Mohon tunggu...
Boe Berkelana
Boe Berkelana Mohon Tunggu... lainnya -

Pejalan. Menetap di Labuan Bajo-Flores, NTT

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ame Lalong (1) Labuan Bajo

9 Desember 2014   18:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:41 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi masih muda. Ame Lalong baru saja usai sarapan. Nasi putih dengan lauk daging rusa bakar. Daging rusa kiriman keluarga Ine Lalong, istrinya, di gunung. Kakak laki-laki Ine Lalong memang jago berburu rusa. Tiapkali mendapat buruan, pasti beberapa dendeng dagingnya dikirim untuk Ame Lalong sekeluarga. Kadang juga lengkap dengan tanduknya. Dan Ame Lalong menjualnya ke turis. Sebagai balasan, jika di gunung sudah paceklik buruan, Ame Lalong akan mengirimi keluarga istrinya itu berikat-berikat ikan kering.

Pagi itu, seuai sarapan, Ine Lalong langsung ke sawah. Melihat-lihat padi yang mulai menguning juga melihat sayur-mayur yang ditanam dikebun kecil dekat selokan. Ame Lalong tak ikut. Ia sudah bersiap dengan Honda Revo-nya untuk mutar-mutar Labuan Bajo. Musim Kemarau begini, Labuan Bajo banyak turis. Siapa tau ada yang hendak ke Lembor, Danau Sano Nggoang, atau Cunca Rami. Sekali jalan PP sudah bisa membelikan jilbab bagus untuk Ine Lalong dan susu untuk Lalong, anaknya yang masih kecil. Apalagi kalau turis, kadang bayarnya lebih. Walau kadang juga ada yang pelit. Jangan pikir Ame Lalong pintar bahasa Inggris, apalagi Bahasa Jerman. Setiap transaksi dengan turis selalu menggunakan bahasa isyarat saja. Kadang juga turis yang dia antar sudah bisa menyebut angka ratusan dan ribuan dalam bahasa Indonesia. Naluri tukang ojek bertemu dengan turis yang membutuhkan tumpangan terpercaya.

Ia pun menghidupkan mesin Revonya. dari kampungnya di seberang Wae Mese, menyusuri jalan poros menuju Labuan Bajo. Memasuki kampung Wae Mata, Ia perlahan melaju motornya. Tiap ada orang yang berdiri di pinggir jalan, ia berteriak,

"Ojek,,..?"

Begitu seterusnya sepanjang jalan.

Di perempatan Wae Kesambi, lampu merah menyala. Ia dilema. Antara terus ke arah Kantor Bupati, lalu terus ke Kantor DPRD atau belok kanan ke arah kantor-kantor pemerintahan daerah lainnya, atau belok kiri, ke arah SMP Negeri 1 Komodo, lalu belok kanan ke Bandara Komodo atau terus ke Pelabuhan lalu ke Pantai Pede?

"Ah pagi-pagi begni belum jam pulang kantor. Di kantor Bupati, DPRD, mana ada penumpang", Ame Lalong bergumam.

Lampu perempatan menyala kuning. Ame Lalong belum punya keputusan. Lampu hijau. Dan Ame Lalong akhirnya memilih belok kiri. Tapi kini tujuannya ada dua. Ke Bandara atau Pelabuhan lalu terus ke Pantai Pede?

"Ah, bandara jam segini mana ada pesawat turun. Lagian mana ada penumpang pesawat mau naik ojek? Atau sekedar melihat perkembangan pelebaran bandara?", ia kembali berdialog dengan pikirannya.

Ia ingat, beberapa minggu terakhir Bandara kecil itu kini tengah diperlebar. Kabar yang ia dengar dari Pak Frans, tetangga rumahnya yang mengajar di Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Labuan Bajo, bandara itu diperlebar menyambut Sail Komodo. Supaya pesawat besar seperti Garuda bisa masuk. Sekarang Labuan Bajo sudah jadi perhatian pusat juga dunia. Pintu masuk ke Pulau Komodo, yang beberapa waktu lalu masuk satu dari tujuh keajaiban dunia kategori alam. Dan masih menurut pak Frans, Sail Komodo akan dilakasanakan minggu depan. Presiden SBY akan datang. Banyak turis.

Revo Ame Lalong terus melaju. Sesekali ia berteriak ke orang2 dan juga bule-bule yang berjalan kaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun