Mohon tunggu...
Bonny Dwifriansyah
Bonny Dwifriansyah Mohon Tunggu... profesional -

Just a man who love to walk on foot

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saat Pilpres 2014, ‘Anjing Penjaga’ telah Dijinakkan

11 September 2014   05:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:02 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1410364131875693959

Sukar dibantah, saat ini Indonesia telah menganut sistem demokrasi transaksional. Sebab, siapapun yang memiliki modal pasti bisa menjadi penguasa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketika para pemilik modal sudah berkuasa, maka yang namanya demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat adalah nol besar. Terlebih ketika sang pemilik modal menguasai sebuah media.

Bila sang pemilik modal sudah memiliki perusahaan media, biasanya ia cenderung menggunakan medianya itu sebagai sarana untuk memuluskan urusan dan kepentingannya. Jika sudah begitu, lalu kepada siapa lagi rakyat akan mendapatkan berita yang aktual dan berimbang?

Kita memang memiliki UU No 40 tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kebebasan pers di Indonesia. Namun, kebebasan pers yang didambakan seolah menjadi utopis karena banyak media massa yang dimiliki oleh para pemodal yang memiliki kepentingan politik. Berita-berita yang disajikan ke publik pun lebih bersifat politis dengan dalih menjalankan fungsi kontrol sosialnya.

Dalam sebuah forum diskusi pada tahun lalu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Eko Maryadi pernah menyebutkan bahwa regulasi tentang pers yang kita miliki memang dirancang untuk melindungi insan pers dari represi negara, tapi tidak dirancang untuk melindungi pers dari modal.

Eko juga menambahkan bahwa imbas dari hal tersebut ialah banyak media massa yang memberitakan isu-isu yang nantinya mendorong kepentingan dari pemiliknya. Kebanyakan media pun menjadi benteng pertama yang melindungi tuannya ketika terlibat dalam suatu perkara.

Kecenderungan media massa yang mengikuti kepentingan pemilik pun masih tetap terlihat pada Pemilu edisi 2014. Media massa terbelah dalam pemberitaannya. Ada yang pemberitaannya mendukung Prabowo. Di kelompok lain, terdapat juga kelompok media massa yang menyokong Jokowi untuk terpilih dalam pemilihan presiden mendatang. Kedua kelompok tersebut memiliki satu kesamaan, yakni mengikuti arah pemilik mereka berlabuh. Keberpihakan media massa pun beralih, dari kebenaran menjadi berpihak kepada pemilik.

Lihat saja stasiun televisi Metro TV yang sejak beberapa bulan lalu sangat gencar menayangkan iklan berisi visi dan misi Jokowi-Jusuf Kalla, serta stasiun televisi TV One yang juga menjadi corong kepentingan bagi pencapresan Prabowo-Hatta.

Menurut data hasil riset yang dilakukan oleh perusahaan konsultan Sigi Kaca Pariwara, terungkap bahwa total belanja iklan televisi untuk kampanye Pilpres 2014 tercatat mencapai Rp 186,63 miliar. Masing-masing capres mengeluarkan dana yang hampir berimbang untuk keperluan tersebut.

Bahkan menurut temuan SatuDunia.net, seperti dipublikasikan dalam www.iklancapres.org, hal itu juga tercermin dalam pembagian kue iklan politik dari capres. Dapat dibayangkan bila kemudian nanti pemilik media-media besar yang selama pilpres lalu terpolarisasi tiba-tiba pemiliknya bersatu mendukung salah satu calon.

Jika itu terjadi, hampir dapat dipastikan fungsi kontrol sosial dari media akan mandul. Jika sudah demikian runtuhlah pilar demokrasi ke-4 yang diperjuangkan rakyat sejak 1998. Sang “anjing penjaga” yang dianggap memiliki kredibilitas dan dipercaya oleh publik pun telah dijinakkan oleh tuannya, yakni pemilik media itu sendiri.

Sumber foto:http://www.dedeobi.com/wp-content/uploads/2013/02/Media-Massa.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun