Mohon tunggu...
Maksimus Adil
Maksimus Adil Mohon Tunggu... profesional -

Pencinta dunia, pendamba perdamaian dan perindu kesejahteraan bagi semua...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PESAN DI BALIK KEKERASAN OLEH PELAJAR

17 Oktober 2012   08:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:45 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa waktu yang lalu, banyak di antara kita mengelus dada dan meratap pilu, menangisi beberapa nyawa tunas muda bangsa yang hilang akibat kekerasan yang dilakukan anak muda sebayanya. Seberkas harapan dan sejumlah impian dari keluarga dan yang bersangkutan sendiri akan peluang dan masa depan yang cerah pupus dalam sekejap seiringi berakhirnya kisah hidupnya.

Orang “sehat” tidak mendukung kekerasan, apalagi bila itu mengakibatkan hilangnya nyawa manusia lainnya. Peristiwa kehilangan nyawa seorang anak manusia oleh karena kekerasan yang dilakukan manusia lainnya merupakan peristiwa tragis yang dikutuk semua orang, bahkan mungkin oleh si pelaku kekerasan sendiri, bila kekerasan itu dilakukan terhadapnya atau orang-orang yang dicintainya.

Tidak ada orang yang menghendaki terjadinya kekerasan. Maka bila kekerasan terjadi, masyarakat sebagai komunitas akan menempatkan si pelaku pada posisi disalahkan dan bahkan dilabeli dengan berbagai sebutan seperti “pembunuh”, “penjahat”, “orang tidak waras”, dan macam-macam label tidak baik lainnya. Macam-macam pelabelan negatif itu merupakan bentuk hukuman dari komunitas masyarakat terhadap pelaku kekerasan. Hukuman itu wajar dan manusiawi. Dan semestinya, hukuman oleh komunitas masyarakat terhadap pelaku cukup untuk menjadi mekanisme pencegahan terhadap terjadinya kekerasan fatal yang berakibat sangat buruk pada korban.

Tetapi mengapa kini tunas-tunas muda bangsa ini seolah-olah tidak peduli dengan hukuman komunitas masyarakat? Siapa yang harus bertanggung jawab?

Pertanyaan yang Absurd

Menanggapi kasus terbunuhnya seorang pelajar SMAN 6 oleh siswa dari SMAN 70 Jakarta beberapa hari yang lalu, beberapa pengamat menunjuk sekolah dan para guru sebagai pihak yang harus bertanggung jawab dan patut disalahkan. Fungsi sekolah dan peran guru yang sangat besar dalam mendidik siswa dan siswinya menjadi dasar argumentasi ini. Sebagai pendidik, guru wajib mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma bagi para siswanya. Dan itu benar. Di pihak lain, sekolah sebagai lembaga pendidikan juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pendidikan nilai di sekolah sampai kepada para siswanya dan benar-benar mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dilakukan lewat mekanisme pengawasan dan pendampingan yang dilakukan oleh sekolah terhadap proses belajar dan pengajaran di sekolah. Maka pantas bila akhirnya sekolah, cq kepala sekolah, harus ikut bertanggung jawab. Tetapi benarkah tuduhan itu?

Sekolah dan para guru mempunyai tanggung jawab yang harus mereka embankan. Tetapi tanggung jawab guru dan sekolah tidak tanpa batas, seiring terbatasnya peran yang masing-masing pihak emban di hadapan kebebasan dan tanggung jawab siswa-siswanya. Di lain pihak, para siswa adalah pribadi-pribadi yang sedang belajar. Mereka sedang dalam proses menjadi dan belum sepenuhnya bertanggung jawab atas dirinya. Siswa pelaku kekerasan pun tidak bisa sepenuhnya dipersalahkan. Tetapi kesadaran itu tidak bisa menghapus begitu saja tanggung jawab pribadi atas tindakan ataupun tutur katanya yang merugikan orang lain.

Para siswa adalah pribadi-pribadi yang independen dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan bebas. Mereka bukan robot yang harus terus dikontrol. Mereka dididik untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri, atas apa yang dikatakan dan diperbuatnya. Itulah yang disebut tanggung jawab sosial siswa (student social responsibility), yakni bahwa setiap siswa bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dan dikatakannya. Secara moral tanggung jawab itu melekat pada diri tiap siswa. Tidak seorangpun boleh mengambil itu dari mereka. Kesadara atas tanggung jawab social siswa harus terus dipupuk dan ditekankan. Hanya dengan itu, kita dapat menghentikan, atau setidaknya membendung perwarisan kekerasan kepada generasi yang akan datang, sekaligus mempersiapkan mereka untuk menjadi warga Negara yang baik.

Lantas siapa yang harus dipersalahkan dan bertanggung jawab atas hilangnya nyawa oleh karena kekerasan? Berhadapan dengan pemahaman yang disinggung di atas, pertanyaan ini menjadi absurd. Tidak ada individu atau pihak yang bisa dituntut untuk mengambil seluruh tanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan siswa, juga si pelaku sendiri. Karena masing-masing pihak, termasuk si pelaku, hanya merupakan bagian dari sebuah system. Sistem itu sedemikian kompleks dan rumitnya, sehingga bila ditelusuri untuk mencari jawaban atas pertanyaan siapa yang harus bertanggung jawab, maka kita akan tersesat dan sampai pada titik tidak bisa memastikan apa pun. Jadi pertanyaan untuk mencari jawaban siapa yang harus mengambil tanggung jawab penuh atas kejahatan yang terus dilakukan para tunas bangsa ini tidak relevan.

Terus berulangnya kekerasan oleh siswa terhadap siswa lainnya menuntut suatu tindakan yang radikal dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya. Bukan saatnya untuk bertanya siapa yang bertanggung jawab, melainkan bagaimana kita menghentikan kekerasan ini dari sekolah-sekolah kita, dari tunas-tunas muda bangsa ini. Bagi saya, tidak ada yang lebih penting dari teladan. Seluruh bangsa harus berkomitmen untuk menghentikan semua bentuk kekerasan meski atas alasan yang “suci” sekalipun. Jangan lagi ada orang yang merasa dirinya suci dan paling benar, dan karena itu pantas menghukum orang atau pihak lain bila dia tidak berwewenang untuk itu. Hanya orang yang sadar akan kelemahan dan keterbatasan dirinya yang bisa membawa perubahan dan kebaikan bagi bangsa ini, bukan orang yang merasa dirinya suci dan sempurna.

Maksimus Adil


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun