Demikian yang dikatakan Sarah-Jayne Blakemore, professor ilmu kognitif dari University College London (UCL).Kita mungkin sudah sering mendengar, ada seseorang mengatakan “Wah saya punya kecenderungan otak kanan nih” yang artinya dia orang yang kreatif, imajinatif. Atau orang lain yang cenderung punya cara berpikir logis, sistematis dianggap punya kecenderungan berpikir dengan otak kiri. Ketika ditanya darimana istilah itu berasal. Biasanya karena sudah banyak yang bilang. Bahkan sayaketika masih mahasiswa sarjana percaya saja tanpa melihat konsep dan ilmu yang mendasari pengetahuan tersebut.
Blakemore mengatakan dikotomi atau pemisahan belahan otak (hemisphere) antara kiri (logis, analitis, sistematis) dan kanan (kreatif, intuitif, emosional) merupakan misinterpretasi dari sebuah penelitian neurosains.Misinterpretasi ini nyemplung dalam budaya populer karena kecenderungan manusia yang memang menyukai kategorisasi. Kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang yang cari untung. Saya kemudian penasaran dan mengecek ke google. Hasil pencarian “otak kiri-otak kanan” yang muncul dari atas sampai bawah situs-situs mengenai tes otak kiri-kanan. Saya coba kata kunci lain “right - left brain thinker” yang muncul artikel-artikel yang memperjelas bahwa konsep ini cuma hoax. Saya tidak langsung percaya, saya coba masuk di www.apa.org. Situs resmi American Psychologycal Association. Tidak ada hasil. Saya cari di indeks pencarian jurnal yang lebih umum tapi terpercaya www.sparrho.com. Sama saja tanpa hasil. Jangan-jangan memang bener ya? Kita selama ini mempercayai hoax?
Misinterpretasi ini berawal dari seri penelitian dari tahun 1960 hingga 1980-an yang dilakukan oleh seorang neuroscientist bernama Michael Gazzaniga. Profesor neurologi dari University of California. Gazzaniga meneliti seseorang yang kekurangan corpus callosum yang merupakan jaringan saraf yang menjembatani otak belahan kanan dan kiri. Peneliti kemudian melakukan eksperimen dengan memutuskan jembatan saraf tersebut. Yang terjadi subyek penelitian mengalami kejang-kejang tanpa henti.Gazzaniga kemudian menyimpulkan bahwa otak tidak hanya punya fungsi kognitif, tapi juga punya fungsi kontrol motorik.
Dia juga menyimpulkan, bahwa ada bagian dalam otak belahan kiri yang berfungsi sebagai “The Interpreter”, penerjemah. Menerjemahkan aktivitas yang berlangsung di otak belahan kanan. Kesimpulan yang lain, Gazzaniga menyatakan bahwa kedua belahan otak punya peran masing-masing dalam fungsi kognitif. Dalam satu waktu, bisa jadi belahan otak yang satu mendominasi belahan otak yang lain. Tapi tidak ada pernyataan yang mengatakan bahwa proses ini linier. Bisa jadi aktivitas berjalan dari belahan otak kanan ke kiri. Maupun sebaliknya. Tidak ada pula pernyataan bahwa tiap individu memiliki kecenderungan dominan otak kiri atau kanan. Tiap individu bisa saja satu waktu dominan kanan, waktu yang lain dominan kiri dalam aktivitas kognitifnya. Tidak ada juga hasil yang menyatakan bahwa aktivitas kognitif itu “kreativitas” atau “logika matematika”.
Hasil penelitian ini kemudian menurut Blakemore kemudian “dijual” dengan menambahkan informasi-informasi lain supaya laku. Misinterpretasi ini jelas-jelas punya efek negatif, Blakemore menambahkan. Karena seseorang bisa merasa dan percaya dirinya tidak kreatif atau tidak sistematis. Padahal faktanya tidak demikian.Memang mungkin satu orang lebih kreatif dari yang lain, atau satu orang lebih sistematis dari yang lain. Tapi semua itu tidak ada hubungannya dengan otak kiri ataupun otak kanan!
Bondhan Kresna W. | Pemerhati Pendidikan | www.catatanpadawan.wordpress.com
Sumber : www.businessinsider.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H