Salam untuk semua...
 Ahli Gatot S. Lawrence pada persidangan yang lalu memberi pernyataan menarik dan refklektif bahwa seharusnya tidak sampai terjadi beda pendapat tajam antara ahli yang satu dengan yang lain dalam pengungkapan kasus kematian mirna. Pernyataan reflektif itu seharusnya ditangkap jelas oleh seluruh ahli yang sudah dan yang akan didengar di persidangan selanjutnya. Termasuk, tidak pantasnya ahli-ahli tersebut berdebat atau beropini selebihnya di media massa setelah selesai memberi keterangan karena masyarakat tidak semuanya memiliki kemampuan menyaring pendapat ahli-ahli tersebut secara baik, apalagi tidak berilmu atau berpendidikan sama dengan ahli.
Hak ahli tersebut menyampaikan tambahan keterangan di media massa namun hal tersebut sia-sia belaka dalam mencari kebenaran materiil di kasus ini. Jadi, moga-moga saja pernyataan reflektif tersebut dapat menunda ahli-ahli berpolemik atau menambah-nambah atau mengklarifikasi atau apapun namanya tentang pengetahuannya terkait kasus ini di media massa.Â
Untuk mendampingi pernyataan reflektif dari ahli Gatot S. lawrence tersebut, perlu diingat kembali bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 angka 28 KUHAP). Saat seseorang diajukan sebagai ahli di persidangan, yang dibutuhkan adalah dia sesuai keahliannya (khusus) menerangkan hal terkait keahliannya (khusus). Ahli patologi tidak menyatakan hal yang menjadi domain ahli dokter forensik, ataupun domain ahli toksikologi dan demikian selanjutnya.Â
Persoalannya adalah keahlian khusus tersebut bisa saja mengambil sebagian keahlian khusus lainnya seperti ahli patologi forensik yang menurut wikis sebagai berikut: Patologi forensik adalah cabang patologi berkaitan dengan penentuan penyebab kematian berdasarkan pemeriksaan atas mayat (autopsi). Jika, mencermati keterangan ahli Gatot S.L sebagai ahli patologi anatomi, dan ahli toksikologi DR. Budiawan bahwa mereka tidak dalam kompetensi menentukan penyebab kematian (cause of death). Ahli-ahli dari JPU dan Penasehat Hukum seharusnya bisa bersepakat bahwa ahli yang menentukan sebab kematian adalah ahli forensik bukan ahli patologi, ahli toksikologi maupun ahli lainnya seperti kriminolog, psikolog dan lain-lain.
Sekilas soal forensik, ada kutipan berikut ini:
Crime scene technicians and forensic scientists both play a crucial role in investigating and solving crimes. Crime scene technicians primarily analyze the scene of a crime or accident and collect evidence. Forensic scientists analyze that evidence in search of clues pointing to a possible suspect, cause of death or other key piece of information.(http://work.chron.com/difference-between-crime-scene-technicians-forensic-scientists-14185.html). Indonesia pernah ada seorang dokter forensik yang sangat terkenal yakni dr Abdul Mun'im Idris, Sp.F. Beliau dari pengamatan internet seringkali menemukan fakta-fakta terhadap jenazah untuk mengurutkan penyebab-penyebab kematian seseorang. Hal ini juga digaungkan oleh ahli Gatot S.L bahwa mencari penyebab kematian membutuhkan proses penemuan yang cukup panjang. Ahli Gatot S.L seperti mengajak untuk sedikit memperluas jangkauan atau kemungkinan cause of death dalam kasus mirna. Ternyata, hal ini langsung ditanggapi dr. Slamet Purnomo, Sp.F bahwa dirinya sudah menganalisis dan mengeliminir adanya sakit dalam diri mirna, meskipun tidak dijelaskan atas dasar riwayat atau resume medis atau hanya didasarkan keterangan pihak keluarga.Â
Dalam kasus mirna, dokter forensik yang didengar di persidangan sudah menyatakan bahwa penyebab kematian mirna adalah menelan sianida yang berasal dari kopi yang disedotnya. Persoalannya adalah semua ahli sepakat bahwa tidak ada autopsi melainkan pengambilan sampel cairan dan organ tubuh tertentu. Prof Budi Sampurna ahli forensik UI juga menyakini kebutuhan autopsi tersebut, namun semuanya berpulang pada keputusan keluarga korban. Jadi, kalu boleh disimpulkan ssementara bahwa autopsi yang tidak dilakukan menjadi sisi ketidaksempurnaan dari scientific investigation yang sedang dilakukan oleh penyidik dalam kasus mirna.
Lalu, apakah "warna warni" yang sebenarnya terjadi dari ahli-ahli yang memiliki keahlian khusus di kasus ini ? Apabila, diamati seluruh rangkaian keterangan ahli bidang kedokteran dalam kasus ini, bisa dibuatkan step-step sederhana sebagai berikut :
Step 1 : Kopi diduga ada sianida sejumlah 7400 mg/lÂ
Step 2 : Autopsi