Saat ini media sosial kita dipenuhi oleh dua tokoh dengan jargon "Kamu nanya ?" dan "Apaan tuh ?". Mulai dari Tik Tok, Youtube dan Instagram dipenuhi oleh video mereka bahkan sampai ke acara televisi. Mereka memiliki konten yang memiliki tujuan untuk menghibur penonton sehingga dapat menarik perhatian orang banyak. Ada netizen yang memuji tetapi banyak juga netizen yang menghujat mereka. Fenomena ini membuat saya menjadi heran dan bingung karena mereka menjadi semakin terkenal dan diberikan panggung untuk mempraktikkan jargon mereka secara langsung oleh pembawa acara yang mengundang mereka. Masih menjadi pertanyaan mengapa mereka semakin diundang ke banyak acara dan semakin viral sedangkan masih banyak para konten kreator yang memiliki konten positif yang bisa mengedukasi dengan memberikan informasi atau pandangan analisisnya tetapi tidak menjadi viral atau diberikan panggung sama seperti mereka.
Viral dan menjadi suatu trending dipengaruhi oleh cara kerja algoritma dari platform Tik Tok, Instagram dan Youtube dalam menentukan suatu konten direkomendasikan ke beranda dan pencarian kita. Cara platform menentukan foto atau video yang direkomendasikan di pencarian kita dengan melihat like yang kita tekan, jumlah komentar, jumlah dibagikan, jumlah disimpan dan jumlah pengikut atau subscribers yang dimiliki kreator. Dari fakta yang telah disebutkan kita dapat menggarisbawahi bahwa semuanya ditentukan oleh jumlah angka yang merupakan kuantitas tanpa mempertimbangkan kualitas konten yang memberikan dampak positif bagi yang melihat. Hal ini terjadi karena data berupa angka lebih mudah untuk dijadikan parameter untuk membuat algoritma daripada kualitas yang bersifat subjektif karena penilaian bagus atau tidaknya suatu konten berbeda untuk setiap orang dengan latar belakang intelektual beraneka ragam. Jumlah dari like, share, komentar, pengikut dan subscriber tidak bisa menjamin kualitas dari konten.
Ada cara yang dapat kita lakukan agar konten seperti mereka dan yang menyerupai mereka tidak menjadi viral. Caranya adalah dengan memanfaatkan cara yang sama  membuat konten Alif Cepmek dan Galihloss menjadi viral tetapi ditujukan terhadap konten yang positif. Kita mengetahui kalau cara yang membuat konten menjadi viral adalah dengan like yang kita tekan, jumlah komentar, jumlah dibagikan, jumlah disimpan dan jumlah pengikut atau subscribers. Kita bisa memanfaatkan balik cara tersebut dengan membuat konten positif menjadi viral. Cara yang lain adalah dengan memanfaatkan fitur "Not Interested" yang terdapat di platform media sosial agar menurunkan kesempatan suatu konten agar tidak direkomendasikan di beranda dan pencarian sehingga mencegah konten tersebut menjadi viral. Algoritma hanya sebuah alat, kita dapat memakainya untuk hal yang positif atau negatif karena semua tergantung oleh pemakainya sendiri. Konten yang negatif tersebut mungkin tadinya bertujuan menghibur, tetapi sampai kapan kita membiarkan orang-orang ini menjadi viral terus sampai memenuhi media sosial kita ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H