Kasus penipuan oleh seorang profesor di Manila melibatkan calon mahasiswa S3 menjadi korban kerakusan. Pendidikan yang merupakan bekal masa depan para penerus bangsa malah disalahgunakan untuk tujuan pribadi. Tema ini mengangkat isu penting tentang perlunya perlindungan bagi mereka yang berusaha mengejar impian melalui pendidikan.Â
Kasus seorang profesor yang diduga menipu puluhan calon mahasiswa S3 dengan janji palsu untuk kuliah di kampus Manila membuat adanya ketidaknyamanan masyarakat dalam memilih suatu universitas. Mahasiswa harus lebih berhati hati dalam memilih sekolah mereka sendiri. Tindakan yang dilakukan profesor sangat tidak pantas dilakukan oleh individu dengan ilmu yang besar. Aksi dari profesor tersebut tidak hanya merusak reputasi diri sendiri, tetapi juga merusak nama universitas tersebut dan nama pendidikan di mata masyarakat.Â
Salah satu korban bernama Irzan mengungkapkan awal mula dirinya dan puluhan orang lainnya mendaftar kuliah di Philippine Women's University (PWU), Manila. Kerugian Irzan dan para korban lainnya diduga mencapai miliaran rupiah. Mulanya Irzan melihat iklan di media sosial mempromosikan kuliah doktor dengan biaya murah sekitar November - Desember 2023 di PWU. "Itu kita cek juga ternyata di Dikti juga ada akreditasinya, jadi kita ya percaya-percaya aja," kata Irzan kepada wartawan.Â
"Kita tanya kok itu bisa murah begini ke si adminnya, dijawab dari biayanya harusnya di atas Rp 100 juta, cuma oleh si pengelola ini ada beasiswa parsial yang disampaikan ke seluruh calon mahasiswa. Kita kan nggak ngerti beasiswa parsial itu apa, nah kita hanya bayar Rp 30 juta dan selebihnya ditanggung oleh pengelola namanya PT PSI.Â
Kita setor Rp 30 juta itu, ada di saya setruknya, ada aktanya juga, dan kita juga dapet letter of acceptance (LOA) jadi surat penerimaan dari kampus itu," kata Irzan. Setelah melakukan registrasi dan membayar biaya kuliah, seharusnya Irzan dan yang lain memulai perkuliahan secara daring. Akan tetapi, mereka tak kunjung kuliah hingga melaporkan Prof BTC ke Polres pada 8 April 2024.Â
Kasus ini bisa dianalogikan seperti seorang nelayan yang menawarkan Ikan Tuna kepada para pembeli, tetapi setelah mereka membayar mahal, yang didapatkan adalah ikan yang tidak berisi. Profesor tersebut menjadi nelayan yang hanya memberikan janji palsu demi keinginan daging. Dalam dunia pendidikan, janji yang tidak ditepati tidak hanya merugikan para pelajar, tetapi juga menghancurkan kepercayaan dan masa depan seseorang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H