Mohon tunggu...
Maksimus Adil
Maksimus Adil Mohon Tunggu... profesional -

Pencinta dunia, pendamba perdamaian dan perindu kesejahteraan bagi semua...

Selanjutnya

Tutup

Politik

REVITALISASI KEBANGKITAN NASIONAL

31 Mei 2011   02:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:02 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

20 Mei 1908, 103 tahun yang lalu, kaum mudayang sedang duduk di bangku kuliah (STOVIA) mendeklarasikan lahirnya hari “Kebangkitan Nasional”.Tujuan dari gerakan ini adalah mewujudkan Indonesia yang merdeka, bebas dari penjajahan. Gerakan yang mereka mulai tentu sangat ideal karena kondisi riil ketika itu adalah bangsa kita terjajah oleh Belanda. Meski ideal, gerakan yang mereka mulai sangat beresiko, sebab gerakan itu langsung menohok jantung kekuasaan penjajah Belanda yang tentu tidak menginginkan kemerdekaan Hindia Belanda. Dari sudut penjajah Belanda, gerakan yang dimotori para mahasiswa ini berpotensi makar dan mengancam stabilitas negara (eksistensi penjajah Belanda).

Tujuan perjuangan para mahasiswa yang menandai lahirnya Gerakan Kebangkitan Nasional itu telah mulai terwujud sejak 17 Agustus 1945. Saya katakan telah mulai terwujud karena hingga KMB 1949 di Den Haag Belanda, secara de facto Belanda masih menancapkan kaki di Indonesia, dan hingga 1962 IRBA (Papua) belum lepas dari Belanda. Orde Soekarno berhasil menuntaskan era penjajahan asing yang berwujud pendudukan oleh bangsa asing atas bangsa kita. Dan kita sebagai bangsa boleh mulai memposisikan diri sebagai bangsa yang benar-benar merdeka (dalam artian lepas dari penjanjahan seperti yang terjadi selama ratusan tahun sebelumnya), sejajar dengan bangsa merdeka lainnya di dunia dan mulai diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain dalam percaturan global.

Penjajahan Model Baru

Lepasnya Indonesia dari belenggu penjajahan tidak serta-merta menjadikan bangsa kita bangsa yang mandiri. Sejak orde Suharto kita terbelenggu dalam kungkungan kekuasaan modal asing. Kita harus berhutang untuk membangun negara kita dan cengkeraman modal asing ini sedemikian dalamnya, masuk hingga ke pelosok-pelosok negeri. Akibatnya jelas, banyak anak negeri kita kehilangan tanah garapannya dan menjadi tamu di tanah leluhurnya, karena tanah mereka telah dikuasai pihak lain dalam bentuk perusahaan tambang atau perkebunan yang sebagian besar modal atau sahamnya dikuasai asing. Maka tidaklah aneh bila kita menemukan warga setempat hanya berperan sebagai pekerja atau buruh di tanah mereka sendiri.

Hari ini, selain cengkraman modal asing, bangsa kita masih dibelenggu oleh kemiskinan, kualitas pendidikan yang tidak merata di seluruh tanah air (rendahnya kualitas pendidikan), gurita korupsi yang merasuk setiap institusi pemerintahan (dan mungkin juga swasta), kolusi dan nepotisme, serta mentalitas yang mengutamakan kepentingan sendiri di antara pengambil kebijakan yang menghambat penuntasan berbagai masalah yang berpotensi merusak sendi-sendi negara dan terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana dideklarasikan oleh Founding Fathers kita.

Akar dari semua masalah di atas adalah hilangnya mentalitas yang dahulu pada zaman penjajahan menjadi karakter para pejuang kemerdekaan dan Founding Fathers kita. Mentalitas yang dimaksud adalah mentalitas yang siap sedia untuk berkorban demi kepentingan bangsa, negara dan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan siap sedia untuk berkorban bagi bangsa dan negara, seorang pemimpin tidak akan tergoda untuk korupsi dan mementingkan diri sendiri. Dia akan mendahulukan kepentingan orang yang dipimpin atau diwakilinya. Tetapi kita tidak menemukan pemipin seperti itu kini. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit.

Selain rendahnya kesediaan untuk berkorban, kita juga kekurangan pemimpin yang mempunyai integritas dalam arti jujur, berkata apa adanya, tidak suka memanipulasi kebenaran untuk kepentingan diri dan seterusnya. Padahal, sikap jujur, selalu mengatakan kebenaran, dan tidak memanipulasi kebenaran demi kepentingan diri oleh semua pemimpin di negeri ini akan sangat berguna untuk membangun karakter bangsa. Bukankah kita sebagai bangsa selalu mengatakan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari akar budaya bangsa kita sendiri? Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itulah yang harusnya menjadi karakter bangsa kita, tetapi kenyatannya kita sering menemukan yang sebaliknya.

Hari-hari ini, kalau kita menonton berita di TV atau membaca koran, kita sulit membedakan siapa berkata jujur atau bohong, siapa yang berjuang untuk kebenaran dan siapa yang tidak, karena tiap-tiap pihak yang berperkara atau terlibat dalam suatu masalah akan saling berusaha untuk menyatakan kebenaran versinya sendiri-sendiri yang seringkali berakar pada upaya untuk menyelamatkan kepentingan mereka sendiri. Hal itu misalnya sangat terang kelihatan dalam kasus yang melilit PSSI sekarang, kasus suap pembangunan wisma atlit di Palembang, kasus Century yang belum juga jelas ujungnya hingga kini, kasus Gayus Tambunan yang semakin tidak jelas, kasus pembelian pesawat Merpati dan sebagainya. Sebagai rakyat biasa yang menyaksikan semua sandiwara itu tentu kita akan pusing sendiri karena kita harus memutuskan sendiri siapa yang benar dan siapa yang melakukan kesalahan, dan hal itu tentu saja menyebabkan ketidak-pastian di kalangan masyarakat bawah. Dalam kasus pembangunan wisma atlit di Palembang misalnya, sebagai penonton, kita harus memutuskan sendiri siapa yang berkata jujur dan siapa yang bohong antara Rosa dan mantan pengacaranya.

Yang sudah lama dan telah menjadi pengetahuan umum di tengah masyarakat adalah, sebagai rakyat biasa yang tidak terlibat dalam politik (partai politik), kita akan sulit untuk memastikan benar atau tidak dan jujur atau tidaknya seorang politisi ketika dia membuat statement politik di depan umum. Akibatnya tentu jelas, rakyat sulit untuk mempercayai pernyataan yang dibuat oleh seorang politisi, termasuk sulit untuk mempercayai pernyataan ketua DPR atau Presiden yang merupakan tokoh yang harus didengar dan dipercayai pernyataannya oleh seluruh rakyat.

Hidupkan Nilai-Nilai Pancasila

Untuk menyelamatkan bangsa ini, maka kita perlu merevitalisasi semangat Kebangkitan Nasional. Namun sasarannya kini tentu bukan untuk lepas dari penjajahan oleh bangsa lain, melainkan pertama, agar bangsa kita lepas dari cengkeraman kekuasaan modal asing yang kenyataannya membuat kita sebagai bangsa tidak merdeka untuk memutuskan dan menentukan sendiri banyak hal termasuk UU untuk kepentingan bangsa kita sendiri.

Kedua, akhiri semua bentuk korupsi sekarang juga dengan cara menegakkan kepastian hukum yang adil, termasuk menyita semua aset koruptor bila perlu. Korupsi telah menjadi masalah serius di negeri ini, dan sangat berpotensi menghancurkan keutuhan negara.

Ketiga, akhiri kemiskinan sekarang juga dan tingkatkan kualitas pendidikan untuk seluruh rakyat. Caranya sederhana, berikan semua yang menjadi hak rakyat, jangan ada manipulasi dan pemotongan anggaran untuk rakyat demi kepentingan diri sendiri.

Agar semua ini dapat terwujud, maka semua pihak mulailah untuk berkata dan bertindak jujur, jangan ada kebohongan, tingkatkan dan utamakan semangat pelayanan dalam menjalankan tugas, jangan ingat diri, singkirkan segala kepalsuan dalam hidup kita. Untuk itu, hiduplah sebagai manusia yang apa adanya, ugahari, peduli pada nasib seluruh anak bangsa dan kelangsungan hidup bangsa ini. Bila anda PNS atau pejabat negara cukupkan diri anda dengan apa yang seharusnya anda dapatkan. Sebagai pelayan masyarakat, anda harus ingat, seorang pelayan tidak pernah boleh mengambil lebih dari yang seharusnya dia dapatkan. Pemerintah dan seluruh elemen bangsa wajib melakukan semua ini, karena itulah cara yang tepat untuk menghidupkan nilai-nilai Pancasila, itulah cara kita untuk menghidupkan kembali semangat Kebangkitan Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun