Mohon tunggu...
Andi Bachtiar
Andi Bachtiar Mohon Tunggu... -

TKI Restore

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jalan Menuju Kampung Paris (1)

2 Februari 2012   22:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:08 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dirampok Wanita Berkerudung

Saya merencanakan akan menyeberang ke Malaysia untuk urusan keluarga. Bukanlah hal yang sukar untuk saya masuk kesana dengan cara ilegal, udah biasa kok. Tapi urusan kali ini memerlukan saya masuk secara legal, karena itu saya mendaftar untuk mengurus paspor online dua minggu lalu. Dengan ragu - ragu saya memasukkan data sebagai belum pernah memgang pespor dan pekerjaan sebagai wiraswasta. Padahal saya masih menyimpan tiga paspor lama dan sebenarnya saya bekerja sebagai karyawan pabrik. Dengan membawa berkas yang berlebihan saya pun pergi ke Kanim yang saya pilih dalam pendaftaran online tersebut. Saya katakan berlebihan karena saya membawa  kartu keluarga, akte kelahiran, KTP dan ijazah SD, SMP, SMA dan bukti pendaftaran online semua beserta fotokopi.

Di Kanim kelasII itu hanya ada tiga loket masing-masing loketI WNA, loketII WNI, loketIII Pembayaran. Tampaknya tiada loket khusus untuk pendaftar online dan untuk memastikan saya bertanya kepada pegawai yang mondar mandir. Ia malah bertanya padaku "bagai mana kamu bisa mendaftar online, emang kamu bisa internet?" Saya hanya mengangguk lalu menuju ke loket yang brtulis loketI WNI. Setelah menyuruh membeli map khusus Kanim(Rp 20000) wanita bertugas diloket itu memeriksa berkas saya. Dia juga bertanya "kok mendaftar online, siapa yang mendaftatrkan?" Merek fikir saya ini buta internet, padahal merek yang buta. Buktinya mereka tidak tahu bagaimana cara verivikasi pendaftaran online, akibatnya saya terpaksa mengisi formulir dan mengikut prosedur biasa.

Sambil menunggu berkas saya diproses saya duduk sambil memerhatikan ketiga loket yang ada disitu. Loket I dan II kelihatan agak ramai juga orang berurusan disitu tapi loketIII (pembayaran) sunyi sepi, malah tidak ada petugas disitu. Jadi penasaran, apa hari ini tidak ada urusan yang selesai atau tidak perlu dibayar? Dari jam 8 sampai jam 11.00 ketika saya dipanggil untuk berfoto dan ambil sidik jari loket itu masih sepi. Kira - kira setengah jam kemudian saya dipanggil untuk wawancara. Pertanyaan pertama tidak asing lagi, "bagai mana kamu bisa mendaftar online, tau dari mana?".

Masalahnya timbul karena juru wawancara enggan yakin bahwa saya ke Malaysia bukan untuk bekerja. Dia menuduh saya menuduh saya memohon paspor lawatan sedangkan saya mau bekerja di Malaysia. Sampai menyuruh saya membuat surat pernyataan tidak akan bekerja di Malaysia, tapi setelah saya membuat surat itu dia tetap bilang tidak percaya. Ahirnya keluarlah pertanyaan magic "berapa kamu sanggup bayar?". Kemudian kami tawar menawar yang ahirnya disepakati SATU JUTA RUPIAH agar wanita itu meluluskan paspor saya. Sungguh tidak kusangaka ini bisa terjadi. Di dinding ruang tunggu ada tulisan besar ANTI PUNGLI dan segala macam slogan anti korupsi, wanita juru wawancara itu juga kelihatan seperti orang beragama karena berkerudung.

Dengan satu juta rupiah itu juga paspor saya selesai dalam sehari. Ketika meninggalkan Kanim itu saya yakin mereka masih penasaran bagaimana cara mendaftar paspor online, tapi saya tidak penasaran lagi kenapa loket pembayaran sepi sepanjang hari. Orang membayar di tempat lain dengan harga yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun