Mohon tunggu...
Bonaventura Ricky Yosan
Bonaventura Ricky Yosan Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Mahasiswa

Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Semangat Postmodern dalam Menjawab Kompleksitas Zaman menurut Jean-Francois Lyotard

27 Mei 2024   21:10 Diperbarui: 27 Mei 2024   21:22 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat "dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung". Kekhasan pengetahuan postmodern yang bersifat plural, lokalitas, dan imanen menunjukkan bahwa mentalitas postmodern ingin mengarah pada penyesuaian dan konkretisasi pada realitas masyarakat sehingga perlu ditumbuhkan kesadaran bahwa setiap masyarakat memiliki kekhasan masing-masing dengan aneka pengetahuan, paham, dan ajaran yang khas juga pada wilayah tertentu yang mesti kita ketahui, pahami, dan hargai karena ajaran itu bagian dari hidup mereka dan upaya mereka untuk menciptakan hidup yang layak dan tertib. 

Maka, kita diingatkan dan disadarkan bahwa semangat yang nampak dalam peribahasa "dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung" mesti saya upayakan untuk saya hayati dan hidupi dimanapun saya berada dengan kesadaran bahwa idealis diri bukan serta-merta bisa diterapkan pada semua macam jenis masyarakat dan tempat sehingga mesti tumbuh semangat dalam diri kita untuk mampu menempatkan diri dan menyesuaikan diri dengan situasi yang ada yang teraktualisasi dalam mengikuti aturan setempat dan bijaksana dalam menentukan dan menempatkan diri bukan asal saja berperilaku dan berbicara layaknya di tempat kita sendiri yang seakan-akan semua tempat sama. Hal ini dikarenakan setiap tempat dan wilayah itu memiliki aturan, ajaran, dan tata tertib masing-masing yang khas sehingga nampak lokalitas di dalamnya.

Closing Statement "Penting bagi kita untuk memahami realitas bukan memaksakan realitas". Pemahaman yang saya tangkap dengan ajaran Lyotard dan situasi yang melatarbelakangi ajarannya membawa saya pada suatu pernyataan bahwa penting bagi kita untuk memahami realitas bukan memaksakan realitas. Artinya, realitas tentunya memiliki dinamika masing-masing yang tidak bisa disamakan semuanya sehingga tanggapan atas realitas itu dapat beraneka ragam cara dan bentuk yang sungguh semakin memperkaya dan menjawab realitas tersebut secara kontekstual dan aktual. Hal inilah yang saya lihat dari hadirnya narasi-narasi kecil yang bersifat lokal dan plural sehingga narasi-narasi kecil inilah yang akan menjawab dan menanggapi realitas setempat dengan aneka ajaran dan pedoman hidup yang sesuai dengan situasi dan kondisi sekitar sehingga fungsi dan nilai gunanya itu semakin baik dan aktual. Hal ini tentunya mesti ditumbuhkan dengan kesadaran dari diri kita untuk memahami realitas dengan mengkaji, menilai, dan menyesuaikan diri yang bukannya malah memaksakan realitas dengan menerapkan aneka idealis diri yang tidak relevan yang justru berujung pada bentrok dan pergolakan terhadap realitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun