PERIHAL PENGANGKATAN ANAK DALAM BUDAYA MALIND ANIM
★★★
(Oleh Natale More Buer)
Pendahuluan
Mengangkat anak dalam adat istiadat dan budaya orang Malind Anim sebenarnya tidak ada. Proses pengangkatan anak dalam tradisi Malind Anim sangat-sangat sakral dan sangat rahasia. Dalam proses mengangkat anak sekali lagi tidak ada istilah MENGANGKAT ANAK secara adat. Anak yang diangkat secara adat pertama-tama tidak boleh diketahui oleh banyak orang melainkan hanya oleh keluarga bersangkutan antara keluarga asali dan keluarga yang mengambilnya.
Sejak memasuki era 2000-an bangsa Malind Anim sudah memasuki masa kehancuran yang mana hutan, tanah, nama leluhur dan marga telah menjadi bahan eksploitasi demi kepentingan korporat dan alat komoditas bagi para penguasa lokal maupun nasional. Sebelum Korindo Group beroperasi di tanah Malind Anim dengan dalil mengubah wajah kota Merauke menjadi kota agro metropolitan marga Gebze menjadi taruhannya untuk menjadi alat komoditi yaitu dengan diangkatnya Salah seorang pengusaha menjadi anak angkat dalam marga Gebze. Di tahun 2019 sebelum Ajang pemilihan Umum Kepala Daerah (Kabupaten) marga Kaize menjadi alat komoditi politik dengan diangkatnya Salah seorang politikus senior menjadi anak adat dalam marga Kaize dengan pemberian nama salah satu kepala perang di kepala kali kumbe. Di awal tahun 2025 salah seorang Prajurit TNI berpangkat Kolonel kemudian diangkat secara adat dalam marga Mahuze dengan memberikan nama leluhur yaitu salah satu panglima kepala perang Malind duf (Malind pantai). Tentunya semakin ke sini masyarakat adat Malind semakin kehilangan jati dirinya yaitu dengan melupakan aturan-aturan dalam adat istiadat mereka.
Selamat ini praktek-praktek pengangkatan anak adat dalam setiap marga khususnya tiga marga besar yaitu Gebze, Mahuze dan Kaize harusnya dilakukan sesuai dengan Asas dan aturan adat Masyarakat Malind namun, pada prakteknya adalah orang Malind mengimplementasikan apa yang menjadi tuntutan dalam undang-undang otonomi khusus Papua secara keliru yakni harusnya mengangkat anak yang berasal dari rumpun dan ras Melanesia bukan asal mengangkat anak dari Ras Polinesia, Ras dan Melayu. Kenapa tidak mengangkat anak secara adat dari Tabi, Mamta, Saireri, Bomberay, Domberai, Lapago, Mepago atau dari Ha-Anim sendiri? Atau Kepa tidak angkat anak secara adat dari PNG, Vanuatu, Solomon Island dan negara-negara di Pasifik yang rata-rata berasal dari rumpun dan ras Melanesia?