"Kok dolar naik mulu, sebentar lagi kita krismon seperti tahun 98,." Mendengar kalimat itu... Duh ingin ku sleding jadinya hahaha ..
Jangan berfikir negatif dulu dong.. mari kita bahas....
Sudah tahukah kalian kenapa tahun 98 itu bisa krismon?
Saat itu krisis berawal dari krisis mata uang Thailand Bath, yang berimbas kepada negara kita. Selain itu juga diperburuk dengan pengelolaan utang luar negeri swasta yang tidak prudent karena sebagian utang luar negeri swasta tidak memiliki instrumen lindung nilai. Sehingga rupiah pada saat itu depresi mencapai sekitar 600% yaitu dari Rp 2.350 per dolar menjadi Rp 16.000 per dolar.
Nah kalau saat ini, pengelolaan utang luar negeri sangat berhati-hati karena dimana Bank Indonesia juga sudah mewajibkan transaksi lindung nilai bagi korporasi dalam rangka mengelola risiko nilai tukar.
Kesiapan Indonesia menghadapi krisis juga terlihat dari perbaikan rating utang yang signifikan. Jika dibandingkan dengan tahun 1998, rating Fitch anjlok hingga B- dengan outlook Negatif. Tahun 2018 per September Fitch memberikan rating utang BBB dengan outlook Stabil.
Penguatan dolar juga belum terlihat dampaknya pada Agustus 2018, malah kabar gembiranya pertumbuhan ekonomi berada di 5,2% per triwulan II 2018, sedangkan pada tahun 1998 merosot ke -13,6% . Â Selain itu juga cadev saat ini berkisar US$ 118,3 miliar sedangkan cadev tahun 1996 sebelum krisis berada di angka US$ 18,3 miliar. inflasi di 98 naik sebesar 77% sedangkan saat ini cukup stabil di bawah 3,5%.
Terus untuk kalian yang berkoar, BUMN terpuruk karena penguatan dolar. Udah cari tau belum apa yang dilakukan pemerintah menghadapi penguatan dolar tersebut ?
Nih saya kasih pemahaman lagi ya ..
Yang pertama itu BUMN menggunakan Skema Hedging atau pelindungan nilai agar BUMN penerima valuta asing akan mengcover yang membutuhkan. BUMN juga menggenjot Ekspor dan mengurangi impor.
Jadi ibaratnya dengan adanya penguatan dolar, tidak semua BUMN yang terkena dampak buruk, banyak juga BUMN yang mendapatkan keuntungan. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan BUMN yang menerima valuta Asing seperti BUMN sektor tambang, timah, pesawat, padat karya, pupuk, dan sebagainya. Â