(Cerita sebelumnya)
Kabut tipis terhampar menyelimuti perkampungan di pinggiran Kota Jogja bagian utara. Dingin ... membuat semua orang memeluk erat selimutnya dan enggan bangun dari tempat tidurnya.
Kumandang adzan Subuh pun terlewatkan oleh Sono. Dia masih terbuai mimpi-mimpi indahnya tentang Putri dan gangsingannya.
Krriinnggg ... kriinnggg ....
Bunyi alarm pukul 05.00 mengagetkan dan membangunkan Sono. Bergegas dia melaksanakan kewajibannya.Â
"Kek, aku sudah paham tentang gangsingan," kata Sono ketika pulang dari mushola di depan rumahnya dan mendapati sang kakek sedang duduk di pendopo.Â
Sono mendekat dan memperhatikan posisi duduk kakeknya. Kakek duduk dengan posisi kedua tangan terbuka di atas lutut. Mata terpejam dan nafas halus teratur. Pelan-pelan Kakek membuka matanya dan menatap tajam pada Sono.
"Hmm ... kalau begitu kau lakukan olah nafas ini. Lakukan rutin kapan saja dalam keadaan tenang terutama setelah melakukan latihan fisik. Tetapi jangan sampai mengganggu aktivitas belajarmu. Ini untuk membantu mengatur emosimu."
"Baiklah, Kek. Nanti sore akan aku coba berlatih nafas itu bersama Tono," kata Sono.
Sono kemudian bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah. Tak lama kemudian keluar dari kamarnya sudah terlihat rapi dengan baju seragam putih birunya. Dia menuju meja makan dan mengambil singkong rebus untuk sarapan paginya.
"Kamu tidak sarapan nasi, Nak?" tanya ibunya.