[caption id="attachment_394622" align="aligncenter" width="387" caption="gambar diambil dari health.liputan6.com"][/caption]
Studi terbaru dari laman APA (American Psychology Association) 27 Januari 2015 yang lalu menunjukkan bahwa anak-anak yatim piatu yang dibesarkan di Romanian Institute for Abandoned Children (panti asuhan) memiliki ukuran kepala, volume otak yang relatif lebih kecil dan memiliki struktur basal ganglia (white matter) yang berbeda dengan anak-anak yang diasuh oleh pengasuh khusus (high-quality foster care) sejak lahir. Meskipun anak-anak yang sejak lahir di panti ini kemudian diberikan pengasuh khusus pada usia 2 tahun, perbedaan volume otak ini tetap ditemukan dibandingkan dengan anak yang memiliki keluarga biologis sejak lahir.
Penelitian menemukan bahwa perkembangan otak terganggu secara signifikan melalui pengabaian “profoundly interrupted and perturbed and changed by neglect.” Kata Charles A. Nelson peneliti dari Harvard Medical School dan Boston Children’s Hospital. “Perubahan-perubahan yang semakin parah dapat dihindari dengan sedini mungkin diberikan pengasuhan khusus pada bayi.” Lanjut Nelson.
Proyek penelitian ini “The Bucharest Early Intervetion Project” dimulai sejak tahun 2000 dengan subyek 136 bayi terlantar yang sejak lahir hingga usia 2 tahun sudah tinggal di panti asuhan khusus untuk anak terlantar tersebut. Pada usia 2 tahun peneliti secara acak memindahkan setengah dari jumlah anak kepada orangtua asuh. Peneliti secara parallel juga melakukan penelitian yang sama pada anak yang memiliki keluarga biologis sejak lahir.
Panti asuhan ini memiliki jumlah pengasuh yang tidak sebanding dengan jumlah anak. Anak cenderung diabaikan secara psikologis, stimulasi sensori dan bahasa sangat minim. Bayi-bayi tersebut tumbuh dengan IQ rata-rata 70 di bawah rata-rata inteligensi normal 90-110. “Pada semua pengukuran kami mendapatkan kerusakan.” Kata Nelson. Pengambilan data perkembangan otak dilakukan pada usia rata-rata 8 tahun menggunakan MRI (magnetic resonance imaging). Perbedaan signifikan muncul antara anak yang tetap tumbuh di panti asuhan, anak dengan orang tua asuh sejak usia 2 tahun, dan anak dengan keluarga lengkap pada struktur corpus callosum, sirkuit limbic, dan area sensory-processing. Corpus callosum bekerja “menghubungkan” dua belahan otak. Kiri dan kanan. Proses ini penting dalam perkembangan bahasa. Kerusakan pada sistem ini juga mempengaruhi rentang perhatian dan sistem pengambilan keputusan.
Selain di Rumania, panti-panti asuhan dengan kualitas yang sama rendahnya juga ditemukan di Rusia. Studi menunjukkan orang tua asuh yang mengadopsi anak-anak dari panti asuhan tersebut memiliki masalah yang hampir sama. Anak dengan perkembangan kognitif, perkembangan psiko-sosial, dan rentang perhatian yang terganggu. “Bahkan setelah 10 tahun diadopsi.” Kata Jamie L. Hanson, peneliti dan mahasiswa doktoral dari Duke University.
Perkembangan otak setelah anak dilahirkan bergantung pada lingkungan di sekitar anak, khususnya pada masa-masa perkembangan kritis 24 bulan pertama. Apabila stimulasi sensori dan lingkungan sosial tidak muncul pada masa tersebut, perkembangan otak sebagian besar bayi akan terganggu. Bayi membutuhkan pengalaman-pengalaman khusus. Dalam usia 3 hari, bayi sudah akan mengenali air susu ibunya, selanjutnya ia akan mengenali wajah. Kemudian berkembang akan mengenali kedua orangtua dalam waktu beberapa minggu. Otak bayi tidak akan terstimulasi apabila interaksi hanya terjadi saat mengganti popok. Ketika penelitian ini pertama kali dipresentasikan. Pemerintah Rumania memberikan respon cepat dengan melarang anak di bawah usia 3 tahun diasuh di panti. Sebelum usia 3 tahun anak akan diberikan orang tua asuh.
Penelitian menunjukkan dari ketiga kelompok subyek. Peluang anak untuk diabaikan paling besar terjadi di panti, kemudian pada orang tua asuh. Pada orang tua biologis kemungkinan anak diabaikan kecil, sehingga gejala yang mengikuti juga jarang terjadi. Sementara itu di Indonesia dalam Standar Nasional Pengasuhan untuk Panti Asuhan dan Lembaga Asuhan. Pada Bab 1, standar 8, pasal 4 sudah disebutkan :
“Bayi dan anak sampai umur lima tahun harus selalu ditempatkan dalam pengasuhan alternatifberbasis keluarga dan hanya ditempatkan di panti/lembaga asuhan untuk periode waktu sangat singkat dan sebagai tindakan darurat sampai diperolehnya orangtua asuh atau orangtua angkat yang tepat.”
Meski masih sulit menemukan mekanisme kontrol yang menjamin standar tersebut terlaksana. Begitu pula dalam lingkungan keluarga. Tentu semua orangtua ingin anaknya bertumbuh kembang dengan sempurna. Padahal semakin banyak suami-istri yang bekerja full-time. Sehingga meski anak memiliki orangtua lengkap, interaksi dengan keduanya minim. Lebih banyak waktunya dihabiskan dengan kakek-neneknya, dengan guru daycare, atau bahkan pembantu. Melihat hasil penelitian di atas. Alangkah baiknya paling tidak dari lahir hingga usia 2 tahun orangtua, minimal ibu memberikan sebagian besar waktunya untuk anak.
Pemerintah sebaiknya juga bisa mencontoh Swedia, yang mengeluarkan peraturan cuti 420 hari (1 tahun lebih 55 hari) kepada ibu setelah melahirkan, dan 60 hari bagi ayah dengan gaji dibayarkan 80%. Atau di Norwegia yang memberikan kesempatan bagi Ibu untuk cuti selama 2 tahun. Karena bagaimanapun juga. Bayi-bayi tersebut yang nantinya akan tumbuh dengan sehat, cerdas, dan menjadi penopang kemajuan bangsa.
Bondhan Kresna Wijaya | Pemerhati Pendidikan | catatanpadawan.wordpress.com
Sumber :
https://catatanpadawan.wordpress.com/2015/02/03/pengabaian-mempengaruhi-perkembangan-otak-anak/
http://www.bucharestearlyinterventionproject.org/
http://www.unicef.bg/public/images/tinybrowser/upload/PPT%20BEIP%20Group%20for%20website.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H