Selain paport maksud keberangkatan saya ke Malaysia juga memerlukan surat N1 sampai N5 dan surat rekomendasi dari KUA setempat. Dua minggu saya berulang alik rumah pak Kades dan pak Sekdes untuk N1 - N5, setiap kali saya datang mereka bilang "blanko habis". Pada ahirnya saya terpaksa mengunduh lalu mencetak blanko N1-N5 dan pak Kades hanya tinggal menandatngani saja sambil berguman "ternyata begini rupa surat N". Di KUA tak kurang hebatnya. Setengah hari saya berusaha meyakinkan pak KUA bahwa surat rekomendasi dari KUA diperlukan jika WNI mau menikah di Malaysia. Berulang kali juga pak KUA membatah dan tak mau mengeluarkan sueat rekomendasi untuk saya, katanya tidak perlu surat rekomendasi, cukup N1-N5. Setelah saya menelpon pegawai Konsulat jenderal RI di Kota kinabalu dan memberi pak KUA bercakap dengan pegawai tersebut, barulah pak KUA mengeluarkan surat rekomendasi yang saya perlukan dengan uang administrasi 200000 rupiah. Keesokan harinya saya mulai perjalanan. Di sebuah simpang jalan poros propinsi saya menuggu mobil travel yang biasa lewat. Seorang lelaki datang mengahmpri dan menanyakan tujuan saya lalu memenani menuggu.orang itu bukannya mau bepergian tapi calo yang tidak dapat dihindari. Begitu mobil yang akan mengambil penumpang berhenti sang calo lansung minta uang sama supir 10000/penumpang yang naik. Tentu saja itu nanti akan ditanggung oleh penumpang. Itulah Indonesia, mulai dari kampung yang sunyi sampai di gedung DPR ada calo dan tukang palak.
Sore baru saya sampi di terminal bis Banjarmasin, saya harus melewati dua grup calo dan tukang palak sebelum sampai diloket. Mereka cukup kreatif sebenarnya. Mreka selalu bilang "Bang,, mau beli tiket? Mari ikut saya jangan sampai ketemu sama calo, " dan setelah beberapa langkah mereka berkata "minta uang 10000 buat belanja bang, saya bukan palak ya, tapi minta dengan iklas bang," tapi saya juga pelit sangat. Saya selalu bilang "saya cuma mau liat tiket aja belum beli karena tidak bawa uang, teman saya yang bawa uang tapi travel yang dia naik belum sampai". Dengan begitu saya selamat dari palak tapi gagal membeli tiket sore itu karena loket tiket dikerumuni calo, harga yang mereka tawarkan rp250000 padahal harga sebenarnya hanya rp125000 non AC. Malam itu saya menginap di losmen dan dari informasi pemilik losmen barulah saya tau ternyata loket asli bis B'masin - B'papan agak kedalam. Keesokan hari saya mendapat tiket Banjarmasin-Balikpapan seharga 150000 (ada toilet, full AC, musik DVD + kupon makan) dan yang tak kalah penting pejalanan dilindungi asuransi.
Di pelbuhan semaym saya tercengang bagai salah masuk negeri. Biasanya baru sampai dipintu masuk sudah jadi rebutan calo. Kali ini tidak ada !! Yang menyambut saya cuma seorang petugas yang lansung bertanya "Bapak sudah beli tiker blum?". Saya yang lagi heran spontan bertanya balik "emangnya kenapa". Petugas itupun menjelaskan. "kalau belum beli tiket atau tidak masuk sebagai penumpang harus bayar uang distribusi pelabuhan, kalau sudah punya tiket langsung masuk". Dengan sopan dia mempersilakan saya masuk setelah melihat tiket saya. Di ruang tunggu keberangkatan juga kelihatan tertib bahkan sangat tertib. Sama sekali tiada calo dan supir angkot berbut penumpang, pedagang asongan hanya terlhat satu dua saja. Menurut perkiraan saya setiap jam polisi meronda di dalam terminal ini. Sungguh tertib dan aman, Alhamdulillah saya bisa melihat langsung sesuatu yang baik di Negaraku, bukan berita bukan cerita. Ternyata ada kapal pesiar (Orion) yang sandar pada sore hari. Munkinkah penertiban ini hanya lakonan? Saya sangat mengharap agar keadaan seperti ini berterusan. Memangalah sebaiknya kita perlu menunjukkan sesuatu baik pada turis asing. Tapi lebih bagus lagi jika kebaikan itu dirasakan oleh warga . Malam ini 11-02-12 saya tidur di ruaang tunggu bersama beberapa penumpang lain. Sampai jam 21:00 sesekali masih terlihat sekurity meronda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H