Mohon tunggu...
Bonnie Eko Bani
Bonnie Eko Bani Mohon Tunggu... lainnya -

Pembaca teks dan konteks yang suka menulis. Tulisan pernah singgah di KOMPAS, Jawa Pos, Bisnis Indonesia, Tabloid BOLA, Koran Jakarta, Suara Merdeka, Harian JOGJA, SOLOPOS, dan JOGLOSEMAR

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hujan yang Mengentakkan Kesadaran Berpikir

4 November 2013   09:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:37 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan sering kali dikeluhkan banyak orang karena mengganggu jalannya sebuah acara yang sedang berlangsung. Misalnya, acara resepsi pernikahan, pertandingan sepak bola, tabligh akbar, maupun konser musik serta acara lainnya.Terlebih bila acara tersebut dilangsungkan di tempat terbuka tanpa atap pelindung. Bahkan, seseorang yang di dalam rumah maupun ruangan tertutup pun sering mengeluh mana kala hujan turun.

Padahal pada peristiwa hujan yang turun terdapat beberapa hikmah atau nikmat bila kita menyikapinya secara benar dan positif. Sebuah peristiwa hujan mampu mengentakkan kesadaran berpikir saya dan teman-teman yang tinggal dalam satu rumah kontrakan saat itu. Hujan tersebut mampu membuat kami tidak mengeluh, bahkan mampu membuat kami berpikir positif dalam menyikapi turunnya hujan. Dengan catatan, hujan tersebut tidak disertai angin kencang yang merobohkan rumah.

Peristiwa ini terjadi pada kurun waktu 2007-2012 saat kami sama-sama meninggali sebuah rumah kontrakan ketika menyelesaikan kuliah di sebuah kampus swasta (terbesar) di Solo, Jawa Tengah. Rumah ukuran 10 x 10 meter yang kami tinggali merupakan sebuah bangunan yang sudah lumayan tua, karena dibangun sejak tahun 1980-an. Sehingga, kondisinya sudah rusak di beberapa bagian.

Atap bagian belakang rumah tersebut sudah rusak (bocor). Sehingga tiap kali turun hujan tidak mampu mengalirkan air dengan baik. Bahkan air hujan pun malah turun di lantai bagian dapur rumah kami. Di sekitar kamar mandi depan dan belakang, bahkan air sudah merembes ke atas mana kala turun hujan. Bagian atap depan pun juga rusak dan saat turun hujan, air pun malah mengalir masuk ke rumah.

Kondisi rumah yang (sebenarnya) tak layak huni tersebut didukung dengan posisi tanah bangunannya yang lebih rendah sekitar 30 cm dari ketinggian jalan persis di depan rumah kami. Sehingga, tiap kali turun hujan (apalagi agak deras) air pasti mengalir ke bagian teras rumah kontrakan kami. Bila terjadi hujan deras dan agak lama, bisa dipastikan rumah kontrakan kami akan tergenang air hujan setinggi kira-kira 10-15 cm.

Pada suatu waktu, sekitar Desember 2008, turun hujan dengan begitu deras dan agak lama, kira-kira sekitar 2,5 jam. Air hujan begitu melimpahnya dan mengalir ke seluruh bagian rumah kontrakan kami. Dari atas karena langit menurunkan hujan. Dari bagian belakang karena atap bagian belakang rusak agak parah dan bocor. Dari bagian bawah rembesan air tanah muncul menggenang. Dan dari bagian depan air hujan mengalir dari selokan jalan depan ke teras rumah kontrakan kami.

Hujan Inspiratif

Akibatnya, rumah kontrakan kami saat itu mirip kolam dengan ketinggian air di dalam rumah mencapai sekitar 15-an cm. Itu terjadi karena air saat hujan datang dari segala penjuru. Dari atas, bawah, depan, dan belakang. Sebagian besar yang tinggal di kontrakan tersebut sangat mengeluhkan kondisi hujan yang “membanjiri” tempat tinggal kami. Semuanya berkomentar negatif atas situasi dan kondisi hujan serta “banjir” yang terjadi di rumah kontrakan kami.

Namun, ada satu komentar positif serta sikap baik dari salah satu teman kami. Dia berujar (tepatnya –mungkin– berdoa), “Ya Allah semoga dengan derasnya hujan yang Engkau turunkan dan juga ‘membanjiri’ rumah ini, akan deras dan membanjiri pula rezeki yang Engkau turunkan kepada kami yang tinggal di rumah ini. Amin”. Mendengar kalimat itu saya tertegun sebentar sambil membatin, “Benar juga omongan teman saya ini. Hujan deras yang berakibat sedikit ‘banjir’ bukan sesuatu yang harus dikeluhkan. Tetapi sesuatu yang dimaknai sebagai pertanda akan turun dan mengalirnya rezeki kepada segenap umat manusia yang mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari terjadinya hujan.

Sejak saat itu, kami pun tidak mengeluh dengan turunnya hujan dalam situasi dan kondisi apa pun. Malahan, bagi kami memaknai hujan sebagai pertanda akan turunnya rezeki Allah kepada segenap umat manusia. Baik yang beriman atau pun tidak. Sehingga, benar apa yang dikatakan banyak orang bahwa dalam menyikapi segala situasi dan kondisi di setiap ruang dan waktu, seseorang itu tergantung dari cara berpikir dan menyikapinya. Bila cara berpikir dan sikap positif, maka akan berdampak positif terhadap kehidupan orang tersebut.

Peristiwa hujan deras “membanjiri” rumah kontrakan kami sekitar Desember 2008 saat itu, benar-benar mengentakkan kesadaran berpikir kami. Dan itu berpengaruh kepada cara berpikir kami untuk selalu positif (dalam pikiran, sikap, maupun tindakan) terhadap segala situasi dan kondisi yang menghinggapi kehidupan kami di mana pun, kapan pun, dan bagaimana pun. Tanpa peristiwa hujan itu, kami takkan positif terhadap apa pun yang terjadi. Terima kasih hujan, telah membentuk cara berpikir, bersikap, serta bertindak kami.

Sekarang, tiap kali turun hujan (agak deras maupun tidak) kami mengenang peristiwa hujan Desember 2008 itu. Itulah cara kami belajar memaknai dan menyerapi hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi. Benar-benar cara mengenang hujan yang sederhana tapi inspiratif dalam kehidupan kami. Seperti satu tag line iklan sebuah produk: apa pun yang terjadi tetap positif dan hadapi.

#musimhujan #freez

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun