Salam untuk semua...
Selepas menonton ILC di salah satu TV Swasta, saya mohon izin mengutip pernyataan Bapak Karni Ilyas sebagai Host acara tersebut bahwa "harusnya buruh tidak demo lagi". Pernyataannya dilontarkan setelah mendengar uraian penjelasan isi dari UU SJSN.
Nah, sekaligus menjawab dugaan dari salah satu member kompasiana tentang Presiden Jokowi jangan-jangan tidak tahu dan tidak mengerti isi PP dan apa yang akan direvisi. Saya tertarik untuk mencermati pernyataan Presiden Megawati dan Presiden SBY terkait UU SJSN yang melingkupi JHT pada masa kepemimpinan masing-masing.
Presiden Megawati pernah menyampaikan soal SJSN dan BPJS dalam pidato kenegaraannya maupun sesudah tidak menjabat yang pada pokoknya menilai ini kebijakan penting dan perlu dioperasionalisasikan (melalui UU BPJS di era Presiden SBY) . Silakan mencari pernyataan beliau selagi masih bisa disearching melalui mesin pintar google.com.
Presiden SBY menyampaikan pada pokoknya bahwa SJSN dan BPJS adalah kebijakan ON TRACK dan berharap peningkatan (www.spberitasatu.com "menanti kelanjutan BPJS ditangan Presiden Jokowi, ant/L-8, tgl 21-10-2014). Presiden SBY harus menunggu 7-10 tahun merealisasikan lembaga pelaksana sistem jamsos.
Presiden Jokowi mengeksekusi dengan penerbitan PP 46/2015 untuk pelaksanaan UU SJSN 2004 dan UU BPJS 2011, dan apa yang kemudian terjadi ? Kehebohan yang meluas ke soal manajemen pembuatan peraturan perundang-undangan, kapasitas pribadi Presiden Jokowi dan lain-lain yang membebankan tanggung-jawab isu SJSN/JHT kepada Presiden Jokowi saja.
Presiden Jokowi menjawab keluhan dengan segera meminta revisi PP yang baru ditanda-tanganinya. Saat inilah masalah pokok baru mengemuka bahwa ada masalah dalam pembuatan UU tentang jaminan sosial di Indonesia. Â
Siapa yang salah ?
Untuk mengetahuinya, cermatilah kewajiban Negara memelihara warga negaranya (UUD 45). Jaman dulu kita sama sekali tidak tercover perlindungan pensiun, jaminan hari tua, jamsoskes yang melingkupi seluruh lapisan masyarakat. Saat ini, begitu banyak peraturan hukum tertulis yang mengoperasionalisasikan amanat UUD Negara Indonesia tersebut, meskipun masih terseok-seok.
Lalu, apakah begitu urgentnya kita menggeser dan menghebohkan isu JHT untuk tujuan politik praktis sesaat, pada saat Negara ini sedang menjalankannya. Perbaikan itu harus, dan marilah kita tidak menghakimi dan membuat terpojok satu pihak saja.
Inilah satu hal yang disebut kontinuitas atau keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara. Siapapun Presidennya, program pembangunan dan pemerataan yang mendasar yang diabstraksikan sebagai cita-cita NKRI dalam konstitusinya harus dilaksanakan dalam peraturan perundang-undangan.