Demokrasi mengandaikan pula bahwa suatu negara berdaulat secara ekonomi. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 mengungkapkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kondisi ideal yang diamanatkan oleh pasal 33 masih jauh dari harapan, meskipun kini sudah mulai terlihat kesadaran dari beberapa kalangan agar bumi, air dan kekayaan yang terkandung di Indonesia harus dikelola oleh negara.
Terkadang generasi mendatang tidak dapat memiliki akses ke sumber daya yang terkandung di bumi Indonesia dikarenakan ragam sumber daya tersebut dikuasai oleh pihak swasta atau MNC (multi national corporation). Salah satu hasil yang menggembirakan bagi rakyat Indonesia adalah diterbitkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengembalikan penguasaan pemerintah atas air dapat memunculkan harapan baru terhadap keadilan akses sumber air bersih (Kompas 13 Maret 2015).
(1) Penyelamatan Sektor SDA dan Migas
Sumber daya alam dan Migas merupakan anugerah Tuhan untuk Indonesia. Sudah sewajarnya negara dapat mengelola SDA dan Migas tersebut untuk memakmurkan segenap rakyat Indonesia. Pengelolaan yang berujung pada penguasaan SDA dan Migas hanya kepada pihak swasta dan beberapa gelintir orang hanya menimbulkan kesenjangan ekonomi. Padahal pada pasal 33 ayat Ayat 3: bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Salah satu provinsi di Indonesia yang melakukan inisiatif perubahan demi penyelamatan SDA Migas adalah Kalimantan Timur. Pemprov Kaltim merupakan provinsi pertama yang menggagas penetapan moratorium pertambangan di Indonesia. Provinsi ini merupakan pelopor gerakan penyelamatan (SDA) . Keseriusan Pemprov Kaltim dalam penyelamatan SDA terwujud saat Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak mendampingi Presiden Joko Widodo menandatangi perjanjian kesepakatan kerjasama Rencana Aksi Bersama Gerakan Nasional Penyelamatan (GNP) SDA di Indonesia untuk sektor kelautan, pertambangan, kehutanan dan perkebunan antara KPK dengan Semua Departemen Kementerian di Istana Negara Jakarta, Kamis (19/3/2015). Agenda pencegahan korupsi yang digagas Komisi Pemberantasan Korupsi tengah menyasar perbaikan pengelolaan sektor SDA dan Migas di Indonesia. Hingga Juli 2014, KPK telah menerima laporan bahwa 162 pemerintah daerah telah mencabut 300 izin usaha pertambangan.
(2) Payung Hukum Penyelamatan Sektor SDA dan Migas
Pelaksanaan kebijakan baik di tingkat pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu dilindungi oleh payung hukum yang mengikat. Payung hukum dari suatu kebijakan wajib ada agar eksekusi kebijakan di tataran pelaksanaan memiliki kekuatan hukum. Kekuatan hukum tersebut dapat menjadi acuan, jika ada penyalahgunaan kebijakan atau penggunaan anggaran yang menyalahi peruntukkan. Pengalaman Pemprov Kaltim dalam Gerakan Penyelamatan SDA Migas menyiapkan Pergub Kaltim tentang penataan pemberian izin dan non perizinan, serta penyempurnaan tata kelola perizinan sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan.
Payung hukum peraturan gubernur (Pergub) merupakan perangkat hukum yang dapat dijadikan acuan agar aktivitas eksploitasi SDA Migas di suatu pemda atau pemkab dapat dibatasi. Perpaduan antara Pergub dan Perpres (Peraturan Presiden) ditujukan agar pemberian izin eksplorasi SDA Migas dapat dikontrol, direevaluasi bahkan dihentikan, terutama untuk kontrak yang merugikan suatu wilayah dan merusak lingkungan.
Penandatanganan kesepakatan GPN SDA di tingkat pusat dan kesadaran pemprov serta pemkab dalam membuat peraturan gubernur atau peraturan bupati yang senafas diperlukan agar penyelamatan SDA menjadi prioritas dalam pembuatan kebijakan pemerintahan. Sinergi antara GPN SDA di tingkat pusat dan tingkat daerah sebagai cara melaksanakan amanat pasal 33 ayat 4: perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(3) Reevaluasi Perizinan di Sektor SDA dan Migas
Penerbitan perjanjian kontrak eksploitasi SDA Migas dahulu terjadi tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Diperlukan koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah agar tak terjadi penerbitan izin kontrak atau investasi yang berulang terhadap satu wilayah konsesi pertambangan, perkebunan, kehutanan dan kelautan.