Mohon tunggu...
Bondan Wibisono
Bondan Wibisono Mohon Tunggu... -

"I'm just a story teller who try to form a formula for extracting meaning from chaos, just like a handful of water we scoop up to recall an ocean"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sepanjang Tanah Papua

1 Desember 2011   12:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:57 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ akhir May 1944, sekitar 12.000 pasukan Sekutu dipimpin Jenderal Mac Arthur mendarat di kepulauan Schouten, kurang lebih 350 mil barat pulau Biak yang merupakan bagian dari Hindia Belanda. Armada ini merupakan bagian dari Hurricane Task Force yang akan menghadapi pertempuran sengit di pulau pulau yang diduduki tentara Jepang.  MacArthur menegaskan, ‘this marks the strategic end of the New Guinea campaign’" Welcome To The Land Of Papua

Kepada surga pepohonan tertitip tanah Timika yang terlelap dalam tidur panjang penuh kedamaian tanpa mimpi. Selimutnya bumi bertabur bunga setaman dan doa doa kami yang kehilangan. Isak tangis disembunyikan dibalik wajah wajah lusuh penuh duka cita. Muara Sungai Ajkwa, bergoyang pelan membawa angin kering mengembara membawa kabar duka ke kota kota nan jauh: "su pecah kitorang pu kepala ….. (sudah pecah kami punya kepala)

Papua, separuh akar dunia tercabut oleh karena keserakahan, pergi yang tak akan kembali lagi. Hati berlubang dilimuri puji ujian perkabungan bercampur kesedihan terhebat sepanjang hayat. Segala kenang kenangan atas indahnya masa Iryan sepanjang perjalanan menggenang pada udara. Sejuk tanah merah menjadi peristirahatan terakhirnya, tanah yang sama ketika pertama menginjak kaki danau Sentani dan pegunungan Jayapura menuju Border Indonesia-Papua New Guinea..

Papua, yang menitiskan ruh pada jiwa jiwa perkasa. cinta terbesar terbentuk oleh kisah kisah sepanjang masa. Negeri penuh petualangan memupuk anak anak panah yang melesat menjelajah angkasa tak bertuan, menejejaki bumi bumi nun jauh yang pernah teceritakan di temaram "Pintu Angin"; atau dihamparan rumput tanjakan "Aduh Mama"ketika rembulan penuh menguasai langit dulu.

Papua, berpeluh kasih sayang mengalir sepanjang dan sepenuh nafasnya. Dari kedalaman batinnya bersumber cinta kasih, cikal bakal kehidupan yang menebar di lembah lembah dan bukit nasib dimana harapan disemaikan. Sejuknya menjadi jimat penyemangat ketika kaki kaki kecil kami belajar melangkah menapaki bumi, memungut setiap keping kenangan untuk dipersembahkan kembali kepadanya sebagai kebanggaan.

Papua yang terbaik hatinya. Bersama sedihmu, separuh bumipun luruh jadi debu. Tinggal syahdu suara menggema di dinding jiwa, mengantarkan cerita dongeng tentang negeri yang jauh; mengantar kami ke alam mimpi Jayapura, kota yang dikelilingi bukit. Senyum Papua menjadi mercusuar pengarah langkah setiap kali mata angin menyesatkan arah. Maka gugusan waktu akan mengaburkan hangat dari pelukan terakhir, lantunan doa yang mengalir melalui hatimu yang bening.

Papua, kepadamu segala cinta dan kebahagiaan berpalung. Yang menjadikan kita menjadi manusia, kemudian yang mengajarikan tentang tata tertib dunia, mengenalkan kepada hidup dengan caranya, menuntun sikap untuk selalu menuruti cahaya hati. Cintanya sebesar rongga antara bumi dan langit, sedangkan kasih sayangnya seluas ukuran dunia. Suci dan juga sepenuh hati. Tidak akan pernah ada cinta yang menyamai keagungan cinta ibunda yang bercita cita memuliakan anaknya dalam kehidupan dunia. Begitu besar cinta kasihnya sehingga ruhnya selalu tertitis kepada jiwa anak anak yang telah menjadi manusia. Tidak peduli hal apapun yang kita anggap sebagai hal buruk yang diberikan;

“Ade, ko kenal bapa ini atau tidak? Coba ko perhatikan baik-baik,” tanya Kelly sambil mendekatkan foto Soekarno ke wajah Moses.

Sambil menggelengkan kepala, Moses berkata, “Ah, minta maaf bapa, sa tra (tidak) kenal. Ini bapa siapa pung foto ka?”

Dengan wajah terkejut Kelly berkata, “Tuhan ampun eeeee, ko tidak kenal Sokarno ka? Ini kitorang punya presiden pertama . Masa ko tidak kenal dia? Ko bikin malu saja!”

Sedikit emosi, Kelly kemudian mengeluarkan foto kedua dari kantong bajunya. Kali ini foto mantan presiden Soeharto.

“Kalau ini ko pasti kenal dia,” kata-kata Kelly makin tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun