Mohon tunggu...
Boe Berkelana
Boe Berkelana Mohon Tunggu... lainnya -

Pejalan. Menetap di Labuan Bajo-Flores, NTT

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Nasehat Jum’at

23 Mei 2015   00:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:42 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelang tengah hari.
Panas semakin mendidih. Membakar segala jenis kulit, segala macam tutupan, segala jenis permukaan; yang telanjang langsung pada matahari. Di jalanan, sesawahan, kekebunan, lelautan, dan rumah-rumah yang tak beratap. Betapa semakin hari, Matahari semakin marah pada manusia, pada hewan, pada yang hidup, pada yang mati, pada kehidupan.

Pada sebuah rumah beton yang menjulang tinggi, yang tingkatnya mencoba merayu langit, yang tingginya melampaui pohon yang paling jangkung dalam dongeng manusia-manusia terdahulu, orang-orang lalu-lalang pada tangga kotak antar tingkat. Naik turun untuk segala macam keperluan. Dari basement, lobby, lantai satu, dua, tiga, lima belas, dua puluh, empat puluh, hingga tingkat paling tinggi.

Dari balik kaca pada tiap ruangan di tiap tingkatnya, orang-orang terlihat berbicara namun bisu. Ramai namun sepi. Sejuk namun penuh bara. Kehidupan adalah tentang mengejar keinginan dan keinginan semakin dikejar semakin jauh dari tangkapan.

***
Tepat tengah hari. 12:00 PM.
Di sebuah Masjid tua, orang-orang mulai berdatangan. Bersarung dan berbaju koko, bersarung dan kaos oblong, berbaju koko dan berjeans biru, berjeans biru dan berkaos oblong, berjeans biru dan berkopiah putih, berkumis berjanggut; Tuhan maha besar, menciptakan manusia dengan selera seni menutup tubuh bermacam-macam.

Pada mimbar, berdiri seorang pengantar ibadah. Dibacakannya beberapa pengumuman, tentang hari-hari selama sepekan, tentang orang-orang baik yang singgah kemudian pergi. Lalu ditutup dengan mengutip gambaran kemewahan surga dan kekejaman neraka.

Lalu, seorang yang lain, mengumandangkan kebesaran Tuhan. Bersaksi tiada Tuhan selain Allah, mengajak pada penyembahan, pada kemenangan, pada kehidupan yang kekal setelah kematian.

Orang-orang bergemuruh dalam doa; ya Allah, ampuni kami.

Hari semakin siang. Jalanan tetap riuh kendaraan.

Seorang yang lain naik ke mimbar, memberikan nasehat kehidupan. Setelah puja-puji Tuhan ia berkata,
“hidup tak guna bila tak sembah Tuhan. Sehat tak guna bila tak sembah Tuhan. Kaya tak guna bila tak sembah Tuhan. Jangan pesona pada dunia yang fana, karena ia penuh tipu daya. Tak ada yang bisa kita bangga karena Tuhan bisa merubah segalanya dalam sekejap. Jika Ia sudah berkehendak, maka terjadilah. ”

Pada barisan paling belakang, aku menekur bisu. Angin siang berhembus, masuk lewat jendela Masjid tua, berbisik pada lapang ruang ibadah,
“Jumat datang agar kau selalu menemukan kesejukkan, kedamaian, kecintaan, dan keabadian rasa cinta. Penyeimbang antara kehidupan dan kematian”.

Selamat telah menunaikan sholat Jumat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun