Mohon tunggu...
Boniy Taufiqurrahman
Boniy Taufiqurrahman Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM

industrial sectors

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Rupat Versi 2.0? Mengkaji Dampak Pertambangan Pasir Laut terhadap Kesehatan Lingkungan

25 September 2024   01:15 Diperbarui: 25 September 2024   01:20 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Sand extraction: the biggest resource crisis you’ve never heard about (Stockholm Resilience Centre)

Masih ingat Pulau Rupat yang terancam tenggelam akibat aktifitas pertambangan pasir? Mari kita mengingat kembali. Pulau Rupat yang terletak di Kepulauan Riau merupakan tempat penambangan pasir laut PT. Logo Mas Utama (LMU) sejak November 2021. Area penambangan seluas 5.030 Ha termasuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Aktifitas ini menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan. Dikutip dari laman mediacenter.riau.go.id, tingkat abrasi di Pulau Rupat sudah tergolong berat dan mencapai >10 meter/tahun. Tidak hanya itu, terjadi kerusakan parah pada terumbu karang, ekosistem mangrove, padang lamun, dan biota laut (kkp.go.id, 2023).

Ekspor Pasir Laut

Baru-baru ini pemerintah membuka kembali izin ekspor pasir laut melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 dan 21 Tahun 2024. Peraturan ini merupakan anak dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Setelah 20 tahun larangan ekspor pasir laut diberlakukan, kini pintu tersebut kembali dibuka. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, kegiatan ini tidak merusak lingkungan karena telah ada GPS (Global Positioning System). Presiden Joko Widodo pun ikut menegaskan bahwa yang diekspor bukanlah pasir laut, melainkan sedimen yang mengganggu jalur layar kapal (kompas.com, 2024).

Lalu, apakah pasir laut dan sedimen laut berbeda? Sedimen adalah material yang terbawa dari daratan ke badan air sebagai akibat dari peristiwa erosi dan pelapukan, yang dapat membawa partikel seperti fosfat dan mengendap di dasar perairan (Maknun, 2017). Terdapat berbagai hasil sedimen laut yang dapat dimanfaatkan, seperti pasir laut dan lumpur. Pasir laut dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan reklamasi dalam negeri hingga pembangunan infrastruktur (jdih.maritim.go.id, 2023). Jadi dapat disimpulkan bahwa pasir laut merupakan salah satu hasil sedimentasi di lautan. Guna memperkaya wawasan, mari kita bahas bagaimana dampak penambangan pasir laut terhadap kesehatan lingkungan.

Ekosistem Laut

Menurut laporan Forest Digest, sebuah majalah yang dikelola oleh Alumni Fakultas Kehutanan IPB, banyak penambang memanfaatkan ‘vacuum cleaner’ raksasa untuk menyedot pasir laut dalam jumlah yang sangat besar. Akibatnya, dasar laut menjadi gersang, dan ekosistem laut kehilangan kemampuan untuk beregenerasi. Menurut laporan UN Environment Programme (2023) penambangan pasir merusak ekosistem pesisir dan dasar laut, mengganggu keanekaragaman hayati, meningkatkan kekeruhan air, serta menyebabkan polusi suara yang berdampak pada mamalia laut. Penelitian Kim & Yoo (2020) menemukan bahwa penambangan pasir laut menyebabkan penurunan populasi benthos seperti pohon bakau, rumput rawa, lamun, alga makrofitik, dan protozoa. Berbagai hal diatas menjadikan aktifitas penambangan pasir laut sebagai ancaman bagi masa depan perikanan Indonesia.

Ketersediaan Air Bersih

Penelitian Bawu, Maryati, & Yusuf (2023) menjelaskan aktivitas penambangan pasir menyebabkan peningkatan kadar sedimen di perairan. Hal ini membuat air menjadi semakin keruh dan cahaya matahari yang masuk juga berkurang. Kegiatan pengerukan menyebabkan pasir dan tanah liat tersuspensi ke dalam perairan, yang membahayakan keberlangsungan hidup organisme akuatik. Selain itu, penelitian Lekomo, et.al (2021) menunjukkan penambangan pasir mengakibatkan penurunan kualitas air dengan dampak signifikan terhadap parameter fisik dan kimia air. Misalnya, besi (Fe) yang dilepaskan akibat penambangan akan teroksidasi di udara dan menjadi tidak larut, menyebabkan perubahan warna air. Air dengan kandungan besi tinggi tidak layak digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, karena dapat menodai cucian dan mengubah warna sayuran saat dimasak.

Sosial Ekonomi

Selain berdampak terhadap ekosistem laut dan air bersih, penambangan pasir laut juga mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir. Studi yang dilakukan oleh Daris, et.al (2023) menyebutkan dampak aktifitas ini adalah hasil tangkapan nelayan pancing dan jaring gill berkurang hingga 80%. Hilir mudik kapal juga mengubah area penangkapan ikan dan menyebabkan peningkatan biaya operasional. Laporan Forest Digest (2023) juga menyebut sebelum ada penambangan nelayan di Pulau Rupat dapat menjaring 10-20 kilogram ikan per hari. Namun, setelah aktivitas penambangan berlangsung, hasil tangkapan mereka menurun drastis menjadi hanya 1-2 kilogram per hari. Hal ini tentu sangat merugikan masyarakat yang hidup di sekitar wilayah penambangan. Selain itu, timbul konflik di antara masyarakat yang mendukung dan menentang adanya aktifitas penambangan.

Rekomendasi

Meskipun banyak studi menunjukkan bahwa penambangan pasir laut dapat mengancam kelestarian ekosistem laut di masa depan, pemerintah Indonesia justru memutuskan untuk kembali membuka izin ekspor pasir laut, yang sebelumnya telah dihentikan sejak tahun 2003. Sebagai informasi, berdasarkan Kepmen KKP No. 6 Tahun 2024, harga ekspor pasir laut ke luar negeri ditetapkan sebesar Rp 186.000 per meter kubik. Perusahaan dan pembeli asing telah mengajukan permintaan dengan volume sebesar 3,3 miliar meter kubik, yang berpotensi menghasilkan keuntungan mencapai Rp 613 triliun. Menurut data dari KKP, potensi volume pasir laut yang ditawarkan oleh pemerintah mencapai 17,64 miliar meter kubik (fnn.co.id, 2024). Artinya, potensi keuntungan yang akan diterima oleh pemerintah Indonesia akan semakin besar. Hal inilah yang menimbulkan perdebatan dari berbagai pihak.

Melihat pada berbagai aspek diatas, pemerintah perlu meninjau ulang dampak lingkungan dari pemberian izin ekspor pasir laut, terutama terkait potensi kerusakan pada ekosistem pesisir dan laut. Penilaian dampak lingkungan harus dilaksanakan secara komprehensif, disertai pengawasan yang ketat guna mengurangi risiko jangka panjang terhadap keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya menilik kembali negara-negara yang menetapkan kebijakan ekspor pasir laut maupun sebaliknya.  Jangan sampai, dengan adanya pembukaan izin ekspor pasir laut, justru akan terjadi kasus ‘Rupat-Rupat’ lain di Indonesia.

Referensi

Bawu, Hendra., Maryati, Sri., & Yusuf, Daud. (2023). Dampak Penambangan Pasir terhadap Kualitas Air Sungai Bulango. Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi. 8(3), pg 133-142.

Daris, Lukman., et.al. (2023). Analisis dampak penambangan pasir laut terhadap sosial ekonomi masyarakat pesisir Desa Aeng Batu Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar (Studi kasus penambangan pasir laut PT. Gasing Sulawesi). Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan. https://doi.org/10.29239/j.agrikan.16.2.179-189

Forest Digest. (2023). The Dangers of Sea Sand Mining for the Ecosystem: Sea sand mining erodes biodiversity. How to prevent it?. Ed. September 2023.

Kim, Ju-Hee & Yoo, Seung-Hoon. (2020). Public perspective on the environmental impacts of sea sand mining: Evidence from a choice experiment in South Korea. Resources Policy, https://doi.org/10.1016/j.resourpol.2020.101811

Lekomo, Ypolit Kemgang., et.al. (2021). Assessing impacts of sand mining on water quality in Toutsang locality and design of waste water purification system. Cleaner Engineering and Technology. https://doi.org/10.1016/j.clet.2021.100045

Maknun, Djohar. (2017). Ekologi: Populasi, Komunitas, Ekosistem Mewujudkan Kampus Hijau Asri, Islami, dan Ilmiah. Nurjati Press: Cirebon.

UN Environment Programme. (2023). UNEP Marine Sand Watch reveals massive extraction in the world’s oceans. Ed. September 2023. News and Media Unit, UN Environment Programme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun