Mohon tunggu...
Bomi Bimo
Bomi Bimo Mohon Tunggu... -

jadikanlah satu tindakanmu yang bermanfaat, dari pada puluhan nasehat yang kau berikan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sepeda Baruku

19 Agustus 2011   16:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:38 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setiap orang tua slalu ingin memberikan kebahagiaan kepada anak-anaknya, baik itu berupa materi ataupun hanya sebuah pujian.. tak luput semua itu hanyalah sebuah rasa kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya. Dan akupun pernah mengalaminya....

Beberapa tahun yang lalu...

Aku tinggal di perkampungan kecil di pinggiran kota Palembang. Bapakku seorang petani, dan ibukku hanyalah seorang ibu rumah tangga dan juga membantu bapak sambil berdagang asongan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Kami tujuh saudara, dan aku anak bungsu. Kata orang hidupnya anak bungsu lebih nyaman dibandingkan dengan saudara-saudara yang lain, namun kenyataannya orang tuaku slalu memperlakukan kami semuanya sama skalipun aku anak bungsu.

Seperti biasa bila hari sudah sore semua anak-anak bermain di lapangan, begitu juga denganku dan semuanya asik bermain di lapangan. Dan rumahku juga tidak begitu jauh dari lapangan itu, semua orang slalu menikmati di senja hari itu..

Hal yang paling di sukai anak-anak saat itu (termasuk aku) adalah bermain sepeda. Pada saat itu dikampungku, sepeda adalah barang yang paling mahal untuk permainan anak-anak dan hanya orang tua merekalah yang mampu untuk membeli sepeda.. sementara orang tuaku mengumpulkan uang hanyalah untuk bertahan hidup serta sebagian untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Sejujurnya, terkadang ingin rasanya aku memiliki sepeda tapi aku juga tau bila orang tuaku bukanlah golongan orang yang mampu dan aku sadar itu. Aku tetap menyukai mereka yang menikmati sepeda barunya, kadang kala mereka berbaik hati meminjamnya.

Permainan di senja itu sungguh menyenang bagiku, walau hanya cukup memandang atau mendorong sepeda mereka dari belakang, semua itu menyenangkan buatku. Tak terasa sekujur keringat membasahi tubuh dan bersamaan dengan tenggelamnya matahari, berangsur kami pulang kerumah masing-masing.

Dan semua itu terjadi hampir ditiap sore harinya.. bercanda, bermain...

Hingga suatu ketika disiang itu selepas pulang sekolah, aku melihat sepeda butut didepan rumah dan aku pikir ada tamu makanya aku lewat belakang rumah, kata bapak tidaklah sopan bila ada tamu aku atau saudaraku melintasinya, mungkin karena rumah kami sangat kecil.

Di dapur aku menjumpai ibukku yang sedang memasak sementara bapakku sedang memarut kelapa membantu ibuku memasak. Akupun bertanya-tanya, siapakah tamu didepan itu.? dan aku bertanya kepada ibu.. "bu, sepeda jelek siapa tuh yang di depan.?" tanyaku. Ibuku hanya diam menatapku dan tidak berkata apapun, aku mendekati bapak dan bertanya dengan pertanyaan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun