Kegiatan rutin kami dalam mengawali dan mengakhiri setiap hari adalah mengambil waktu bersama untuk berdoa dan membaca Kitab Suci. Berhubung baik saya maupun istri tidak mengenyam pendidikan agama secara formal, maka kami memanfaatkan panduan renungan harian yang kami beli dari toko buku. Kadang-kadang, kami membahas kembali isi khotbah yang kami dengar di Gereja.
Selain itu, dalam ibadah keluarga, kami biasanya membaca Kitab Suci secara bergiliran. Tadi malam adalah giliran anak saya yang sulung. Dia sudah duduk di kelas 6 SD sekarang. Sementara kami kyusuk mendengar pembacaannya, tiba-tiba anak bungsu saya yang masih berusia 3 tahun nyeletuk: "Tuhan tidak jajan". Sontak, kami pun saling memandang satu sama lain sambli tersenyum menahan rasa lucu di hati.
Setelah selesai, saya bertanya kepada istri soal celetukan anak bungsu saya tadi. Rupanya, sejak pagi hingga malam, mereka berdua distrap oleh istri saya karena bandel. Menurut istri saya, mereka sudah sepakat bahwa selama satu hari itu keduanya tidak diperbolehkan jajan sama sekali. Ooo...itu yang membuat dia daya tahannya untuk tidak jajan jebol dan terekspresi keluar dalam bentuk celotehan lucu: "Tuhan tidak jajan".
"Pa, emang benar Tuhan gak jajan?," tanya anak sulung saya ketika saya dan istri sedang membahas hal itu. Saya tahu persis anak sulung saya. Jawaban atas pertanyaannya yang tidak skak mat bakal dicecar terus.
Saya berpikir sejenak kemudian menjawabnya dengan sebuah pertanyaan: "Menurut abang, Tuhan perlu jajan gak?"
"Hmmm...gak sih," Jawabnya.
"Kenapa gak?," saya mencoba mengorek pemahamannya.
"Karena Tuhan emang gak perlu jajan, Papa. Tuhankan kekal, gak terbatas. Masa' perlu jajan?" Jawabnya agak ketus.
Saya mencoba mengorek lagi, "Lalu?"
"Udah ah...Papa gak boleh ngejar aku terus. Yang boleh nanya kayak gitu cuman aku, deal?," dia mencoba menghindar dengan mengakhiri obrolan.
Hahaha..kena deh.