Mohon tunggu...
Tomy Sinaga
Tomy Sinaga Mohon Tunggu... -

Melihat.Melakukan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Berita Malam Hari

4 Mei 2011   07:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:05 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seorang sahabat mengirim surat. Katanya ia rindu padaku. Dan mulai ragu akan hidupnya saat ini. Katanya dia baru liburan ke sebuah tempat yang sangat berkesan. Namanya surga. Ia berkata surga ternyata hanya sebuah tempat yang gelap. Kau tidak bisa melihat apa apa. Aku berhenti membaca. Rasanya tidak percaya. Lalu memutuskan kembali membaca. Di surga gelap. Tapi tidak dingin. Hawanya bersahabat. Hangat. Bila melihat ke atas, kegelapan akan sedikit teratasi oleh kerlip kecil dari (sesuatu yang menurutnya) kunang kunang. Tapi tetap saja gelap. Yang dia sadari. Dia tidak sendiri disitu. Karena dia mendengar banyak suara orang disitu. Saling mengucapkan kata penuh kasih. Dan itu membuat dia nyaman dalam kegelapan tersebut. Surga yang gelap. Dia hanya bertanya. Bagaimana mungkin suara itu bisa saling bicara dalam kegelapan? bagaimana mereka bisa melihat.

Sahabatku tidak tahu jawabannya hingga dia melihat sebuah cahaya kecil. Cahaya yang membuat dia bingung. Karena keluar dari dalam dirinya. Menerangi sebagian tubuhnya hingga kemudian semakin terang. Memenuhi seluruh tubuhnya. Dan semakin terang sehingga dia mulai bisa mengamati asal suara yang didengarnya. Orang orang di surga bercahaya. Dan dia hanya bisa takjub.

Sahabatku juga berkata. Ada cahaya yang paling terang diantara semuanya. Dia berada di sebuah puncak, hingga semua orang bisa melihatnya. Silau. Sangat silau. Tak pernah ada yang tau bagaimana bentuk dan rupa sang pemilik cahaya paling terang tersebut. Cahayanya tidak seperti cahaya para orang yang ada disitu.

Lalu sahabatku berkata, Cahaya yang paling terang itu lalu bersuara. Dengan lembut dan tegas. Semua sudah masuk. Saatnya kita menutup pintu. Itulah kata kata yang diucapkan cahaya tersebut. Sahabatku bingung. Lalu bertanya pada orang sekitarnya. Dan baru taulah dia bahwa dia-sahabatku itu- sedang berada disurga.

Teringat padaku, segera diraihnya kertas yang muncul entah dari mana. Dan menulis melalui pikirannya. Sesegera mungkin dia meraih pintu surga yang hampir tertutup. Menitipkannya pada seorang tukang pos yang sudah dilarang masuk oleh para malaikat penjaga. Tukang pos hanya bisa pasrah menerima kenyataan dia tak masuk surga. Dan dia pun menuruni tangga sorga dengan gontai. Meraih sepeda tuanya yang tertinggal di bumi. Dan mengantarkan surat yang dititipkan oleh sahabatku itu padaku.

Aku hanya bisa tersenyum membaca isi suratnya. Terlebih di bagian akhir dimana dia berkata ” Han..berat untuk mengatakannya, tapi sepertinya kau akan masuk neraka”.

Sungguh berita malam hari yang jenaka. Ternyata temanku masih saja gila. Sakit jiwa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun