Mohon tunggu...
BonangBarung .
BonangBarung . Mohon Tunggu... -

There's more about Indonesia than meets the eye!

Selanjutnya

Tutup

Money

Jangan Beri Uang Pada Orang Miskin!

22 Maret 2012   02:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:38 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bu, minta sedekahnya Bu.

Pak, minta Pak... saya belum makan dari kemarin.

Sebagai warga kota metropolitan, kata-kata tersebut tentunya merupakan hal yang lumrah saya dengar sehari-hari. Halte bis, stasiun, prempatan jalan, merupakan area-area “subur” untuk mendapati dialog semacam itu. Dialog, lebih tepat saya sebut dengan monolog, karena biasanya yang dituju tidak memberi reaksi berarti. Entah dia memberikan uang pada sang peminta atau hanya mengangkat tangan tanda tidak ingin memberi, pada keduanya terselip harapan agar si peminta cepat pergi menjauhinya.

Saya tidak akan menyalahkan orang-orang yang terkesan acuh tersebut. Saya sendiri biasanya melakukan hal serupa. Memang, memberikan sedekah kepada orang yang membutuhkan merupakan kewajiban sosial kita sebagai sesama manusia. Dalam ajaran agama saya sendiri, memberi sebagian dari harta kita kepada orang lain merupakah suatu perilaku yang tidak dapat ditawar. Meski demikian, saya tergelitik untuk mengomentari orang-orang yang berhak menerima sedekah tersebut. Sedari kecil saya mendengar peribahasa “Lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah”, yang tentunya berarti lebih baik memberi daripada menerima. Namun jika keadaan memaksa kita untuk menjadi penerima, apa yang harus kita lakukan? Hingga kini saya tetap berpikir bahwa “berhak menerima” tidaklah sama dengan “berhak meminta”.

Pada sebuah surat kabar nasional suatu bulan Ramadhan beberapa tahun silam, saya melihat sebuah foto dengan caption yang menggelitik. Kata-katanya kurang lebih seperti ini. “Para pengemis sedang berjalan menuju lokasi diadakannya shalat tarawih. Bagi mereka, kegiatan meminta-minta yang mereka lakukan adalah bentuk usaha untuk mengambil rezeki yang dititipkan Tuhan pada orang kaya.” Sekali lagi, saya jadi berpikir. Memang, si kaya berkewajiban untuk membantu si miskin. Namun, apakah orang yang kurang mampu berhak untuk menagihnya? Sudah menjadi dasar dari sifat manusia untuk tidak pernah merasa cukup. Itu yang menjadikan seseorang selalu berusaha keras untuk meraih sesuatu. Namun jika sedari awal seseorang merasa bahwa dirinya memang sudah ditakdirkan untuk menjadi orang yang tidak mampu, bukankah dia sama sekali tidak akan berusaha? Hal ini yang dikenal dengan memiskinkan diri sendiri. Orang yang kurang mampu akan selalu melihat ke atas, ke orang-orang lebih beruntung dari mereka. Mungkin juga menganggap bahwa orang-orang tersebut menikmati kekayaan tanpa perlu bekerja keras, tidak seperti diri mereka yang bekerja seperti apa pun namun tidak akan pernah menjadi kaya.

Pada tanggal 10 Maret 2012 lalu, organisasi TEDX UI menyelenggarakan seminar sharing ideas kedua dengan tema “Discover the Missing”. Dari enam pembicara yang hadir, pembicara ketiga adalah Leonardo Kamilius dari Koperasi Kasih Indonesia. Lulusan FE UI tahun 2008 ini memilih keluar dari perusahaan prestis di bidang konsultan bisnis McKinsey & Company dan merintis organisasi microfinance institution besutannya sejak tahun 2011 silam. Organisasi ini mengadaptasi model pinjaman modal kecil yang dicetuskan oleh peraih Nobel dalam bidang ekonomi, Muhammad Yunus. Dengan target ingin mengedukasi dan membantu rakyat kecil dalam meraih modal untuk usahanya, pria yang akrab disapa Leon ini telah memimpin organisasinya membantu lebih dari 300 warga di sekitar wilayah Cakung, Jakarta Timur.

Pengalaman hidup pria berusia 26 tahun ini membawanya kepada kesadaran bahwa hidup tidak akan lengkap jika tidak membagi kekayaan yang dimiliki dengan orang lain. Filosofi ini sejalan pula dengan ajaran tiap agama yang menegaskan bahwa kekayaan yang kita miliki bukanlah milik kita sepenuhnya. Seperti dalam ajaran Islam yang menekankan bahwa terdapat kewajiban untuk mengeluarkan minimum 2,5% dari pendapatan kita untuk diberikan kepada orang lain yang berhak, yakni mereka yang hidup dalam keadaan kekurangan.

Filosofi hidup Leon ini sekilas tampak lumrah dan merupakan pengetahuan sehari-hari. Memang sudah sewajarnya kita membagi harta kita dengan orang-orang lain yang lebih membutuhkan. Namun yang menarik, usaha yang dirintis oleh Leon menawarkan sesuatu yang berbeda dan cenderung baru di masyarakat Indonesia ini. Filosofi yang mendasari organisasi ini adalah untuk membantu orang untuk berdiri dengan kaki mereka sendiri. Bantuan yang diberikan tidak hanya semata-mata memberi. Seperti dalam peribahasa bahasa Inggris, “Give a man a fish, you’ll feed him for a day. Teach him how to fish, you’ll feed him for a life time.” Dengan membantu orang-orang di sekitar Cakung untuk memulai usaha mereka sendiri, Leon dan timnya turut medukung terciptanya usaha mandiri di lingkungan masyarakat menengah ke bawah. Alih-alih hanya memberi bantuan dalam bentuk uang tunai atau makanan yang hanya akan habis dalam waktu sehari, Koperasi Kasih Indonesia berusaha membantu masyarakat meraih kemandirian tanpa perlu menggantungkan hidup pada orang lain.

Filosofi ini dapat kita adaptasi dalam kehidupan kita sendiri. Jika kita sebagai anggota masyarakat dapat berkarya secara mandiri dan bahkan mampu membantu orang lain, coba bayangkan berapa banyak lapangan pekerjaan yang dapat tercipta. Pengangguran dapat ditekan, dan kualitas kehidupan dapat ditingkatkan. Bukan merupakan hal yang mustahil jika filosofi ini bahkan menjadi solusi kemiskinan di Indonesia. Namun yang pertama perlu dilakukan tentunya adalah dengan menyadari bahwa kita, seperti semua orang lainnya, mampu untuk melakukannya. Jangan ada lagi yang berusaha untuk memiskinkan diri sendiri. Dan jangan lagi ada yang (hanya) memberi uang pada orang miskin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun