Mohon tunggu...
Bona Ventura Ventura
Bona Ventura Ventura Mohon Tunggu... Guru - Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

#Dear TwitterBook, #LoveJourneyBook @leutikaprio

Selanjutnya

Tutup

Money

Kegalauan Kelas Menengah Indonesia

21 September 2014   06:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:04 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peningkatan kelas menengah di Indonesia cukup mengangkat naik pola konsumsi. Tingkat pengeluaran konsumsi kelas menengah Indonesia ada di kisaran 2-20 Dolar Amerika per hari. Ramainya pusat perbelanjaan di akhir pekan, berseliwerannya varian terbaru motor atau mobil di jalan dan keramaian pusat belanja gaya hidup (salon, klinik kesehatan, klinik kecantikan) merupakan indikator betapa kelas menengah Indonesia mulai menggeliat.
Ulasan Yuswohady dalam buku Consumer 3000: Revolusi Konsumen Kelas Menengah Indonesia memaparkan perbedaan konsumen kelas menengah Indonesia dengan kelas menengah di Eropa, Amerika, dan Jepang. Kelas menengah Indonesia, meskipun daya beli meningkat cenderung masih rapuh atau belum stabil. Sebaliknya, kelas menengah di Eropa, Amerika, dan Jepang sudah stabil berdasarkan daya beli per bulan. Ketidakstabilan kelas menengah Indonesia dapat dilihat dari gejala terjangkitinya mereka membeli barang-barang berkualitas premium, meskipun uangnya belumlah banyak sekali.
Terjangkitinya kelas menengah Indonesia dengan barang-barang bermerek kualitas premium dapat disaksikan saat pemilik gerai barang-barang tersebut mengadakan diskon. Gerai-gerai barang tersebut akan membentuk antrian hingga mengular. Ketidakstabilan kelas menengah Indonesia dapat pula disaksikan saat Pertamina mengumumkan penyesuaian harga Elpiji 12 kg. Kenaikan yang memicu keresahan bagi kelas menengah Indonesia, karena kenaikan harga Elpiji 12 kg akan menggerus pengeluaran mereka untuk konsumsi barang-barang bermerek. Menurut survei Nielsen status ekonomi sosial pengguna Elpiji 12 kg mayoritas kelas menengah dan atas.
Dalam menyesuaikan harga Elpiji 12 kg Pertamina sudah mengetahui benar perilaku konsumen kelas menengah Indonesia. Pihak Pertamina melakukan beragam sosialisasi dengan beragam media. Kelas menengah di Indonesia tercirikan dengan konsumen yang melek internet. Mereka memiliki beragam akses informasi terhadap suatu isu. Sebagai konsumen yang melek internet, mereka rajin mengecek lewat internet tentang barang-barang yang hendak dibeli. Kelas menengah Indonesia yang rajin berinternet menjadi celah pihak Pertamina untuk menyosialisasikan kenaikan harga Elpiji 12 kg di dunia maya. Sosialisasi yang lebih cepat mencapai tujuan, karena berdasarkan survei Nielsen kepala rumah tangga pengguna Elpiji 12 kg memiliki latar belakang pendidikan yang cukup.
Kelas menengah Indonesia yang well informed dan well educated lebih mudah menerima perubahan kebijakan, jika perubahan itu sesuai aturan hukum dan memiliki alasan yang rasional.
Penyesuaian harga Elpiji 12 kg secara berkala didasari atas kerugian yang dialami Pertamina sejak tahun 2009 - 2013 mencapai Rp 17 Trilyun. Dengan asumsi yang dipakai dalam RKAP 2014 (CPA 833 USD/Mton, kurs 10.500 Rp/USD) pasca kenaikan harga Rp 1000 /kg di Januari 2014 diperkirakan kerugian 2014 akan mencapai Rp 5.4 Trilyun. Apabila harga bahan baku dan kurs lebih besar akan berpotensi rugi lebih besar. Jumlah kelas menengah Indonesia yang semakin bertambah akan menimbulkan rongrongan terhadap anggaran subsidi pemerintah, jika harga Elpiji 12 kg tidak dinaikkan.
Penyesuaian harga Elpiji 12 kg non subsidi secara berkala dimulai kenaikan @ Rp.
1000/kg pada Januari dan Juli menjadi Rp. 6944 /kg di Juli 2014. Estimasi harga di konsumen Rp. 8.640/kg (Rp. 103.700/tabung). Selanjutnya, kenaikan harga @ Rp.1500/kg pada Januari dan Juli menjadi Rp. 9.944/kg di Juli 2015. Estimasi harga di konsumen Rp. 12.250/kg (Rp. 147.000/tabung). Lalu, kenaikan @ Rp. 1.500/kg pada Januari dan Rp. 500/kg pada Juli menjadi Rp. 11.944 /kg di Juli 2016. Estimasi harga di konsumen Rp. 14.660/kg (Rp. 175.900/tabung).
Pemaparan kenaikan harga Elpiji 12 kg secara berkala juga dilengkapi dengan fakta bahwa harga Elpiji 12 kg non subsidi di Indonesia dalam Rupiah/kg (7.700-14.300) berada di posisi terendah dibandingkan dengan negara India (12.000), Korea (17.000), Jepang (20.000), Filipina (24.000), dan Tiongkok (17.000-21.000).
Gejolak pasca pengumuman kenaikan harga Elpiji 12 kg non subsidi oleh Pertamina yang menyasar kepada kelas menengah Indonesia dapat teredam, karena faktor well informed dan well educated kelas menengah Indonesia tersebut. Penyajian fakta, data dan aturan hukum yang menyertai kenaikan harga Elpiji 12 kg non subsidi dapat mereka terima, asalkan Pertamina mampu menjamin stok dan peningkatan kualitas layanan serta keamanan tabung gas. Kegalauan kelas menengah Indonesia terhadap kenaikan harga Elpiji 12 kg non subsidi yang akan menggerus pos-pos pengeluaran untuk belanja barang-barang bermerek dan penurunan gaya hidupnya dapat ditepis oleh Pertamina dengan penyesuaian kenaikan Elpiji 12 kg yang dilakukan secara bertahap dan berkala. Dengan demikian mungkin saja kelas menengah di Indonesia dapat berseru bersama, “Penyesuaian harga, siapa takut?”

Sumber Bacaan: Pertamina. April 2014. Penjelasan Penyesuaian Berkala Harga Elpiji 12 kg. Jakarta.
[caption id="attachment_360471" align="alignnone" width="1000" caption=""][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun