Mohon tunggu...
Andi Bachtiar
Andi Bachtiar Mohon Tunggu... -

TKI Restore

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mana Mungkin NKRI Harga Mati!!!

4 Juni 2013   01:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:34 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NKRI harga mati adalah slogan yang cukup populer di Indonesia. Benarkah kenyataan seperti slogan yang dilaungkan? Fikirkan sekali lagi. Perhatiakan sekeliling, mungkin itu hanya slogan lapuk yang rapuh.

HARGA MATI?
Yang namanya harga mati itu ya tidak bisa ditawar atau diubah, masalahnya hampir tidak ada perkara yang seperti itu di Indonesia. Di Negara lain saya membayar 10$ ketika membeli pulsa 10$, saya membayar 10 sen ketika membeli prangko 10 sen. Di Indonesia tidak pernah terjadi seperti itu, saya harus membayar 7.000 rupiah untuk materai 6.000 rupiah, saya harus membayar 12.000 rupiah untuk pulsa bernilai 10.000 bahkan kalau di pedalaman bisa sampai 14.000 rupiah. oke itu untuk hal barang jualan, bagai mana untuk urusan resmi? Indonesia punya tradisi uang administrasi. Saya pernah melihat suku kaum yang mempunyai tradisi hubungan seks bebas, saya juga pernah mendengar tentang tradisi suku kaum yang membolehkan ibu menikahi anak lelakinya, ada juga tradisi suku kaum yang kaum wanitanya mempunyai banyak suami, dan menurut saya tradisi uang administrasi Indonesia sama (kalau tidak lebih) menjijikkan dengan itu semua. Para pegawai itu sudah dibayar gaji bebserta berbagi tunjangan tapi kok masih mamalak orang yang berurusan dengan pembayaran tanpa kwitansi?

Besarnya uang administrasi bervariasi mengikut kerakusan sang pegawai. Saya dan jutaan rakyat Indonesia tentu pernah mengalaminya. Pengalaman saya pribadi ketika mengurus surat - untuk pernikahan saya. Saya membayar 20.000rupiah untuk menanda tangani blangko N1-N7 pada sekertaris Desa Karangsari, dan uang adminstrasi 250.000 rupiah di KUA Parenggean. Kata pak KUA "Biasanya sih orang membayar 200.000 rupiah tapi kalau mau kasih lebih 50.000 ya,, ga apa apa " - Setahun kemudian, 03 Juni 2013 - Adik saya mengurus surat - surat pernikahannya di Desa sebelah yaitu Desa Jatiwaringin, dia membayar 500.000 rupiah dikator Lurah Jatiwaringin dan 500.000 rupiah di KUA Parenggean. Kali ini Pak KUA berkata "biasanya orang membayar 450.000 rupiah tapi kalau mau kasi lebih 50.000 ya ga apa apa"

Kalau urusan kecil seperti diatas aja tidak bisa harga mati bagai mana untuk hal yang lebih tinggi nilainya seperti NKRI?

NKRI?
NKRI yang dimaksud dalam slogan top itu adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari segi wilayah memang Indonesia adalah negara kesatuan, tapi hanya disitu. Peraturan dan SOP para pejabat berlainan. Lihat saja pengalaman saya diatas, hanya bersebelahan Desa dalam selang waktu satahun uang administrasi berbeda drastis. Masing - masing pegawai membuat peraturan sendiri menurut kerakusan korupsinya. Tidak perlu saya ceritakan semua pengalaman saya tentang mengurus Paspor, KTP dan SIM yang jelas pengalaman itu semua meninggalkan kesan yang sukar dihilangkan dalam minda saya - setiap kali melihat orang Indonesia berseragam maka hal pertama dalam fikiran saya adalah koruptor - Pada kenyataannya NKRI adalah Negara Korupsi Republik Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun