiliki dampak negatif yang signifikan, terutama bagi perempuan. Hal ini dapat memperkuat stereotip dan stigma yang ada, menghambat hak dan kesempatan perempuan, serta memicu kekerasan dan pelecehan terhadap mereka. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengurangi bias gender dalam media online, baik dari pihak media maupun masyarakat sebagai konsumen. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:
- Meningkatkan kesadaran dan keterampilan tentang isu-isu gender bagi para pelaku media online seperti jurnalis, editor, produser, dan pemimpin redaksi. Ini bisa dilakukan melalui pelatihan, diskusi, atau bimbingan tentang cara meliput dan menyajikan isu-isu gender secara sensitif, seimbang, dan berimbang.
- Mendorong keterlibatan dan pemberdayaan perempuan dalam media online sebagai narasumber, pembuat konten, pengelola, dan pemilik media. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan, dukungan, dan perlindungan yang sama bagi perempuan yang bekerja di media online, serta dengan menciptakan database atau jaringan narasumber perempuan yang kompeten dan beragam.
- Mengawasi dan mengkritisi konten media online yang bersifat bias gender, baik dari pihak internal maupun eksternal media. Ini dapat dilakukan dengan membentuk tim atau unit khusus yang bertugas untuk memeriksa dan mengevaluasi konten media online dari sudut pandang gender, serta memberikan sanksi atau teguran bagi media online yang melanggar kode etik atau standar profesionalisme dalam pemberitaan.
- Membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat sebagai konsumen media online untuk menolak dan melawan bias gender dalam media online. Ini bisa dilakukan dengan memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat tentang cara mengenali dan menghindari konten media online yang bersifat bias gender, serta memberikan respons atau umpan balik yang kritis dan konstruktif kepada media online yang bersangkutan.
Bias gender dalam media online adalah masalah serius yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang terlibat. Media online memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang akurat, objektif, dan berimbang, serta menghormati hak dan martabat semua jenis kelamin. Masyarakat juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi berkualitas, relevan, dan bermanfaat, serta berpartisipasi secara aktif dan kritis dalam media online. Dengan demikian, media online dapat menjadi media yang inklusif, demokratis, dan berkeadilan gender.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI