Mohon tunggu...
Andi Bachtiar
Andi Bachtiar Mohon Tunggu... -

TKI Restore

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Semangat Membara Ingin Jadi Presiden

17 September 2011   04:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:53 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat Membara Ingin Jadi Presiden(fiksi)

Imajinasi bermula

"Aku sungguh kecewa dan tidak mengerti, mangapa Ibu tidak merestui cita citaku untuk mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu nanti?."

"Cita itamu itu hanya mimpi disiang hari anakku."

"Kok Ibu bilang biegitu?! Aku sudah cukup dewasa Bu, bertenaga dan penuh semangat."

"Diperlukan ilmu yang tinggi dan dana yang besar untuk berkecimpung dalam dunia politik nak! Apa kamu memiliki itu semua?"

"AH, para politisi negara kita hanya menggunakan ilmunya untuk melakukan korupsi dan menghitung uang korupsi, dana yang besar juga cuma diperlukan kalau kita mau membeli dan memanipulasi suara rakyat. Aku tidak kan melakukan itu Bu karena aku punya citra."

"Tapi untuk menang dalam pemilihan, kamu harus populer, terkenal dan dipercaya nak. Itu sungguh sukar bagimu"

"Sukar ? Sama sekali tidak Bu. Keluarga kita terkenal diseluruh tanah air, malah sering dipuji oleh rakyat yang berkomentar di media. Mereka menganggap kita lebih hebat dan pintar daripada wakil rakyat bahkan presiden."

"Iya juga ya,.. Kemarin Ibu juga mendengar pak RT bilang keluarga kita lebih pintar dari para petinggi negara. Tapi kita tinggal jauh di pedalaman, Bagai mana kamu akan mendaftarkan diri nak?"

"Itu gampang saja Bu, dari sini naik ojek ke stasiun kereta api lalu naik kereta api ke Jakarta. Tapi sebelum itu aku akan menghubungi pak RT dan orang orang yang telah memuji kita, mereka pasti akan jadi pendukungku dan mereka akan kujadikan menteriku nanti."

"Hehehehe.... Walaupun itu tak mungkin terjadi tapi Ibu cukup senang dengan semagatmu anakku, Ibu tidak lagi risu walaupun terpaksa meninggalkanmu untuk selamanya pada hari raya Idul Adha nanti. "

"Lho?!! Ibu mau kemana? mau jadi TKW ya? Malaysia Atau Arab Saudi Bu? Yang penting hati hati ya Bu. Jangan bunuh orang disana, nanti aku yang serbasalah kalau sudah jadi presiden. Kalau tidak kubela, pasti aku dimarahi rakyat,, kalau kubela, berarti aku membela pembunuh."

"Ah,... sudahlah,... kamu semakin ngawur saja. Ibu takkan jadi TKW dan kamu takkan jadi presiden. Apa kamu lupa bahwa kita ini kerbau dan Ibu akan dijadikan korban dihari raya Haji nanti, tapi syukurlah itu lebih baik dari pada mati dengan cara tersiksa dirumah peyembelihan hewan"

Imaginasi berahir

"Ngoek...,,,"

"Ngoeeeek...."

Sang gembala berusaha meneruskan imajinasinya tentang perbincangan dua ekor kerbaunya tapi tak mampu lagi karena perutnya sudah lapar. Ia pun duduk bersila lalu membuka bekalnya.Diatas Orde reformasi yang menjajnjikan kesejahteraan yang mereata, sang gembala menikmati bekal kecilnya berupa singkong dan ikan kering. Ada kemungkinan ikan kering itu telah mati di saman Orde Baru yang menjajnjikan kehidupan yang adil dan makmur.

Nb: Tidak ada marga satwa yang cedera atau disakiti dalam pembuatan cerita ini.

Baca juga

Hikayat Abunawas 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun