Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... -

Suka jalan-jalan tanpa sebab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Senja yang Tak Pernah Maghrib

19 Januari 2016   23:21 Diperbarui: 19 Januari 2016   23:21 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Kenapa aku suka senja, karena bangsa ini kebanyakan pagi, kekurangan senja. Kebanyakan gairah, kurang perenungan …" - Sujiwotejo

Perenungan menjadi sangat berarti bagi setiap jiwa manusia. Raga mungkin tak mampu merenungkan apa yang terlihat, keidentikan raga dengan gairah membuat ia hanya mampu menuntun jiwa kepada penglihatan yang kemudian menjadi perenungan. Soekarno pantas ia dijuluki 'putra sang fajar' karena ia adalah sosok yang selalu bergairah, dilihat dari gaya orasinya yang selalu membakar semangat pendengarnya dan kemudian rakyat di bawah teriakannya riuh penuh kobaran semangat.

Kata-kata semangat selalu terlontar dari mulut ke mulut setiap pagi. Tapi, orang terkadang lupa untuk mengingatkan ketika sore hari tiba bahwa kita juga perlu untuk merenung apa yang telah kita perbuat atas kegairahan itu.

Benar, bangsa ini kurang perenungan terlalu bergairah. Bergairah dalam melakukan pembangunan, kurang merenung bahwa pembangunan itu akan berdampak pada kesejahteraankan kepada objek pembangunan itu? atau justru rakyat yang tergusur demi simbol yang digadang-gadang untuk kemakmuran rakyat.

Berbagai kasus telah kita saksikan atas nama pembangunan dan modernisasi rakyat terusir dari tanah kelahirannya, koorporasi hanya mementingkan bagaimana ia memetik untung dari sebuah pembangunan. Lupa bahwa obejek dari kemajuan adalah kesejahteraan manusianya.

Kesenjangan terjadi dimana-mana, perampasan tanah tak pernah selesai perkaranya. Yang miskin tetap tergusur tak berdaya, sedang koorporasi berjalan angkuh tanpa memandang ke bawah.

Ah sudahlah, terlalu pusing memikirkan nasib jutaan rakyat Indonesia dari ketertindasan. Awalnya tulisan ini bukan untuk membahas itu tapi entahlah kenapa alurnya menuju ke arah yang tak terduga. 

Semua akan tiba pada waktu senjanya, tinggal bagaimana kita dapat mengisi ke-senja-an itu berarti sebelum tibanya maghrib.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun